07 April 2009

BENTARA: Profisiat Wangge-Mochdar

Pelantikan Bupati dan Wabup Ende 2009-2014

Oleh Frans Anggal

Mulai hari ini, Selasa 7 April 2009, Kabupaten Ende dipimpin nakhoda baru. Era Paulinus Domi dan Bernadus Gadobani telah berlalu. Kini giliran Don Bosco M Wangge dan Achmad Mochdar.

Wangge-Mochdar adalah duet pertama hasil pilkada langsung yang menang secara sangat meyakinkan. Sangat meyakinkan, karena mereka mengalahkan enam kandidat lainnya hanya dalam satu putaran dengan perolehan suara signifikan, 40-an persen.

Perolehan suara ini menunjukkan besarnya kepercayaan masyarakat. Besarnya harapan masyarakat. Yang berarti pula besarnya ‘beban’ yang harus dipikul. Apa persisnya ‘beban’ itu?

Dalam sambutannya yang diturunkan Flores Pos sehari sebelum pelantikan, Bupati Don Wangge menamakan ‘beban’ itu ‘masalah pokok’. Ada tiga masalah pokok yang dihadapi Kabupaten Ende. Yaitu, kemiskinan yang meningkat dari tahun ke tahun, rendahnya mutu pendidikan, dan rendahnya derajat kesehatan masyarakat.

Penyebab utama tiga masalah pokok ini adalah salah urus yang dilakukan birokrasi. Karena itu, duet ini akan menempuh dua jalur jalan keluar. Jalur fungsional dan jalur kultural.

Yang dilakukan pada jalur fungsional adalah menata pemerintahan yang baik (good governance), memberantas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan mendorong partispasi masyarakat dalam pembangunan.

Untuk menata pemerintahan, Wangge-Mochdar akan mereformasi birokrasi melalui perampingan organisasi agar lebih efisien serta meninjau kembali mutasi dan promosi jabatan aparatur. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, duet ini akan membentuk unit pelayanan satu atap.

Pada jalur kultural, Wangge-Mochdar akan mengembangkan budaya pemerintahan saate atau sehati yang juga merupakan akronim dari selaras (dengan Tuhan, alam, sesama), akal budi luhur dan percaya diri, serta teladan dan keteladanan.

Sasarkan dari semua ini adalah perubahan etos birokrasi dari birokrasi yang dilayani menjadi birokrasi yang melayani dan mempunyai kinerja yang baik. Karena itulah, Bupati Wangge memberi judul sambutannya, “Kepuasan Masyarkat adalah Kunci Keberhasilan Birokrasi”.

Dalam spirit saate, Wangge-Mochdar memohon dari semua pihak yang berkehendak baik, dukungan doa dan kerja sama. Kita dukung. Dukung lewat doa dan kerja sama.

Kerja sama, demi keluhuran maknanya, tidak boleh menjadi persekongkolan. Yang baik kita puji. Yang buruk kita kritik. Ini salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yang adalah juga salah satu program inti Wangge-Mochdar. Profisiat!

“Bentara” FLORES POS, Selasa 7 April 2009


SENGGOL

Selamat atas Pelantikan
Bpk. Don Bosco M Wangge dan Bpk Haji Achmad Mochdar
Menjadi Bupati dan Wakil Bupati Ende Periode 2009-2014
Selasa, 7 April 2009
“Saate Membangun Ende-Lio Sare-Pawe”

Om Toki

Selengkapnya...

Gubernur Lantik Bupati dan Wakil Bupati Ende

Bukti Cinta Seluruh Komponen Masyarakat

Oleh Hieronimus Bokilia

ENDE -- Gubernur NTT Frans Lebu Raya melantik Don Bosco M Wangge dan Achmad Mochdar sebagai Bupati dan Wakil Bupati Ende periode 2009-2014 di ruang utama DPRD Ende, Selasa (7/4). Wangge-Mochdar yang dalam kampanye mereka menggunakan akronim DOA menggantikan Paulinus Domi-Bernadus Gadobani.

Gubernur Lebu Raya dalam sambutannya mengatakan, pelantikan tersebut adalah sebuah prosesi cinta. Sehingga jabatan yang akan diemban adalah ungkapan cinta seluruh komponen masyarakat.

