31 Maret 2009

Pelaku dan Otak Pembunuhan Harus Ditangkap

Kasus Romo Faustinus Sega

Oleh Hubert Uman


BAJAWA -- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus dan Pengacara dari Yayasan Bina Bantuan Hukum (YBBH) Veritas Jakarta Silvester Manis, selaku Kuasa Hukum Keuskupan Agung Ende dalam menangani kasus kematian Romo Faustinus Sega Pr menegaskan, pelaku dan otak pembunuhan kasus ini harus ditangkap. Ini harus menjadi hadiah paskah bagi umat Katolik di Flores dari Polda NTT.

Pernyataan ini disampaikan secara terpisah. Petrus Salestinus sampaikan per telepon, Selasa (31/3) dan Silvester Nong Manis katakan hal it di Kevikepan Bajawa, Senin (30/3). Saat itu ada juga Vikep Bajawa Rm. engky Sareng Pr dan anggota JPIC Tonny Min Tansatrisna.

Tim Polda NTT yang melakukan penyelidikan dan penyidikan ulang kasus kematian Romo Faustin, kata Silvester Nong Manis, dalam rangka mencari dan mengumpulkan serpihan-serpihan bukti yang tercecer. Kerja tim Polda sangat didukung oleh gereja dan tim Investigasi dan Advokasi Kematian Romo Faustin yang dibentuk Keuskupan Agung Ende.
“Kita siap bantu memberikan data dan hasil kerja tim investigasi. Kerja tim Polda kita dukung agar para pelaku cepat ditangkap. Saat ini umat masih menunggu hasil kerja tim Polda,” kata Silvester Nong Manis.

Menyinggung BAP untuk tersangka Theresia Tawa, disampaikan oleh Silvester Nong Manis, berdasarkan penjelasan Kajari Bajawa Semuel Say, ternyata BAP yang dibuat penyidik Polres Ngada tidak didukung oleh bukti-bukti permulaan. Sebagai contoh, pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang dipakai oleh penyidik sama sekali tidak didukung alat bukti yang cukup. Siapa yang merencanakan, siapa aktor intelektualnya, dan lain-lain, tidak jelas. Ada surat keterangan hasil visum et repertum atau autopsi tetapi tidak disertai dengan bukti yang terkait dengan kekerasan tumpul (istilah forensik. Bukan kekerasan benda tumpul).

Menurut Petrus Salestinus dan Silvester Nong Manis, penyidikan yang dilakukan Polres Ngada terkesan kuat cenderung membelokkan dan mengaburkan data fakta. Hasil autopsi dibelokkan. Tersangka yang semula dua orang, Theresia Tawa dan Anus Waja, hanya Theresia Tawa yang diproses sampai ke jaksa penuntut umum.

“Penyidik Polres Ngada selalu mengabaikan bukti yang mengarah ke pembunuhan. Polisi lebih menonjolkan mati wajar dan amoral yang sama sekali tidak ada buktinya,” ujar Silvester Nong Manis.

Baik menurut Petrus Salestinus maupun Silvester Nong Manis, dalam penyelidikan dan penyidikan kasus kematian Romo Faustin, penyidik Polres Ngada mengabaikan asas hukum dimana pencari keadilan (masyarakat Flores) berhak mendapat keadilan secara cepat, sederhana, dan murah.

“Polisi harus memegang asas hukum ini. Dalam tempo yang singkat polisi harus bisa mengungkapkan sebuah kasus. Menangkap pelaku dan mengungkapkan motifnya,” kata Petrus Salestinus.

Sebagai kuasa hokum Keuskupan Agung Ende (KAE) dan Gereja Katolik, kata Petrus Salestinus, TPDI dalam waktu dekat meminta Kapolri mempersonanongratakan Kapolres Ngada. Kapolres Ngada diganti oleh perwira Polri yang memiliki kemampuan untuk menegakan hukum di Ngada, terutama perwira yang memahami kehidupan religiusitas masyarakat Flores.

Petrus Salestinus juga mengecam Kapolres Ngada yang menutup diri dengan informasi dari masyarakat. Ini bertentangan dengan kebijakan Polri yang menjadikan informasi dicari pelaku dan barang buktinya.

“TPDI juga mengecam sikap Kapolres yang tidak memberikan informasi secara periodik kepada masyarakat, terutama berkaitan dengan kasus yang menarik perhatian masyarakat. Ini bagian dari hak masyarakat. Mereka mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan penanganan kasus Romo Faustin, ujar Petrus Salestinus.”* dari masyarakat sebagai bagian terpenting dalam mengungkapkan kejahatan yang sulit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar