12 Februari 2009

Terdakwa Kasus PDAM Divonis Satu Tahun Penjara

Oleh Syarif Lamabelawa

MAUMERE (FP) -- Tiga terdakwa kasus pengadaan pipa dan asesoris PDAM Sikka senilai Rp500 juta lebih yakni Riki da Lopez, Anton Toni Minggu dan Masri Toni Amat divonis hukuman penjara satu tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Maumere. Masing-masing terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp50 juta.

Vonis ini dijatuhi majelis hakim yang diketuai P. M. Silalahi dalam sidang di PN Maumere, Rabu (11/2). Hadir dalam sidang putusan perkara tersebut yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dapot Manurung, dan para terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya.

JPU Dapot Manurung yang ditemui di PN Maumere, Kamis (12/2) menjelaskan, selain hukuman satu tahun penjara, majelis hakim juga menghukum para terdakwa membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp50 juta atau subsider tiga bulan penjara.
Perbedaan vonis terhadap ketiga terdakwa, kata Manurung, yakni pada putusan mengenai denda. Terdakwa Riki da Lopez yang saat dilakukan pengadaan pipa dan asesoris menjabat sebagai Direktur PDAM Sikka, dihukum membayar denda Rp2,5 juta. Sedangkan Anton Toni Minggu dan Masri Toni Amat selaku panitia pengadaan barang dikenai denda Rp1.750.000.

Dia menjelaskan, putusan satu tahun penjara terhadap para terdakwa oleh majelis hakim lebih kecil dari tuntutan JPU yakni 1,6 tahun penjara. Demikian pula denda yang diputuskan sangat kecil dari tuntutan untuk masing-masing terdakwa sebesar Rp50 juta lebih.

“Putusan majelis hakim yang sama dengan tuntutan JPU hanya uang pengganti sebesar Rp50 juta. Sementara subsider dalam tuntutan JPU empat bulan, diputusankan tiga bulan. Untuk hukuman penjara dan denda, sangat beda dengan tuntutan JPU,” kata Manurung.

Manurung mengatakan pihaknya masih menyatakan pikir-pikir menyikapi keputusan pengadilan. “Tunggu dalam tujuh hari setelah waktu dijatuhi putusan, kita akan menyatakan sikap untuk melakukan upaya hukum atau menerima putusan itu,” katanya.

Ditanya mengenai para terdakwa yang masih berkeliaran di luar, Manurung mengatakan, para terdakwa masih menjalani tahanan kota . Mereka bisa menjalani hukum apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Penasihat Hukum terdakwa Riki da Lopez, Merdian Dewanto Dado kepada Flores Pos mengatakan, pihaknya juga masih pikir-pikir, apakah harus melakukan upaya hukum banding atau tidak.

Ihwal denda Rp2,5 juta, Dado menjelaskan, jika putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan kliennya tidak membayarnya dalam waktu satu bulan sejak pelaksanaan putusan itu, maka barang-barang milik klien akan disita.

“Barang yang disita itu dilelang untuk membayar denda tersebut. Hal ini berbeda dengan uang pengganti senilai Rp50 juta, yang kalau tidak dibayar, diganti dengan hukuman tiga bulan sebagaimana diputuskan,” katanya.

Selengkapnya...

Pemred Flores Pos Sesalkan Tindakan Kepala Telkom

Oleh Yusvina Nona

ENDE (FP)-- Pemimpin Redaksi (Pemred) Harian Umum Flores Pos, Frans Anggal menyesalkan tindakan Kepala Telkom Lewoleba, Jefta Loak yang melakukan tindakan kekerasan terhadap wartawan Flores Pos di Lewoleba, Maxi Gantung.

Dia juga menolak larangan menggunakan sarana internet di Telkom Lewoleba oleh Maxi Gantung sebab Telkom adalah perusahaan publik. ”Tindakan kekerasan serta pelarangan itu tidak dibenarkan,” kata Frans Anggal, Kamis (12/2) di Ende.

“Meramas krah baju sambil mengepalkan tinju sudah merupakan tindak kekerasan fisik yang menimbulkan rasa tertekan, terancam, terganggu pada diri seseorang atau paling kurang rasa tidak menyenangkan. Sedangkan pelarangan menggunakan sarana internet Terkom merupakan pelanggaran atas hak-hak konsumen," katanya.

