*Polda NTT Diminta Ambilalih Proses
Oleh Wall Abulat
MAUMERE -- Keluarga almarhum Andri Haryanto telah mengajukan surat permohonan autopsi ulang jenazah korban ke Kapolri melalui Kapolda NTT belum lama ini. Keluarga berharap petinggi Polri memberikan pengantar atau izin untuk autopsi ulang demi mengungkapkan fakta kematian almarhum.
Surat permintaan keluarga itu disampaikan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT, Meridian Dewanta Dado.
Kuasa hukum keluarga Andri ini di Maumere, Jumat (27/3) mengatakan, surat permohonan autopsi ulang langsung dikirim ke Kapolda NTT dan Kapolri karena sebelumnya Kapolres Sikka menyatakan menolak memberikan surat pengantar autopsi ulang. Meski demikian tembusannya diberikan ke Kapolres Sikka.
Menurut Dado, upaya pencarian kebenaran merupakan komitmen keluarga dan warga Kabupaten Sikka meski harus berhadapan dengan birokasi kelembagaan. “Namun TPDI atas nama keluarga almahrum Andri serta masyarakat Sikka yang peduli akan kasus ini tetap akan berjuang dan mengupayakan yang terbaik untuk terangnya kasus ini.”
Dado menegaskan bahwa autopsi ulang selalu bisa dilakukan manakala misteri kematian seseorang masih diragukan kejelasannya atas dasar adanya kejanggalan-kejanggalan fisik, keanehan-keanehan proses hukum atau bahkan disebabkan oleh adanya keterbatasan peralatan sarana dan prasarana forensik.
“Maka sangat tidak relevan dan mematikan fungsi keterbukaan publik apabila autopsi ulang dihambat atau dihalangi.” katanya.
Selain ajukan permohonan melalalui surat, TPDI juga telah, sedang dan akan terus berkoordinasi dan menghubungi pihak-pihak yang dituju serta para pihak berwenang lainnya dengan satu harapan agar rencana autopsi ulang segera akan dilakukan.
”TPDI juga sedang mengupayakan agar kasus ini diambilalih penanganan proses hukumnya oleh Polda NTT. Surat permohonan ke Kapolda sedang dalam proses penyusunannya.”
Sebelumnya, Kapolres Sikka AKBP Agus Suryatno kepada Flores Pos menjelaskan pihaknya tidak akan mengeluarkan surat pengantar atau izin autopsi ulang karena hal itu bertentangan dengan kode etik kedokteran.
Kapolres juga menegaskan bahwa autopsi tidak perlu dilakukan lagi karena sebelumnya sudah dilakukan oleh tim dokter forensik di Labfor Polda Bali . “Tim autopsi sebelumnya sudah lakukan autopsi secara independen dan hasilnya menunjukkan bahwa Andri Haryanto meninggal murni bunuh diri,” kata Kapolres.
Andri Haryanto ditemukan meninggal dalam posisi menggantung diri di dapur kosnya di Waioti, 14 Oktober 2008 lalu.
Ketika jenazah korban dimandikan pihak keluarga di Perumnas Maumere sore harinya ditemukan sejumlah kejanggalan seperti ada luka pada sekujur tubu, lidah tidak menjulur, lubang anus luka menganga, dan beberapa kejanggalan lainnya.
Tim dokter forensik yang dipimpin AKP Martinus Ginting sudah melakukan autopsi jenazah korban tanggal 5 November 2008. Sampel autopsi berupa hati dan otak dikirim ke Labfor Polda Bali. Hasil pemeriksaan Labfor Polda Bali menyebutkan Andri Haryanto murni bunuh diri.
Selengkapnya...
27 Maret 2009
Keluarga Ajukan Permohonan Autopsi Ulang ke Kapolri
Tujuh Warga Desa Fatamari Menderita Diare
*Dirujuk Rumah Sakit
Oleh Hieronimus Bokilia
ENDE -- Sebanyak tujuh orang warga Dusun Wolonio, Desa Fatamari Kecamatan Lio Timur Kabupaten Ende menderita diare. Dua orang dirujuk ke Rumah Sakit Umum TC Hillers Maumere dan satunya lagi dirujuk ke RSUD Ende. Pasien yang dirujuk ke RSUD Ende merupakan pasien yang paling parah.
Camat Lio Timur Kanisius Poto di Ende, Rabu (25/3) mengatakan, kasus diare ini terjadi sejak Selasa (17/3). Para penderita sempat dirawat di puskesmas namun karena ada tiga pasien yang menderita cukup parah maka mereka dirujuk ke rumah sakit.
Dia menilai, penderita tidak saja anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Ini disebabkan karena pola hidup kurang sehat masyarakat setempat. Warga minum air dari penampungan tanpa dimasak lebih dulu.
“Itu sepertinya sudah jadi kebiasaan. Kita sudah ingatkan ulang-ulang tapi sama saja,” katanya.
Dia bilang, pemerintah bersama petugas kesehatan sudah berulang kali melakukan sosialisasi dan penyuluhan menyangkut pola hidup sehat. Namun, setiap kali diberikan sosialisasi dan penyuluhan, tetap saja mereka kembali ke kebiasaan lama.
Faktor pemicu lainnya adalah karena masyarakat setempat membuang hajat di sembarang tempat. Dari 100 warga di Dusun Wolonio, hanya tiga kepala keluarga yang miliki jamban.
Kemungkinan Bertambah
Mengingat pola pola hidup masyarakat yang tidak pernah berubah, diyakini bahwa penderita diare akan ada kemungkinan bertambang. “Kita sudah usaha kasih sosialiasi dan penyuluhan. Tapi kalau tidak ubah perilaku tentu akan bertambah penderita diare.”
Kepada Flores Pos, Jumat (27/3) Kanis Poto per telepon mengatakan setelah dirawat intensif, ketujuh pasien diare dari Dusun Wolonio Desa Fatamari Kecamatan Lio Timur sudah sembuh. Saat ini, semua mereka susah kembali ke kampung masing-masing.*
Selengkapnya...
Kayu Cendana Diserahkan ke Dishut
*Sebanyak 581 Kg
Oleh Hubert Uman
BAJAWA -- Sebanyak 46 batang atau 581 kg kayu cendana yang selama ini diamankan di Kodim 1625 Ngada awal minggu ini sudah diserahkan ke Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada. Kayu cendana yang dikemas dalam sembilan dos rokok gudang garam hendak dibawa ke Jawa dan digagalkan oleh Babinsa Wolomeze Niko Ria. Ia menangkap kayu cendana ini di rumah kontrakan dari Purnomo di Watujaji.
“Kami sudah serahkan kayu cendana itu ke Dinas Kehutanan untuk diproses lebih lanjut. Kasus ini tidak boleh didiamkan begitu saja. Juga kasus cendana yang masih ada di rumah warga di Nginamanu. Saya tetap tuntut. Harus diproses secara hukum. Mobil boks yang mengangkut kayu dari Wangka juga harus dijadikan barang bukti,” kata Niko Ria usai acara pembukaan Musrenbangkab, Selasa (24/3) di Auditorium John-Thom.
Dalam pernyataannya, kata Niko Ria, kayu cendana yang ditampung di rumah kontrakannya itu milik dua anggota Polres Ngada Agus dan Andi, tersangka dalam kasus yang sama yang perkaranya sedang ditangani kejaksaan.
Kepala Dinas Kehutanan Ben Pollo Maing mengakui bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kodim. Purnomo memang sudah membuat pernyataan, bahwa kayu cendana tersebut milik dua anggota Polres Ngada. Tetapi Dinas Kehutanan masih membutuhkan keterangan tambahan sebelum kasus ini dilaporkan ke Polres Ngada.
“Kami akan panggil Purnomo. Setelah itu baru kasus ini dilaporkan ke polisi. Harus diproses secara hukum,”kata Ben Pollo Maing, Jumat (27/3) di halaman kantor bupati Ngada.*
Selengkapnya...
Lompat dari Mobil, Thomas Bala Tewas
Oleh Maxi Gantung
LEWOLEBA -- Antonius Thomas Bala (13) siswa kelas II SMP, Kamis (26/3) meninggal setelah melompat dari mobil Berlian. Dia tewas di tempat. Sementara sopir dan kondektur tidak tahu sama sekali bahwa Bala melompat dari kendaraan.
Kasat Lantas Iptu Sujoko di ruang kerjanya, Jumat (27/3) mengatakan, truk penumpang merk mitsubshi dengan nomor kendaraan L9092UA berangkat dari Kalikasa menuju Lewoleba. Sampai di Namakewa, Desa Nubamado Kecamatan Lebatukan, sekitar pukul 09.15 Bala yang duduk di belakang, melompat membelangkangi kendaraan yang sedang melaju. Kepalanya pecah.
Sujoko mengatakan korban bersama dengan dua temannya mau ke Lewoleba, namun sebelum ke Lewoleba, korban mau mengunjungi keluarganya di Namaweka. Sementara dua temannya langsung ke Lewoleba.
Kasat Lantas mengatakan polisi sudah mengamankan truk penumpang dan sopir, Yoseph Sinu di Polres Lembata. ”Kita sudah amankan sopir dan kendaraannya”. Sebelum dibawa ke kampungnya Waimuda Desa Nuba Boli Kecamatan Atadei , dia dibawa ke RSUD Lewoleba untuk divisum.
Asonjo Uak, warga Namaweka mengatakan karena melihat korban tergelatak di jalan, ia mengejar kendaraan dan memberitahukan kepada sopir. Sekitar 600 meter dari TKP, Asonjo Uak dapat kendaraan dan menyampaikan kepada sopir kalau ada penumpang jatuh. Sopir dan kondektur ke TKP. Anton lahir di Malaysia dan selama ini dipelihara oleh ibunya. Sementara ayahnya saat ini tinggal di Jakarta.*
Selengkapnya...
Jalan Terjal Kehidupan
Oleh Reginald Piperno Pr
TIDAK dapat kita dimungkiri bahwa banyak orang saat ini mulai dilanda mental instan atau mental cari gampang. Orang tidak lagi mementingkan soal proses tetapi yang dikejar adalah hasil yang ingin diraih. Entah dengan menggunakan cara yang halal atau pun tidak, itu bukan yang terpenting, asalkan apa yang dinginkan, atau apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Ingin cepat kaya, atau banyak uang, orang tidak perlu berusaha atau bekerja keras, cukup dengan pandai memanfaatkan kesempatan, pintar membaca peluang, jeli melihat situasi, dan ahli dalam beretorika maka uang sendirinya mengalir ke rekening pribadi. Ingin mendapat jabatan atau kedudukan, orang tidak perlu bekerja professional atau tidak butuh keahlian, cukup dengan rajin mencari muka, pandai menebar pesona, dekat dengan yang berkuasa maka kedudukan dan jabatan dengan sendirinya akan diperoleh. Atau untuk menjadi seorang penguasa, orang tidak butuh kepandaian atau keahlian, tidak butuh kerja keras, cukup punya banyak uang, ditambah sedikit relasi dengan yang berkuasa, lalu sedikit dukungan masyarakat maka otomatis kekuasaan akan dicapai.
Inilah gambaran mental instan yang tengah melanda manusia-manusia jaman kini. Tujuan atau hasil yang ingin dicapai menghalalkan segala cara. Sampai pada simpul ini, manusia sebenarnya telah melenyapkan atau melunturkan nilai-nilai luhur kehidupannya. Harga diri dan nilai kemanusiawiannya mengalami degradasi yang memprihatinkan. Tragis memang ! Tapi itulah gambaran paling tranparan tentang situasi kehidupan kita. Ingin menggapai sesuatu dengan cara gampang, tanpa perlu berusaha dan bekerja keras. Jalan-jalan terjal kehidupan sering kita hindari untuk meraih sukses. Proses perjuangan dan kerja keras tidak lagi menjadi hal yang sangat penting untuk menggapai sesuatu tetapi hasil itulah yang menjadi tujuan utama.
Bacaan Injil minggu ini mengetengahkan kepada kita tentang jalan-jalan terjal yang mesti dilalui Yesus untuk mencapai kemuliaan. Kepada orang-orang Yunani yang ingin bertemu denganNya Yesus berkata, ”Sesungguhnya jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia akan tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya akan kehilangan nyawanya dan barangsiapa kehilangan nyawa karena Aku, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”.
Pernyataan Yesus ini mau menunjukkan kepada kita tentang sikap iman yang mesti kita hayati sebagai pengikut-pengikut Kristus. Iman kita telah lahir dan tumbuh setelah melalui proses panjang, melewati jalan-jalan terjal dan padang gurun kehidupan. Jatuh dan bangun dalam menumbuhkan dan mempertahankan iman kita akan Kristus, telah menjadi sejarah panjang yang senantiasa menggema dalam diri setiap orang yang mengaku diri sebagai pengikuti-pengikut Kristus. Iman kita justru lahir dan tumbuh di tengah badai tantangan dan gelora gelombang penganiayaan.
Oleh karena itu, bagi setiap kita yang mengaku diri beriman kepada Kristus, kita diajak untuk berani menghadapi tantangan, berani menolak tawaran-tawaran yang melumpuhkan daya juang kita untuk bisa meraih sukses atau untuk dapat memperoleh sesuatu. Menghindari dari tantangan dan menggunakan jalan pintas atau mental instant untuk memperoleh sesuatu adalah bentuk nyata dari sikap pengingkaran terhadap iman kita sendiri. Sebagai orang Katolik (Kristen), kita diajak untuk selalu menghargai setiap proses, menghargai setiap perjuangan untuk menggapai apa yang kita inginkan.
Yesus telah menunjukkan kepada kita tentang sebuah kebenaran hakiki, bahwa benih harus mati untuk bisa menghasilkan buah. Tanpa mati dan ditanam dalam tanah, maka benih tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali mengalami kerusakan dan kehancuran. Dan untuk dapat menghasilkan buah dibutuhkan proses yang panjang. Sampai di sini, kesabaran, keuletan, ketekunan dan perjuangan kita diuji. Benih tidak mungkin menghasilkan buah melalui jalan pintas atau sistem instan. Tahap demi tahap mesti ia lewati.
Melalui perumpamaan tentang biji sesawi Yesus telah menggedor kesadaran kita sekalian bahwa hanya orang-orang yang menghargai proses, berani menghadapi tantangan dan berani melewati jalan-jalan terjal kehidupanlah yang akan menuai kebahagiaan. Tanpa usaha dan perjuangan, tanpa kerja keras dan pengorbanan, kita hanya akan mengalami kebahagian semu dalam kehidupan ini.