Sangat disesalkan pula, lanjut Frans, sengketa sesederhana ini tidak diselesaikan secara elegan di atas dasar penghormatan terhadap hak dan kewajiban antar–pihak. Cara premanisme yang diperlihatkan Kepala Telkom Lewoleba, kata Anggal, mengesankan seakan-akan Telkom yang adalah perusahaan publik di Indonesia tidak mengenal apa yang disebut corporate culture atau budaya perusahaan.

Menurut dia, masyarakat sudah mengenal credo Telkom “Committed 2 U”, yang artinya Telkom memberikan komitmen pelayanan dan hasil serta citra terbaik kepada para stakeholders. Diuraikan Frans, salah satu dari tiga nilai inti dalam budaya perusahaan Telkom adalah “excellent service” atau pelayanan unggul.

Sangat jelas, budaya perusahaan Telkom ini sangat jauh dari apa yang dimiliki Telkom Lewoleba dan apa yang diperlihatkan Kepala Telkomnya.

“Internetnya sudah macet-macet, sikap Kepala Telkomnya pun mengangkangi budaya perusahaan. Budaya perusahaan Telkom tidak mengenal cara-cara preman, juga cara-cara yang mengesankan seakan-akan Telkom itu milik pribadi. Telkom itu perusahaan publik. Melarang seseorang menggunakan jasa layanan yang disediakan bagi publik, jelas melanggar hakikat perusahaan itu sendiri di satu pihak dan hak publik di pihak lain,”katanya.

“Apa salah wartawan kami sehingga untuk selanjutnya ia dilarang menggunakan internet Telkom Lewoleba? Kalau hanya karena dia menggunakan internet terlalu lama, apa yang menjadi patokannya? Sudahkah Telkom Lewoleba menentukan durasi maksimal pemakaian internet bagi setiap pengguna? Kalau ya, sudahkah ketentuan itu dipublikasikan, setidak-tidaknya pada papan publik Anda yang mudah terbaca oleh setiap pengguna internet? Kala semua ketentuan ini tidak ada, maka setiap pengguna berhak menggunakan internet seberapa lama ia butuhkan dengan konsekuensi berkewajiban membayar sesuai dengan durasi penggunaan. Itulah yang dilakukan wartawan kami Maxi Gantung. Ia tidak bisa disalahkan. Karena itu, dalih “menggunakan internet terlalu lama” yang digunakan Kepala Telkom Lewoleba tidak dapat dipertanggungjawabkan.”

Dukung Laporan ke Polisi
Mengenai laporan wartawan Maxi Gantung ke polisi, Frans sepenuhnya mendukung. Melapor ke polisi sangatlah tepat. Menurutnya, tindakan Kepala Telkom Lewoleba sudah merupakan tindak kriminal.

Frans mendesak Polres Lewoleba segera memroses tuntas kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku dan rasa keadilan dalam masyarakat. Flores Pos akan mengawal proses hukum kasus ini sampai pada putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Perihal perlu tidaknya pengaduan ke Dewan Pers, Frans menilai tidaklah mendesak untuk dilakukan melihat esensi kasusnya. Kasus ini tidak secara langsung mengenai tugas jurnalistik meliput berita. Kasusnya lebih pada sengketa antara produsen dan konsumen, antara Telkom sebagai produsen penyedia jasa dan wartawan selaku konsumen pengguna jasa.

Frans berharap Kepala Telkom lebih mawas diri dan memperbaiki kinerjanya. Jangan lagi perlakuan buruk terhadap wartawan Maxi Gantung terulang pada siapa pun pengguna jasa internet Telkom Lewoleba.

“Bertindaklah yang benar dan pantas. Jangan sampai, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena ulah seorang Kepala Telkom Lewoleba, rusak citra Telkom se-Indonesia,”tegasnya.

Bicarakan Baik-Baik
Ketua Umum Perhimpunan Wartawan Flores (PWF), Hieronimus Bokilia mengatakan, PWF melihat tindakan kepala Telkom Lembata merupakan perbuatan yang tidak terpuji.
Seharusnya, jika ada masalah dibicarakan dengan baik-baik.

“Jangan malah unjuk kemarahan dan main gertak. Itu perbuatan yang tidak baik dan bergaya preman. Apalagi ditunjukan oleh pemimpin perusahaan yang hadir untuk melayani publik,” kata Hiero.