Yesus sendiri telah membuktikan hal ini. Seluruh perjalanan hidupNya adalah sebuah perjalanan Salib. Ia ditolak, dicerca, dianiaya bahkan harus menerima kematian secara tragis di kayu Salib. Ia sendiri telah menjadi biji sesawi kerajaan surga yang harus mati, dikuburkan dan bangkit untuk menghasilkan buah yakni kegembiraan dan kemuliaan. Proses menuju kebahagiaan dan kemuliaan yang dialami Yesus mesti melewati jalan panjang. Ia rela menanggalkan ke-AllahanNya dan menggambil rupa sama seperti kita manusia. Ia mengalami situasi manusia yang syarat dengan aneka kesulitan dan tantangan. Ia pun menerima penderitaan sebagai jalan menuju keselamatan.
Beriman dan percaya kepada Kristus berarti kita juga harus mengikuti jalan yang telah dilalui oleh Yesus sendiri. Adalah sebuah pengingkaran diri dan pengingkaran iman kita sendiri kalau kita menggunakan jalan pintas dan mental instan untuk mencapai sesuatu.
Iman Katholik (Kristen) adalah iman yang bertumbuh di tengah tantangan, iman yang lahir dari penganiayaan demi penganiayaan, karena itu pengorbanan dan perjuangan kita dituntut. Yesus telah menawarkan kepada kita para pengikutNya suatu jalan yang amat lain yakni jalan pengorbanan. Kesuksesan atau keberhasilan hanya akan terasa indah kalau ia lahir dari sebuah usaha, pengorbanan dan kerja keras. Tanpa tetesan keringat, darah dan air mata, kesuksesan atau keberhasilan akan terasa hambar. Harga diri kita sebagai orang Katolik atau pengikut Kristus hanya bisa kita tunjukkan lewat sikap kita yang menghargai proses kehidupan termasuk keberanian untuk melewati jalan-jalan terjal, kerikil-kerikil tajam dan padang gurun kehidupan ini.
Pertanyaan untuk kita renungkan. Apakah sebagai orang Katholik kita telah sungguh menghargai proses atau perjuangan untuk meraih sukses? Ataukah kita lebih sering memakai jalan pintas atau sistem instan untuk menggapai sesuatu yang kita inginkan ?
Jawabannya ada dalam hati kita masing-masing. Hanya diri kita dan Tuhan sajalah yang tahu. Namun sebagai pengikut-pengikut Kristus, kita diajak untuk tidak gampang menggadaikan harga diri kita, menggadaikan iman kita dengan bermental instan dan cari jalan pintas untuk meraih sesuatu.
Menghargai proses, berani melewati jalan-jalan terjal kehidupan, setia meniti lika-liku kehidupan kita adalah perwujudan dari sikap iman kita akan Kristus yang telah rela menderita, wafat hingga bangkit dari antara orang-orang mati. Ibarat emas yang hanya bisa diuji kemurniaannya dalam tanur api, begitupun sebagai orang-orang Katolik (Kristen), kedewasaan iman kita hanya akan diuji dalam keberanian kita untuk meniti jalan-jalan terjal kehidupan ini.*
Selengkapnya...
Ibu Rumah Tangga Meninggal Akibat HIV/AIDS
* Yakkestra Gencarkan Harm Reduction
Oleh Wall Abulat
MAUMERE -- Seorang ibu rumah tangga yang sebelumnya diberitakan kritis akibat HIV/AIDS, akhirnya meninggal dunia di RSUD Maumere, Selasa lalu. Jenazah korban sudah dikuburkan pihak keluarga.
Seperti diberitakan harian ini sebelumnya (FP, 23/3), seorang ibu berusia 40 tahun lebih terbaring lemah dan kondisinya sangat kritis karena positif HIV/AIDS di RSUD Maumere.
Informasi yang diterima Flores Pos di RSUD Maumere, Rabu (25/3) menyebutkan penderita meninggal karena daya tahan tubuhnya drop sepekan terakhir. Ia dirawat di RSUD Maumere awal Maret sudah dalam kondisi kritis.
Konselor Yayasan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Flores dan Lembata (Yakkestra), Wilibrodus So Wasa, Rabu (25/3) menjelaskan jenazah korban sudah diambil pihak keluarga dan sudah dikuburkan.
Sekretaris Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sikka, Yohanes Siga secara terpisah mengatakan, pihaknya mendapat informasi lisan terkait kematian ibu tersebut dari Konselor Yakkestra Wilibrodus So Wasa.
Harm Reduction
Yakkestra bekerja sama dengan KPA Sikka dalam dua pekan terakhir melakukan pelbagai kegiatan dan diskusi yang membahas pengurangan dampak buruk (harm reduction) penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik.
Direktur Yakkestra, Yohanes B. Tanaboleng dalam pemaparannya pada kegiatan tersebut bicara mengenai risiko penggunaan jarum suntik oleh pemakai narkoba jarum suntik (penasun) di antaranya dapat menularkan HIV dan hepatitis B.
Dia minta peserta kegiatan bersama-sama melakukan kampanye tentang narkoba, pentingnya beri perhatian kepada kelompok berisiko, dan mencegah secara dini pemakaian narkoba melalui penasun.
Kegiatan diinspirasi oleh data Departemen Kesehatan yang menyebutkan transmisi penularan HIV terbesar di Indonesia melalui pengguna narkoba jarum suntik (penasun).
Data ini, akunya mencengangkan semua pihak karena beberapa tahun sebelumnya transmisi penularan HIV didominasi oleh hubungan seksual yang tidak aman. Fenomena ini tentunya menjadi perhatian KPA untuk mencari solusi yang tepat mengatasi prevalensi HIV melalui jarum suntik penasun.
Fenomena penasun tidak saja hanya terjadi di kota-kota besar yang menjadi pusat peredaran napza terbesar, namun perhatian KPA juga tertuju untuk semua wilayah termasuk Maumere.
Sebagai bentuk antisipasi peningkatan kasus HIV melalui jarum suntik di Kabupaten Sikka, urainya, KPA bersama Yakkestra melaksanakan program aktivasi harm reduction yang salah satu kegiatannya melalui set up puskesmas yang akan menjadi tempat pelayanan Rumatan Methadone.
Tujuan kegiatan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petugas kesehatan akan pentingnya program harm reduction serta risiko penularan HIV melalui jarum suntik penasun, membangun kesadaran dan kepedulian petugas kesehatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV serta penyebarluasan informasi dampak buruk penggunaan narkoba, dan mendorong terbangunnya gagasan dan koordinasi para pihak dalam upaya penanganan napza secara terpadu dan menyeluruh.
Data Flores Pos menyebutkan bahwa hingga 22 Maret 2009, jumlah pasien HIV/AIDS yang pernah ditangani RSUD Maumere sebanyak 120 orang. Pasien berasal dari pelbagai kabupaten di Flores dan Lembata plus beberapa pasien dari Belu, dan luar NTT. *
Selengkapnya...
Polisi Tangkap Lima Penjual BBM
*Karena Tidak Miliki Izin
Oleh Christo Lawudin
RUTENG -- Polisi menangkap lima orang dari berbagai kecamatan di Manggarai karena menjual bahan bakar minyak (BBM) tanpa mendapatkan izin penjualan sesuai dengan peraturan daerah (Perda). Mereka akan diproses secara hukum.
Disaksikan Flores Pos pada salah satu ruang di Polres Manggarai, Rabu (25/3) terdapat puluhan jeriken besar dan kecil dalam ruangan tersebut. Jeriken-jeriken penuh dengan BBM jenis solar dan bensin. Setiap jeriken dilingkari dengan police line. Akibatnya ruangan sumpek karena banyak jeriken BBM.