Meski kasus ini terjadi tidak dalam konteks pemberitaan dan pada saat Maxi jalankan tugas jurnalistik, namun tindakan kekerasan ini secara tidak langsung tindakan sudah menimbulkan perasaan tidak menyenangkan saat seorang wartawan melaksanakan tugas.

Prinsipnya, kata dia, apapun kesalahan seorang wartawan, langkah main hakim sendiri dan tindakan-tindakan pengancaman adalah perbuatan yang menghambat kerja pers dan jelas melanggar ketentuan hukum. Tindakan tidak terpuji yang dilakukan seperti itu seharusnya tidak boleh terjadi jika kedua belah pihak bisa saling memahami.

“Setidaknya kepala Telkom memahami keperluan wartawan atas akses internet dan wartawan memahami kondisi layanan internet di Telkom yang katanya tidak begitu bagus,” kata Hiero.

Langkah hukum yang diambil Maxi Gantung, katanya, didukung PWF.

“Prinsip saya kalau sudah dilapor ke polisi PWF mendukung. Kita juga berharap aparat Polres Lembata bisa proaktif mengusut dan menyelesaikan proses hukum kasus ini,” katanya. *


Selengkapnya...

Massa Demo Tolak Pemilu 9 April di NTT

Oleh Leonard Ritan


KUPANG -- Sejumlah elemen mahasiswa seperti PMKRI, Apirenya, Permasi, KMK FKIP Undana dan KMK Mumahadyah tergabung dalam Forum Cinta Toleransi Indonesia (FCTI) NTT, Kamis (12/2) menggelar aksi demostrasi ke kantor gubernur menolak pemilu legislatif (Pileg) di NTT pada 9 April karena bertepatan dengan Kamis Putih bagi umat Kristiani dan hari Purnama umat Hindu.


Ketua Forum John Gewar menegaskan, keputusan KPU yang menetapkan jadwal pemilu legislatif pada 9 April telah mengangkangi Pancasila dan UUD 1945. Karena 9 April bertepatan dengan perayaan Kamis Putih bagi umat Kristiani dan umat Hindu merayakan hari Purnama.

Keputusan KPU Pusat tersebut telah merongrong dan menceraiberaikan semangat toleransi antarumat beragama. Ini membuktikan bahwa diskriminasi minoritas telah terjadi secara sistematis di NKRI. Keputusan ini menghancurkan semangat pluralisme persatuan dan kesatuan yang telah diletakkan oleh pendiri bangsa.

Sikap forum adalah mengutuk kebijakan KPU dan pemerintah pusat. Menolak ketetapan KPU pusat tentang penetapan jadwal pemilu legislatif pada 9 April dan meminta KPU menggeser jadwal pemilu legislatif di NTT.

Selain itu, mendesak pemerintah provinsi NTT dalam hal ini gubernur agar segera memfasilitasi para tokoh agama, tokoh masyarakat dan kaum muda untuk bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan KPU pusat sebagai penyelenggara Pemilu . Forum ini mengusulkan agar pelaksanaan Pemilu Legislatif di NTT jika dimajukan maka dilaksanakan pada 2 April dan kalau diundur maka dilaksanakan pada 15 April.

Pada kesempatan itu massa pendemo memberi dead line bagi pemprov untuk melaksanakan tuntutan dalam tempo seminggu terhitung 12 Februari. Jika tidak dilaksanakan, Forum akan menempuh cara-cara lain untuk memperjuangkan hak-hak kaum minoritas yang ditindas hak-haknya.

Nyaris Ricuh
Aksi demo yang mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian Kota Kupang ini sempat terjadi aksi dorong mendorong dengan petugas dan nyaris ricuh. Aksi dorong terjadi ketika massa pendemo ingin memasuki kantor gubernur guna berdialog dengan gubernur NTT.

Sedangkan nyaris ricuh ketika seorang pendemo, Arif Rahman yang juga caleg DPRD NTT dari daerah pemilihan NTT tujuh hendak membakar dua ban bekas dengan bensin di depan kantor gubernur, persis di tangga menuju lantai dua kantor itu.

Ketika hendak menuangkan dua botol bensin ke atas ban bekas untuk dibakar, sekitar tiga aparat polisi langsung menciduk Arif ke salah satu ruang di kantor gubernur. Setelah beberapa lama berada di dalam ruangan, Arif akhirnya dikeluarkan dan bergabung kembali dengan massa pendemo lainnya.

Arif Rahman yang juga mantan anggota DPRD NTT periode 1999- 2004 ini mengatakan, maksud dari aksi demonstrasi ini adalah untuk meminta pemerintah provinsi agar mengkaji kembali pemilu yang jatuh pada 9 April karena bertepatan dengan Hari Kamis Putih bagi umat kristiani.

“Kalau memang secara nasional tidak bisa digeser, ada kebijakan lain untuk NTT guna menekan angka golput,” kata Arif.*

Selengkapnya...

Lakalantas, Goran Tewas, Margaretha Parah

Oleh Maxi gantung

LEWOLEBA -- Tabrakan antara dumtruk “Vanesa” dan sepeda motor Vega menyebabkan Hilarius Goran (47) meninggal, sedangkan Margaretha Kewa Koren yang diboncengi almarhum menderita luka dan patah tulang kaki kiri.

Kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di Jalan Trans Atadei, Rabu (11/2) sekitar pukul 18.30 tepat di depan biara CB Eropaun.

Kasat lantas Iptu Joko atas nama Kapolres Lembata AKBP Geradus Bata Besu menjelaskan dumtruk Vanesa yang dikendarai Markus S. Laba Daton (31) datang dari arah barat (Waikomo) menuju Lewoleba. Di depan biara CB dumtruk menyalib sepeda motor dan sopir lepas kendali. Pada saat bersamaan muncul sepeda motor Vega yang dikendarai Markus. Tabrakan tak terhindarkan lagi.

Lampu kiri depan dumtruk pecah dan masuk got. Hilarius dan Margareth terpental sekitar dua meter. Hilarius Goran dan Margaretha dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lewoleba. Namun nyawa Goran tak tertolong.

Margaretha menderita luka robek pada dahi dan beberapa bagian tubuhnya, serta kaki kirinya patah.

Kasat Joko mengatakan dumtruk dan sepeda motor sudah diamankan di Polres Lembata sebagai barang bukti. Sopir Markus ditahan di Polres Lembata. Sebelum mengendari kendaraan, sopir minum tuak.

Yohanes Kia Nunang mengatakan saat kejadian itu ia berada di dalam rumah. Mendengar tabrakan dia keluar dan menuju tempat kejadian. Goran meninggal di tempat sementara Margaretha luka parah. Dia mengantarkan korban ke rumah sakit.

Markus kepada Flores Pos mengatakan dia bersama dua orang pulang cuci oto dan cari makanan kambing. Mereka bertiga minum tuak satu botol. Dia mengendara dumtruk dari Hukung ke Lewoleba. Laju kendaraannya pelan. Namun ketika dari Waikomo kecepatannya tinggi karena ia sedang marah dengan adiknya. Ia marah karena adiknya buat hilang parang milik orangtuanya.

Dia mengaku baru kali ini dapat musibah kecelakaan sehingga ia stres dan tidak bisa tidur. Dia juga menyesal. “Untuk pertama kali saya baru alami sepert ini. Saya menyasal dan saya stres. Tadi malam saya tidak bisa tidur,” katanya. “Ini merupakan pengalaman berharga bagi kita agar selalu taat aturan lalu lintas,” kata Kasat Lantas.

“Kalau ada sopir atau pengendara yang mabuk dan ugal-ugalan tolong lapor ke polisi sehingga kita bisa tegur dan ambil sikap”.

Selama 2008 ada 13 orang meninggal karena lakalantas.*

Selengkapnya...

Kasus Kayu Cendana, Yang Terlibat Diproses

Oleh Hubert Uman

BAJAWA (FP) -- Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Ngada Richardus Bhara minta agar semua pihak yang terlibat dalam penebangan pohon cendana tanpa surat izin dari dinas Kehutanan yang gagal diangkut ke Bajawa beberapa waktu yang lalu, diproses secara hukum.

“Tidak ada yang kebal hukum. Hukum harus jalan dan ditegakan. Baik pejabat maupun masyarakat biasa harus ditindak. Penegakan hukum yang tidak pandang bulu, harus mulai dari aparat. Apabila ada polisi yang terlibat dalam penebangan kayu cendana di Desa Nginamanu itu harus diproses juga,” kata Richardus Bhara, di kantor Biro Flores Pos Bajawa, Kamis (12/2).

Masyarakat Ngada, demikian Bhara, sudah banyak yang dipenjarakan hanya gara-gara mengangkut kayu milik sendiri dari rumah ke bengkel. Apabila benar ada aparat Polres Ngada yang menyuruh menebang kayu cendana tanpa surat izin dan dibiarkan tanpa tindakan tegas untuk diadili, masyarakat sakit hati.