Kasat Reskrim, Okto Wadu Ere di Polres, Kamis (25/3) mengatakan, BBM jenis solar dan bensin tak bisa dijual bebas. Aturannya sudah ada, yakni Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Pengaturan Usaha Tempat Penjualan dan Pengolahan Minyak. Setelah dicek, pelaku membeli BBM dalam jumlah banyak, kemudian dijual lagi tanpa mengantongi izinan dari pemerintah.
”Kita sudah proses 5 orang pemilik solar dan bensin. Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka sejak ditangkap. Berkas berita acara pemeriksaan sudah dinyatakan lengkap (P-21). Barang bukti dan tersangka segera dilimpahkan agar bisa disidangkan di PN Ruteng,” kata Kasat Wadu Ere.
Para pembeli ditangkap di SPBU Mbaumuku dan SBPU Carep. Jumlahnya, 47 jeriken besar dengan rincian bensin 2 jeriken dan solar 45 jeriken. Isi per jerikennya sekitar 30 liter. Warga yang telah ditetapkan menjadi tersangka itu, yakni Paulus Tanggung sebagai pemilik 6 jeriken BBM, Yohanes Irwanto 6 jeriken, Paulus Rana Rora 17 jeriken, Yance Lagu 8 jeriken, dan Agustinus Sonte sebagai pemilik 10 jeriken solar dan bensin. Mereka mau jual lagi di kampungnya.
Para tersangka itu, kata Kasat Wadu Ere, dijerat dengan Pasal 16 ayat 1 dan 2 Perda No.8 Tahun 2008 tentang Usaha BBM. Ancaman hukuman 6 bulan penjara dan denda maksimal sebesar Rp5 juta. Dengan adanya Perda warga tak perlu lagi menjual BBM liar. Mereka hanya mengurus perizinan agar tidak ditangkap.
Anggota DPRD Manggarai Eligius Doni mengatakan, penertiban para penjual BBM liar perlu dilakukan. Karena kondisi riilnya hampir setiap hari ada tumpukan jeriken pada 2 SPBU di Kota Ruteng.
”Itu harus diselidiki terus. Karena jangan sampai terkesan, ada yang ditangkap dan ada juga yang tetap berkeliaran. Padahal, kondisinya sama, tak memiliki izin usaha minyak dari pemerintah. Karena itu, aparat kepolisian diharapkan konsisten melakukan hal ini agar perda yang ada benar-benar diterapkan,”katanya.*
Selengkapnya...
Partai Kasih Demokrasi Indonesia Hipnotis Flores
*Sekitar 20.000 Massa Banjiri Stadion Golo Dukal
Oleh Christo Lawudin
RUTENG -- Partai Kasih Demokrasi Indenesia (PKDI) betul-betul mendapat tempat di hati orang-orang Flores, Lembata, Alor umumnya dan Manggarai khususnya.
Pada kampanye, Kamis (26/3) sebanyak 20.000 massa dari tiga kabupaten di Manggarai memadati Stadion Golo Dukal, Kecamatan Langke Rembong. Seribuan massa di Kota Ruteng berjalan kaki menuju tempat kampanye. Ada 100 angkutan kota (angkot), 500 angkutan pedesaan (colt), dan 600-an sepeda motor mengangkut massa menuju stadion. PKDI memecahkan rekor membludaknya massa selama kampanye terbuka di Manggarai.
Beberapa hari sebelumnya, Selasa (23/3) sebanyak 12.000 lebih massa memadati Lapangan Pancasila Ende. Massa datang dari Ngalupolo, Mukusaki, Moni, Nabe, Nangaba, Nangapanda, Maukaro, dan berbagai kecamatan lainnya di Ende. Tampaknya partai berlambang kontas ini menghipnotis massa di Flores.
Disaksikan Flores Pos yang memantau dari pagi kampanye terbuka PKDI tersebut, semua kendaraan yang digunakan ditempel atribut PKDI dengan foto-foto para Caleg PKDI mulai Pusat, Priovinsi, dan Kabupaten.
Tampak mencolok foto Caleg DPR Maria Ana Soe untuk Dapil 1 wilayah Flores, Lembata, dan Alor. Mereka melakukan pawai keliling Kota sebelum tempat kampanye terbuka di Stadion Golo Dukal.
Dari Kecamatan Langke Rembong dan sekitarnya, barisan terdepan pawai adalah 3 kuda, menyusul kemudian sepeda motor dan kendaraan roda empat. Lambaian sepanduk PKDI dan simpatisan yang mengenakan baju PKDI berwarna putih terlihat berkibar di mana-mana.
Stadion yang biasanya sepi menjadi sangat sibuk dan hingar bingar oleh suara baik dari dentuman musik maupun suara menggelegar dari para caleg dan pemandu acara Egi Teren. Kendaraan penuh sesak di depan Stadion sehingga mengharuskan aparat kepolisian turun tangan mengatur lalu lintas kendaraan. Kendati hiruk pikuk, seluruh kegiatan kampanye berjalan lancar, aman, dan tertib.
Stadion Golo Dukal tampak menjadi saksi bisu banyaknya massa yang menghadiri kampanye yang menampilkan Maria Ana Soe, Ketua Dewa Pertimbangan PKDI Johny Plate, Ketua DPC PKDI Manggarai Timo Terang, dan para caleg dari Provinsi, dan dari 3 kabupaten di Manggarai Raya.
Warga berteriak histeris begitu Sekjen PKDI Maria Ana Soe dan Johni Plate berbicara. Warga ikut bergoyang begitu lantunan lagu dimainkan pemusik dari Volvo Band. Kota Ruteng dari pagi hingga siang seolah-olah menjadi milik orang PKDI. Walaupun hujan turun, warga tetap tak beranjak dari stadion. Malah saat listrik tiba-tiba mati, massa tetap meminta Kraeng Johny Plate untuk terus berbicara di hadapan ribuan massa yang memadati Stadion Golo Dukal.
Sekjen PKDI Maria Ana Soe dalam orasi politiknya mengatakan, selama ini aspirasi masyarakat Flores, Lembata, dan Alor tidak diperhatikan. Mengapa ini terjadi? Karena aspirasi masyarakat Flores dan Lembata dititipkan pada orang lain. Aspirasi rakyat selama ini hanya ditampung saja. Untuk disalurkan dan direalisasikan hanya tinggal janji.
"Putra-putri Flores di Jakarta dirikan partai ini. Kita mau buktikan bahwa kita bisa dan mampu untuk dirikan partai untuk ikuti Pemilu. Jadi, ini partai kita. Jangan lupa PKDI, 9 April 2009 nanti,"katanya.
Sedangkan Ketua Dewan Petimbangan PKDI, Johny Plate mengatakan, warga negara ini harus hidup dalam kemajemukan. Kendati demikian, orang terpinggirkan tetap perlu hadir di pentas politik nasional. Hal itu dimaksudkan agar aspirasi kita tak disepelekan. Karena sudah ada usaha untuk memarginalisasi dan diskriminasi dalam pembuatan produk undang-undang dan aturan lainnnya.
"Ini partai kita. Kita mau berjuang untuk kebaikan bersama tanpa beda-bedakan orang. Itu hakikat kasih yang ditebarkan PKDI, katanya.
Ketua PKDI Manggarai Timo Terang menegaskan, aspirasi kita tak boleh lagi dititipkan pada kendaraan orang lain. Karena jika dititipkan hasilnya tak sesuai dengan harapan. Saat ini, PKDI menjadi wadah kita untuk menyampaikan aspirasi, untuk memperjuangkannya hingga merealisasikannya.
"Kita mau berjuang untuk kebaikan bersama tanpa pandang bulu. Semangat kasih dan Kontas menembus sekat-sekat suku, agama, dan ras,"katanya.*
Selengkapnya...
Suster-Suster CIJ Buka Tahun Yubileum
*Songsong 75 Tahun Kongregasi Ini
Oleh Hieronimus Bokilia
ENDE -- Suster-suster dari Kongregasi CIJ membuka perayaan tahun yubileum 75 tahun berdirinya serikat tersebut. Para suster telah menetapkan 25 Mare 2009 hingga 25 Maret 2010 sebagai tahun Yubileum.
Sebuah perayaan ekaristi dipimpin Vikaris Episkopus (Vikep) Ende Romo Ambros Nanga Pr berlangsung di rumah induk CIJ di Jopu. Selama setahun ini para suster akan menggelar kegiatan bernuansa kasih baik secara internal maupun eksternal yang melibatkan umat.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi Pastoral CIJ Suster Elyna CIJ didampingi Suster Martini, CIJ di Susteran CIJ Potu, Kamis (26/3). Sr Elyna mengatakan, pembukaan tahun Yubileum diawali dengan novena sembilan hari berturut-turut dan diikuti misa pembukaan pada Selasa (25/3) lalu yang dilaksanakan di rumah induk CIJ di Potu. Perayaan misa pembukaan Yubileum ini, kata Sr. Elyna dipimpin oleh Romo Ambros Nanga Pr. Usai misa dilanjutkan dengan adorasi selama lebih kurang satu jam untuk minta bekat dari rumah induk.
Selain diawali dengan novena, kata Sr Elyna, pada Senin (24/3) juga dilakukan ziarah ke makam para suster yang telah meninggal di Jopu.
Perayaan tahun Yubileum ini difokuskan pada pertobatan, perdamaian dan persaudaraan sejalan dengan makna Yubileum itu sendiri.
Kegiatan-kegiatan yang akan digelar, katanya, pendalaman rohani para anggota serikat yang diisi dengan retret dan pendampingan, pembinaan rohani bersama umat dalam bentuk katekese umt dewasa dan remaja dan Sekami. Serikat juga kaan menggelar pengobatan murah, yang akan dilaksanakan bersama Dinas Kesehatan dan para dokter. Tenaga perawat disiapkan CIJ.
Kegiatan lain terkait pelayanan masyarakat adalah pelaksanaan kursus menjahit bagi remaja putri dan perempuan putus sekolah. Setiap paroki bisa menyiapkan dua orang agar iktu serta dalam kursu selama tiga bulan itu.
“Kita berharap, dengan mengikuti kursus menjahit ini remaja putri dapat berbuat sesuatu untuk dirinya dan teman-teman dekatnya.”
Para suster juga akan menggelar kegiatan aksi panggilan bagi para remaja.*
Selengkapnya...
Pemilu Legislatif: Antara Ambisi dan Apatisme
Oleh Yakob Dere Beoang
SAAT ini warga bangsa Indonesia baik yang berada di tanah air maupun di luar negeri sibuk mempersiapkan kegiatan besar. Kegiatan lima tahunan yang berlangsung tanggal 9 April yang akan datang itu adalah pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih anggota DPR, DPRD propinsi dan kabupaten/kota serta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dikatakan besar karena kegiatan itu melibataktifkan banyak pihak dalam persiapan dan pelaksanaannya. Komisi pemilihan umum (KPU) mulai dari pusat sampai ke daerah propinsi dan kabupaten/kota; panitia pemilihan kecamatan (PPK); panitia pemungutan suara (PPS) di desa/kelurahan dengan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Masih ada lagi badan pengawas pemilu (Bawaslu) di tingkat pusat dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu) untuk tingkat propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Di ting-kat desa/kelurahan ada pengawas pemilu lapangan (PPL).
Kegiatan ini melibataktifkan pula partai-partai politik sebagai peserta pemilu. Secara istimewa para calon legislatif pusat (DPR) dan daerah (DPRD propinsi dan kabupaten/kota) yang diusung partai politik dan calon anggota DPD. Tak kalah pentingnya adalah para pemilih yakni “warga Negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah pernah kawin” (pasal 1 ayat 22 UU RI no.10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Tahun 2009).
Kelompok terakhir yakni calon legislatif dan calon DPD serta pemilih yang menjadi sorotan dalam tulisan ini mempunyai kepentingan. Caleg dan calon DPD berkepentingan karena pemilu menjadi ajang penentu perjuangannya selama ini, apakah berhasil menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD atau tidak. Baginya, pemilu yang bersifat umum, langsung, bebas dan rahasia ini menjadi saat ujian untuk dapat lulus atau tidak.
Sementara pemilih juga berkepentingan karena di satu sisi pemilu menjadi saat yang tepat untuk mengungkapkan kedaulatannya sekaligus pernyataan paling konkret tentang kehidupan demokrasi bangsa ini dan di sisi lainnya menjadi saat yang tepat untuk memilih orang-orang yang diharapkan menjadi penyalur aspirasi politiknya (ketika menjadi anggota DPR dan DPRD) dan aspirasi keaneka ragaman daerahnya (ketika menjadi anggota DPD).
Karena itu, saat-saat menjelang pemilu seperti sekarang ini, dua pihak tersebut saling melirik. Caleg dan calon DPD melirik dan berusaha merebut simpati pemilih dengan berbagai cara sejauh tidak berten-tangan dengan aturan dan rambu-rambu yang ditetapkan penyeleng-gara. Sebaliknya, pemilih melirik dan menentukan caleg dan calon DPD yang diharapkannya.
Ambisi
Secara leksikal ambisi (ambition, Inggris) berasal dari akar kata bahasa Prancis dan Latin. Akar kata ‘amb’ (Prancis) berarti tentang. Bila ditambah sufiks ‘ire’ menjadi ambire berarti pergi. Dan jika ditambah sufiks ‘itus’ menjadi ambitus berarti cara atau kecepatan kerja. Sementara bentuk dasar kata Latin ‘ambitus’ (masculinum) berarti jalan mengelilingi sesuatu, jalan berputar dan ‘ambitio’ (femininum) berarti hal pergi berkeliling (yang dilakukan para kandidat untuk mendapat suara dari rakyat).
Aslinya kata ini menjelaskan praktek politisi berkeliling kota untuk meminta sokongan suara warga negara atau warga kota. Ambisi, dengan demikian menjadi kata yang digunakan untuk menjelaskan tindakan-tindakan politisi. Dalam abad ke 15 ketika kata itu masuk dalam literatur Inggris ia dipahami sebagai suatu hasrat atau keinginan yang besar dari seseorang untuk mendapatkan kehormatan, pangkat, kedudukan, posisi sekaligus harapan untuk mencapai cita-cita atau tujuan khusus. Sejalan dengan itu, Alfred Adler seorang psikoanalist dalam bukunya The Education of Children menjelaskan ambisi sebagai hasrat alami untuk mencapai tingkat kepenuhan atau kesempurnaan yang lebih tinggi.
Dalam perkembangannya, kata ini pun mengalami pergeseran makna. Ia dimengerti sebagai suatu energi yang dipusatkan pada sasaran dan harapan, tujuan dan cita-cita. Joseph Epstein menyebutnya sebagai bahan bakar dari sukses yang dicapai. Ia menegaskan bahwa ambisi adalah bagian dari hidup tiap orang yang bila diaktifkan akan mengembangkan motivasi dan energi untuk mencapai tujuan dan memenuhi cita-cita hidup (bdk. Epstein dalam Ambition: Friend Or Enemy, hlm. 20).