Ini diskriminasi dalam penegakan hukum. Masyarakat yang melanggar hukum, polisi bertindak tegas, sementara kalau polisi yang melakukan kejahatan dibiarkan.

Pengacara Mbulang Lukas mengatakan, Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada harus berpihak pada keadilan dan penegakan hukum dalam upaya pelestarian lingkungan di Ngada.

Mbulang Lukas menegaskan, tidak benar kalau yang dilaporkan oleh Dinas Kehutanan hanya masyarakat pemilik kayu cendana. Mereka menebang kayu yang mereka tanam tanpa surat izin, karena disuruh oleh aparat.

“Dinas Kehutanan tidak perlu takut. Apalagi polisi sudah mengangkut kayu dengan mobil boks dari Wangka-Riung,” kata Mbulang Lukas. *

Selengkapnya...

Penasihat Hukum Minta Penangguhan Penahanan

Oleh Hubert Uman

BAJAWA (FP) -- Antonius Ali dan Mbulang Lukas, penasihat Hukum Petrus Tansatrisna dan Yeremias Tiba dalam kasus pengadaan lima unit mobil di Kabupaten Nagekeo mengatakan, keduanya sudah mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan atau pengalihan status tahanan untuk tersangka Yeremias Tiba dan permohonan untuk tidak ditahan bagi tersangka Petrus Tansatrisna karena lagi sakit.

“Tersangka Yeremias Tiba menderita sakit gula. Kalau tekanan psikologis bisa kambuh. Petrus Tansatrisna harus check up kesehatannya di Surabaya setiap bulan,” kata Antonius Ali di Kejaksaan Negeri Bajawa, sebelum pemeriksaan kedua tersangka, Rabu (11/2).

Ali mengatakan, kedua penasihat hukum menjamin klien mereka tidak akan melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti. Kedua tersangka sangat kooperatif dan mengikuti prosedur hukum yang berjalan.

Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus Roberth Jimmy Lambila mengatakan penasihat hukum kedua tersangka sudah mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan. Hanya untuk menentukan permohonan ini dikabulkan atau tidak, masih menunggu Kajari Semuel Say yang sedang berada di Kupang.

Menurut Ali dan Mbulang, kasus KKN yang dituduhkan jaksa sebenarnya hanya karena kesalahan administrasi. Alasannya hanya karena situasional dan kondisional karena Nagekeo kabupaten baru.

Anton Ali berpendapat, selaku ketua panitia proses pelelangan proyek pengadaan kelima mobil, Yeremias Tiba tidak bisa mempertanggungjawabkannya sendiri atas keputusan panitia. Panitia pelelangan bersifat kolektif. Bukan perorangan. Ketua panitia hanya berfungsi presentatif belaka. Ketua dan semua anggota panitia yang berwenang dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil panitia.

Menurut dia, panitia tender tidak lebih sebagai alat bantu dari pengguna anggaran. Kewenangan untuk memutuskan siapa pemenang sebuah pelelangan proyek ada pada pengguna anggaran. Rekomendasi yang diberikan oleh panitia tidak bersifat mutlak. Pengguna anggaran yang mengambil keputusan.

Pemeriksaan kedua tersangka, dijelaskan oleh Mbulang Lukas, masih sebatas proses lelang. Belum sampai pada penetapan pemenang. Jaksa masih bertanya seputar proses lelang.

Mbulang Lukas berpendapat sama dengan Antonius Ali soal penetapan pemenang. Menurut dia, hasil kerja panitia tender direkomendasikan ke pengguna anggaran. Pengguna anggaran, dalam kasus ini Sekda bisa menerima, menolak atau membatalkan hasil kerja panitia.

Terlepas dari kasus pengadaan mobil di Nagekeo seperti apa, demikian Mbulang Lukas, selaku kabupaten baru, ini merupakan pembelajaran untuk semua pejabat di Kabupaten Nagekeo. Peringatan untuk pejabat yang lainnya.

Selengkapnya...

Terdakwa Kasus CPNSD Dituntut Satu Tahun Penjara

Oleh Hubert Uman

BAJAWA (FP) -- Jaksa Penuntut Umum Roberth Jimmy Lambila dan Indi Premadasa dalam dakwaan, Rabu (11/2) meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bajawa menjatuhkan pidana Petrus Kanisius Noka dengan pidana penjara potong masa tahanan dan denda Rp60 juta, subsider dua bulan kurungan. Terdakwa diperintahkan oleh jaksa untuk tetap berada di dalam tahanan.