Bertolak dari pemahaman di atas, jelas bahwa ambisi itu sesuatu yang bersifat alami. Ambisi itu tak terpisahkan dari kehidupan seorang anak manusia. Ambisi itu ada dan menjadi bagian dari hidup tiap orang. Ia harus ada pada setiap orang. Ia ada sebagai daya atau energi yang menggerakkan seseorang untuk melaksanakan tindakan tertentu demi memenuhi hasrat atau keinginan dan mencapai harapan, tujuan dan cita-cita tertentu. Meminjam istilah Epstein tiadanya ambisi dalam hidup seseorang ibarat kendaraan yang kehabisan bahan bakar.
Dalam konteks pemilu 2009, ambisi itu ada dan melekat pada para pihak yang berkepentingan. Ia ada pada penyelengara pemilu sebagai daya yang menggerakkan penyelenggara baik pribadi-pribadi maupun bersama dalam komisi atau panitia supaya dapat mempersiapkan dengan tekun dan cermat segala ikhwal berkenaan dengan seluruh tahapan pemilu. Ambisi pun ada dan melekat pada setiap orang dan badan pengawas pemilu sebagai energi untuk menggerakkan mereka dalam melaksanakan tugas kepengawasan dengan baik dan benar.
Lebih dari itu, ambisi ada dan melekat pada setiap pengurus parpol. Setiap parpol peserta pemilu berambisi agar dapat memperoleh kursi di legislatif, bahkan berambisi memperoleh jumlah kursi yang meme-nuhi persyaratan terbentuknya satu fraksi di DPR. Karena itulah, parpol peserta pemilu menempuh berbagai cara yang menguras waktu, tenaga dan biaya.
Ambisi yang sama ada dan melekat juga dalam diri setiap calon legislatif dan calon DPD (meski kadarnya berbeda dari satu calon ke calon yang lain, karena ada caleg yang berambisi menjadi anggota parlemen; ada yang sekadar memenuhi kuota dan ada pula yang ikut-ikutan). Harapan dan cita-cita, hasrat dan keinginan inilah yang melahirkan berbagai bentuk aktivitas seperti mengeliling dari satu desa/kelurahan ke desa/kelurahan lain; dari satu kecamatan ke kecamatan lain; dari satu kebupatan/kota ke kabupaten/kota lainnya bahkan dari satu propinsi ke propinsi lainnya.
Pada tataran inilah patut diingat bahwa menjadi anggota legislatif atau anggota DPD bukanlah tujuan akhir atau cita-cita final, melainkan menjadi tujuan antara, cita-cita menengah. Tujuan akhir adalah pelayanan kepada masyarakat demi kesejehteraan umum dan kebaikan bersama (bonum commune). Menjadi anggota parlemen merupakan media sekaligus momen perjuangan mencapai tujuan akhir ini. Jika tujuan atau cita-cita akhir adalah “menjadi anggota parlemen”, maka ia menjadi sangat egosentrik dan tidak representatif. Tujuan atau cita-cita perjuangan seorang caleg dan calon DPD bukanlah ego-oriented, melainkan social oriented. Para caleg dan calon DPD seyogyanya mempertanyakan ‘menjadi apakah masyarakat dan warga bangsa ini lima tahun kedepan?’ Bukan saatnya mempertanyakan menjadi apakah saya ini setelah pemilu?
Apatis
Kalaulah ambisi mengacu pada daya atau energi, keinginan atau hasrat, tujuan atau cita-cita dan tindakan tertentu, maka apatis lebih mengacu pada sikap. Sebab secara leksikal apatis (apathy, Inggris) berarti sikap masa bodoh, yakni sikap yang “tidak peduli apa-apa”, sikap yang “tidak turut memikirkan perkara orang lain” (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1961).
Menilik pada pihak yang terlibat dan berkepentingan dengan pemilu legislatif, maka pihak yang apatis adalah masyakarat pemilih. Dalam konteks pemilu legislatif 2009, para pemilih berpotensi mengambil sikap masa bodoh, tidak peduli pada berbagai tahapan pemilu teristimewa pada tahapan pemungutan suara. Sikap demikian tampak sekurang-kurangnya dalam fenomena berikut.
Pertama, tidak mampu mengakui dan tidak menerima tanggung jawab dalam kegiatan pemilu. Kedua, perasaan yang samar-samar, susah, tidak aman bahkan terancam kalau mengikuti kegiatan yang bersifat politis. Ketiga, membentuk satu pola sikap dan tindakan yang cocok dengan diri sendiri. Pergi ke tempat kerja bersamaan dengan saat voting atau golput di samping sebagai hak politik tetapi juga merupakan bentuk ekspresi sikap masa bodoh.
Sikap dan fenomena ini muncul sekurang-kurangnya karena alas an-alasan berikut. Pertama, banyaknya parpol peserta pemilu 2009 yang berimplikasi langsung pada besarnya jumlah caleg dalam pemilu kali ini. Kalau dalam pemilu legislatif 2004 tercatat 24 parpol, maka tahun ini bertambah 14 sehingga menjadi 38 parpol diluar 6 parpol lokal di propinsi Aceh. Banyaknya parpol dan caleg ini membuat para pemilih bingung dan apatis terutama kalau minimnya informasi mengenai referensi parpol dan caleg dari pihak penyelenggara. “Masyarakat punya kebingungan yang sangat besar jadinya”, ujar Sebastianus Salang, koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), sebagaimana dilansir dalam situs kompas.com.
Kedua, pengalaman atau sekurang-kurangnya informasi yang diperoleh para pemilih mengenai angota-anggota legislatif masa-masa atau periode-periode sebelumnya. Bukan rahasia umum lagi bahwasannya anggota legislatif tertentu malas mengikuti sidang; mengantuk atau tertidur saat berlangsungnya sidang; berkelahi atau ribu dalam meng-adu argumentasi saat sidang; terlibat dalam kasus-kasus penyuapan, manipulasi dan korupsi; ngotot memperjuangkan kepentingan sendiri dan kelompoknya. Dengan demikian – seperti diakui Morris Rosenberg - para pemilih menganggap aktivitas politik umumny dan pemilu khusunya “sebagai sia-sia saja” (Morris Rosenberg dalam Some Determinants of Politik sebagaimana dilansir oleh Michael Rush & Phillip Althoff dalam Pengantar Sosiologi Politik). Pengalaman dan informasi ini bagi pemilih menjadi pengalaman traumatis yang melahirkan sikap apatis.
Ketiga, kecenderungan masyarakat pada usaha-usaha memenuhi kebutuhan pribadi dan materil. Keterlibatan politik khusunya dalam pemilu hanya memberikan kepuasan secara tidak langsung sedangkan hasil langsung yang diperoleh sedikit sekali bahkan tidak ada. Masih ada pemilih yang beranggapan bahwa keterlibatan dalam aktivitas politik termasuk pemilu sama sekali tidak layak bagi pemenuhan kebutuhan pribadi dan materiil.
Keempat, dalam konteks NTT dan dalam bingkai toleransi keagamaan, penentuan moment pemilu tanggal 9 April yang bertepatan dengan hari Kamis Putih orang Kristen menjadi salah satu faktor pemicu apatisme di kalangan masyarakat pemilih yang menyiapkan bathinnya untuk mengikuti kegiatan keagamaan dimaksud.
Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita mengha-rapkan kiranya masyarakat pemilih mengambil sikap yang tepat dan menjauhkan apatisme dari dirinya dengan proaktif dalam kegiatan-kegiatan pemilu terutama saat pemungutan suara. Kita pun berharap kiranya parpol dan caleg-caleg yang diusung serta calon DPD sungguh mengenakan ambisi yang benar yakni menjadi besar dengan menjadi pelayan dan menjadi terkemuka dengan menjadi hamba (bdk. Mrk.10:43-44)*
Selengkapnya...
Membangun Bela Rasa Kopdit Boawae
Oleh Frans Obon
Tahun lalu penambahan anggota Kopdit dua ribu lebih. Aset bertumbuh dari 13 miliar rupiah menjadi 19 miliar lebih.
SUARA Anna Marlinda Boleng mengheningkan suasana sejenak. Dia master ceremony (MC) dalam acara pembukaan rapat anggota tahunan (RAT) ke-XXXV Koperasi Kredit (Kopdit) Boawae, Sabtu pekan lalu. RAT berlangsung 21-22 Maret.
Di aula Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Boawae berkumpul sekitar 500 peserta Rapat Anggota Tahunan (RAT) Kopdit Boawae. Ini hanya utusan dari 5.000 anggota kopdit. Menurut Ketua Kopdit Boawae Alfons Jemu, mereka telah menggelar pra-RAT pada 10 titik pertemuan. Dari sini beberapa orang dipilih untuk mengikuti RAT di tingkat Kopdit.
Di deretan depan ada Bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea, Cyrilus Bau Engo, Ketua DPRD Thomas Dolaradho, Manajer Puskopdit BEN Mikhael Hongkoda Jawa, Wakil Ketua Induk Koperasi Kredit (Inkopdit) Jakarta Theofilus Woghe dan Ketua Kopdit Boawae Alfons Jemu, Camat Boawae Imanuel Ndun dan anggota DPRD Nagekeo seorang ibu. Bupati Piet Jos Nuwa Wea dan Cyrilus Bau Engo (anggota DPRD NTT) jadi anggota Kopdit ini.
Marlinda membacakan satu persatu “tamu undangan” RAT. Acara pengalungan selendang dilakukan di dalam ruangan. RAT dibuka dengan perayaan ekaristi di kapela SPMA Boawae dipimpin Romo Wempy da Silva Pr dan Romo Edy Dopo Pr.
Dua puluh orang ahli waris dipanggil berdiri di depan. Susana Meo, Dismas Bapa Soda, Maria Goreti W Noe, Magdalena Azi, Bernadeta Bupu, Martina Lua, Yakobus Potu, Fransiskus Lengi, Melkhior Phodi, Katarina To, Mateus Meo, Fitalis Jata, Martina Menge, Katarina Wea Ngole, Maria Yasinta Fonga, Marselina Pase, Yohanes Ghale, Lambertus Dadja, Stefanus Mosa, dan Agnes Ai Ele. Mereka menerima dana santunan Daperma (santunan kematian) dari koperasi. Air mata menetes. Satu per satu Ketua Kopdit Alfons Jemu memberikan amplop dana duka.
“Ini wujud kebersamaan. Mereka telah memberikan yang terbaik bagi koperasi dan khususnya memberikan yang terbaik bagi keluarga. Apa yang telah dirintis oleh keluarga hendaknya dilanjutkan. Mari kita satu dalam Kopdit Boawae,” kata Alfons.
Di awal acara ini juga diberikan dana SPD sebesar Rp52 juta lebih kepada Mikhael H Jawa, Manajer Puskopdit Bekatigade Ende, Ngada, dan Nagekeo. Ini dana pendidikan.
Alfons Jemu yang didaulat memberikan sambutan pertama mengatakan, Kopdit telah menggelar pra-RAT pada 10 titik pertemuan. Peserta yang hadir saat itu utusan dari pra-RAT ini. RAT pada tingkat Kopdit merupakan bentuk pertanggungjawaban dan kesempatan membuat rencana kerja ke depan. Sehingga pertemuan ini, katanya, menghasilkan rencana-rencana strategis bagi pengembangan koperasi.
Dia bilang RAT punya tiga makna: Pertama, kesempatan bertemu, kesempatan orang saling menyapa, tempat tukar menukar informasi. “Kita saling belajar dan beri pencerahan”. Kedua, makna tanggung jawab. Pengurus telah diberi mandat menjalankan roda usaha, maka hasil kerja pengurus itu harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi mandat (anggota). Pertemuan dibuat terencana, disusun program kerja yang terarah dan rasional sehingga hasilnya maksimal. Ketiga makna demokrasi. Peserta RAT harus mengkritisi laporan pengurus dan pengawas, belajar menghargai pendapat orang lain tanpa harus memusuhi.
Manajer Puskopdit Bekatigade Ende, Ngada, dan Nagekeo Mikhael H Jawa bilang, pertumbuhan anggota Kopdit Boawae tahun buku 2008 terbesar dalam sejarah koperasi kredit di bawah Puskopdit. Selama 2008, anggota baru bertambah 2.399 orang, sehingga jumlah anggota Kopdit Boawae sekarang 5.223 orang. Asetnya Rp19,4 miliar lebih dan pinjaman beredar Rp15 miliar lebih.
“Ini uang dari anggota, lalu kembali ke anggota. Uang masyarakat Nagekeo tidak keluar dari daerah ini. Ini menunjukkan adanya keberhasilan moral aksi sebagai nilai-nilai dan modal sosial yang terus bertumbuh di dalam gerakan koperasi,” katanya.
Namun dia mengingatkan bahwa pendidikan teramat penting untuk menghasilkan anggota koperasi yang bermutu. Karenanya dalam gerakan koperasi kredit, pendidikan jadi pintu masuk. Tiap orang yang hendak jadi anggota koperasi mesti mengikuti pendidikan agar mereka tahu dan sadar akan jati diri koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi. Karena tanpa pendidikan, orang bisa membuka dompet dan menabung tapi tidak punya hati untuk kopdit. Kopdit Boawae sekarang adalah kopdit terbesar di Kabupaten Nagekeo, berada di urutan ke-45 dari 173 kopdit pada tingkat nasional.
Kebanggaan ini tentu harus dibarengi kerja keras. Dinamika masyarakat terus berkembang. Kondisi sosial juga berkembang pesat. Karenanya seluruh anggota koperasi kredit perlu punya komitmen pada perubahan sambil terus mempertahankan jati diri koperasi, yang menekankan kemandirian, solidaritas (kebersamaan), dan pendidikan dan pelatihan. Gerakan koperasi harus selalu berpegang pada prinsip menghargai martabat manusia dan menghargai kemampuan masyarakat lokal. “Anggota kopdit harus bisa mengendalikan perubahan,” ujarnya.
Unsur kedua yang perlu diperhatikan koperasi adalah citra pelayanan, yang berorientasi pada kebutuhan anggota. Standarisasi pengelolaan diperlukan demi pelayanan yang prima. Karenanya studi banding, lokakarya, on job training selama 60 hari sebelum bekerja bagi tenaga manajerial dilakukan. “Kopdit harus diciptakan sebagai tempat yang menyenangkan untuk pelayanan dan menyenangkan dalam bekerja,” katanya. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan juga akan menambah mutu gerakan koperasi. “Kita tidak hanya bangga dengan jumlah anggota, tapi anggota yang bermutu”.
Mutu anggota ditentukan oleh pengelolaan dan penggunaan uang yang dipinjamkan dari koperasi. Ini mengharuskan koperasi kredit memiliki standar aman, akurat dan menghasilkan (ATM). Ini tidak lain menabung uang dengan aman, meminjam dan menggunakan uang dengan kreatif. Langkah ini akan menjadi medium mencegah berbagai penyakit sosial, sehingga anggota koperasi “menjadi rasul” bagi orang yang belum kenal koperasi.
Anggota kopdit hampir 70 persen adalah petani yang perlu juga merencanakan masa depan, mengendalikan uang, dan membuat bagaimana uang bekerja untuk mereka. Karenanya koperasi kredit menciptakan produk simpanan masa tua yang jumlahnya sekarang Rp1 miliar lebih. Gerekan ini juga menggerakkan kebersamaan melalui solidaritas kematian. Selama tahun 2008 santunan yang diterima Rp1,2 miliar lebih, sedangkan premi yang diberikan ke Inkopdit Rp1,6 miliar. Total uang lilin yang dikumpulkan bagi 336 anggota yang meninggal selama tahun 2008 sebesar Rp840 juta. Uang ini wujud solidaritas anggota terhadap anggota lainnya.
Ketua DPRD Ngada Thomas Dolaradho bicara soal koperasi kredit sebagai wadah bersama dan tempat saling menolong. Dia menekankan proses penyadaran melalui pendidikan agar masyarakat luas menemukan tempat yang lebih baik bagi perbaikan ekonomi mereka dan tempat mengembangkan usaha. Gerekan koperasi kredit itu dia ibaratkan memberi dua ketul roti dan lima ekor ikan. Dia menekankan prinsip keswadayaan, pendidikan dan pelatihan sebagai brand koperasi kredit. “Kekuatan dasar kita yang lainnya adalah solidaritas. Ada bela rasa,” ujarnya.
Dia mengingatkan pengurus untuk memberi jaminan bahwa uang anggota yang disimpan di koperasi tidak hilang. RAT harus bisa memberi jaminan soal itu. “Jika ada jaminan, timbul kepercayaan. Dengan ini kita menjadi rasul penggerak koperasi, bisa tolong sesame,” katanya.
Bupati Ngada mengatakan, dia bangga dan terharu membaca laporan. Karena kopdit dibangun oleh lebih dari 70 persen petani. “Kita semua tahu kondisi petani kita”. Bupati bicara pentingnya kebersamaan. Sebab kalau berdiri sendiri, kita tidak bisa berbuat banyak. “Saya mau tekankan unsur kebersamaan. Itu kesadaran yang luar biasa. Kita celaka kalau sendiri-sendiri”.
Dia memuji prestasi kopdit yang pertumbuhan anggotanya dalam setahun 50 persen, dengan aset dari Rp13 miliar lebih menjadi Rp19 miliar lebih. Namun dia minta agar dalam laporan pengurus disajikan angka-angka yang menunjukkan bahwa dana-dana yang dipinjamkan itu digunakan untuk hal apa saja, sehingga “kita bisa tahu penggunaan pinjaman uang dari koperasi”.
Dia bilang sejak dilantik jadi bupati, dia menekankan perlunya proses kapitalisasi yang berpusat di pedesaan. Masalahnya, petani kita jika mau kerja sawah butuh uang dan mereka pinjam ke mana? “Saya yakin bahwa kita punya kekuatan tersembunyi setelah kita lihat pertumbuhan di koperasi. Saya makin yakin modal kita sangat kuat”.
“Di mana-mana ada RAT, saya datang karena saya lihat koperasi adalah pilihan yang cocok. Namun dalam laporan RAT itu saya tidak temukan berapa pinjam untuk ekonomi, pinjam untuk beli peralatan kerja, pinjaman untuk kesehatan, pinjam untuk pendidikan,” katanya.
Mengapa saya tekankan itu agar saya bisa hitung jasa koperasi. Berapa share yang diberikan koperasi untuk mendukung kemajuan.
Dalam perayaan 50 tahun Kabupaten Ngada, kata Bupati, dia mendorong perlunya pendidikan nilai-nilai. Masyarakat di kampung-kampung bicara nilai apa yang masih ada dan nilai mana yang sudah hilang. Dia menekankan lima nilai dasar yang perlu dikembangkan terus. Pertama, kejujuran. Ada orang pinjam di koperasi tapi tidak mengangsur pinjamannya. Ini curang terhadap orang lain. Kedua, nilai kebersamaan; ketiga nilai keadilan (berikan kepada orang yang berhak), keempat moralitas; dan kelima, disiplin. Koperasi hancur karena anggota tidak disiplin.
“Saya belum berani mendeklarasikan Kabupaten Ngada jadi kabupaten koperasi. Kalau 50 persen lebih penduduknya telah jadi anggota koperasi, baru saya deklarasikan sebagai kabupaten koperasi,” katanya.
Wakil Ketua Induk Koperasi Kredit (Inkopdit) Jakarta Theofilus Woghe mengatakan, kita semua punya komitmen membangun martabat manusia. Pada saat krisis begini, krisis keuangan global, kita harus punya optimisme. Sebab celaka sudah krisis, pesimistis lagi. Perlu ada moral harapan. Jangan sampai krisis meluluhlantakkan apa yang telah kita capai. Dia menyebutkan perintis Kopdit Boawae telah berpikir visioner. Pada 35 tahun lalu, mereka merintis kopdit ini yang sekarang terus berkembang.
Namun jika memperhatikan anggota kopdit sekarang ini, umumnya berumur 40 tahun ke atas. Kalau tidak ada perubahan, maka kopdit ini akan mati pelan-pelan (MPP). Karenanya dia mendorong pengurus kopdit untuk menjangkau kaum kaum muda, mengajak mereka jadi anggota kopdit.
Pertumbuhan anggota pada ada 2008 cukup besar. Apa relevansinya, dia bertanya. “Sikap jujur, takut dosa”. Saya ingat bapak Bene Raga, seorang sopir dari generasi perintis tidak bisa tidur nyenyak karena lupa catat pinjaman pada buku pinjaman. Beruntung anggota koperasi juga jujur. “Mae, mae, doi ata (jangan, jangan ini uang orang),” kata Bene Raga, dikutip Theo. “Jaga betul mutiara ini. Karena sekarang kita lagi krisis nilai,” lanjutnya.
Theo menekankan lagi positioning dari kopdit yakni membangun kepercayaan anggota. Apa jaminan bagi anggota menabung uangnya di kopdit? “Kepercayaan. Biar kita cari anggota dengan kepala ke bawah, sulit orang datang”.
Kedua, diferensiasi. Dia bilang daperma jadi branding kopdit. Pengurus juga mesti orang-orang professional. Kerjanya volunter, tapi bukan amatiran. Ketiga, brand/imej. Pengurus perlu ubah cara pikirnya. Berpikir komprehensif. Selama ini hanya ada job description. Tapi perlu ada job accountability. Kegiatan banyak tapi hasilnya apa?
“Ke depan kopdit perlu memikirkan ekonomi riil, sektor riil”.
Sambutan Bupati Nagekeo didaulatkan pada Camat Boawae Imanuel Ndun. Camat bicara soal kebersamaan, solidaritas. Dia bilang “membangun koperasi dengan iman”. Dia juga mengatakan perlu membangun citra diri yang membedakan gerakan koperasi kredit dengan lembaga keuangan lainnya.*
Selengkapnya...