Menurut Roberth Jimmy Lambila, terdakwa Petrus Kanisius Noka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima hadiah yang dilakukan secara bersama-sama dari tenaga honorer tahun 2005. Perbuatan terdakwa melanggar pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa, perbuatan terdakwa merugikan tenaga kontrak dan guru honor, menyebabkan perekrutan tenaga honor tidak fair dan tidak berdasarkan kompetensi atau kemampuan, serta tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan terdakwa menyesali perbuatannya.

Roberth Jimmy Lambila dan Indi Premadasa mengatakan, berdasarkan keterangan saksi, alat bukti surat, alat bukti petunjuk dan alat bukti keterangan terdakwa yang saling bersesuaian, penuntut umum berkeyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima hadiah yang dilakukan secara bersama dengan terdakwa Hironimus Reba Watu yang didakwa dalam berkas lain. Terdakwa menerima hadiah antara lain dari guru honor SMK Sanjaya Bajawa Tadeus Jatu, dkk yang seluruhnya 13 orang.

Sidang pembacaan tuntutan ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Martinus Bala, dan anggota majelis hakim Joko W. B. S dan Raden Marsuprapto. Majelis hakim dibantu oleh Panitera Pengganti Medho Reneldis.

Sidang berikutnya ditunda pada Senin (16/2) dengan agenda pleidoi atau pembelaan dari terdakwa yang disampaikannya secara tertulis. “Untuk terdakwa Hironimus Reba Watu, pembacaan tuntutannya ditunda Senin depan (Senin, 16/2)” kata Lambila usai sidang.

Selengkapnya...

Peralatan Warnet dan Internet Belum Dipindahkan

Oleh Yusvina Nona

ENDE (FP) - Beberapa perangkat dan peralatan teknis komunikasi dan informatika seperti internet, warnet, perangkat keras dan perangkat lunak lainnya dari kantor Bapesiteldi di Jalan El-Tari belum bisa dipindahkan ke kantor Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika di Jalan Ahmad Yani. Berdasarkan PP No.41/2008, Bapesiteldi dilebur menjadi Dishub Kominfo.

Menurut Kadishub Ende Mansyur Do, hal ini perlu dikaji lagi karena letak Kantor Dinas Perhubungan berdekatan dengan Bandara Bandara Haji Hasan Aeroeboesman.

“Lokasi kantor kita ini berada persis di samping bandara. Kekhawatiran kita kalau keberadaan peralatan tersebut berpengaruh pada kekuatan radiasi pesawat terbang. Misalkan, ketinggian antena memenuhi persyaratan lalulintas penerbangan atau tidak. Karenanya, kita perlu tim teknis khusus untuk melakukan survei sebelum perangkat dan peralatan tersebut dipindahkan ke sini,” kata Mansyur Do di ruang kerjanya, Kamis (12/2).

Menurut dia, tim teknis khusus tidak perlu didatangkan dari luar pulau Flores. Tim teknis lokal baik itu dari pihaknya (tenaga teknis yang dulunya dari Bapesiteldi) maupun dari pihak bandara.

Saat ini pesawat yang beroperasi di Bandara Aroeboesman jenis Fokker 50. Sementara bandara ini juga sudah sering didarati pesawat jenis Fokker 28.

“Kita mesti pelajari ini, kira-kira ke depannya nanti jenis Fokker berapa yang mampu mendarati bandara kita dan pengaruh kekuatan radiasinya terhadap perangkat peralatan komunikasi dan informatika yang mau kita pasang ini,” tandasnya.

Di tempat terpisah Ketua DPRD Ende, Titus M. Tibo di ruang kerjanya, Kamis (12/2) mengatakan untuk tidak mempersulit yakni mengangkat dan memindahkan ke lokasi kantor baru serta berpengaruh terhadap radiasi pesawat terbang, perangkat dan peralatan tersebut sebaiknya tidak usah dipindahkan saja.

“Kalau melihat pertimbangan-pertimbangan tersebut, sebaiknya perangkat dan peralatan tidak perlu dipindahkan. Begitupun dengan para staf teknisnya. Tetap ditempatkan di sana. Yang penting bahwa nomenklatur tetap mengacu pada PP 41/2008 itu, “ katanya.*

Selengkapnya...