“Cinta itu tumbuh dalam nurani, dibingkai dalam kepercayaan yang kemudian diungkapkan melalui pilihan politik kepada bupati dan wakil bupati terlantik. Pilihan itu mengingatkan bahwa masyarakat menerima perhatian dari bupati dan wakil bupati,” katanya.

Don Wangge-Achmad Mochdar dipilih melalui pemilihan langsung 13 Oktober 2008 lalu, dengan perolehan suara 54.845 atau 41,96 persen dari total suara sah yang masuk sebanyak 130.695.

Masyarakat, kata Lebu Raya, mengharapkan bahwa selama kepemimpinan Bupati Don Bosco Wangge dan Wakil Bupati Achmad Mochdar, akses masyarakat terhadap transportasi makin baik. Makin banyak jalan yang dirintis dan kualitasnya meningkat. Banyak sarana irigasi, sarana kesehatan, dan pendidikan dibangun lebih serius dan bermutu. Akses pasar makin terbuka dan harga komoditas lebih berdaya saing.

“Nelayan di pesisir tidak pernah lagi gelisah soal ketersediaan dan keterjangkauan BBM untuk melaut. Pelaku bisnis mendapat perhatian, kepedulian dan kepastian pelayanan administratif. Proses tender dan lelang pengadaan barang dan jasa lebih transparan,” kata Lebu Raya.

Momentum pelantikan, katanya, terasa istimewa karena dilakukan dalam lingkaran pekan suci menyambut perayaan Paska. Paska adalah pesta kemenangan dan kegembiraan.
Suasana batin ini hendaknya jadi kekuatan moral untuk membimbing perjalanan daerah ini. “Jabatan yang ditahtakan rakyat tidak untuk dibanggakan apalagi diselewengkan. Jabatan harus bermuara pada tugas perutusan. Jabatan saudara berdua harus tetap berbingkai kesederhanaan, kerendahan hati, pelayanan dan syukur, walau untuk itu dituntut pengorbanan sebagaimana misteri salib itu sendiri,” ajaknya.
Kegembiraan ini harus pula dirasakan oleh masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang makin baik. Reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan birokrasi.

“Kelolalah perjalanan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di daerah ini dengan cinta yang sama hangatnya. Cinta yang meneguhkan kebersamaan untuk sehati sesuara membangun Ende baru, sendi NTT baru yang lebih baik,” ajaknya.

Sebelumnya Bupati Ende periode 2004-2009, Paulinus Domi mengatakan, selama lima tahun, dia bersama Wakil Bupati Bernadus Gadobani telah melakukan banyak hal. Namun, dia akui masih banyak pula kekurangan. Dia berharap kerja sama yang dia telah bangun bersama DPRD untuk kesejahteraan rakyat berlanjut terus. “Yang pasti mereka (bupati dan wakil bupati yang baru) datang untuk pelihara yang ada, perbaiki yang rusak dan isi di mana yang kosong.”

Mantan Wakil Gubernur NTT Yohanes Pake Pani minta bupati dan wakil bupati terlantik membangun kerja sama dengan semua unsur di Kabupaten Ende, meninggalkan masal lalu terutama selama proses pilkada.Dia minta yang belum terpanggil untuk menduduki jabatan bupati dan wakil bupati agar menerima dengan ikhlas pemimpin yang baru.

Dia berharap bupati dan wakil bupati baru ini memperbesar anggaran publik sekitar 60 persen dan anggaran bagi aparatur 40 persen. “Saya yakin Pak Don tahu porsi-porsi dana mana yang selama ini perlu dipangkas yang menurut saya tidak perlu dilakukan tapi karena sudah dibahas di Dewan jadi tetap dianggarkan,” katanya.

Acara pelantikan ini dihadiri sejumlah pejabat baik provinsi maupun kabupaten. Hadir Wakil Gubernur Esthon L Foenay dan Ketua DPRD NTT Melkianus Adoe dan para bupati se-daratan Flores. Rohaniwan pendamping P Tarsisius Djuang Udjan SVD.*
Selengkapnya...

Empat Jenis Makanan Tidak Disajikan

Rekomendasi Labkesling

Oleh Yusvina Nona

ENDE -- Menghindari kejadian yang tidak diinginkan, Laboratorium Kesehatan Lingkungan (Labkesling) Kabupaten Ende memeriksa 52 jenis makanan yang akan disajikan pada acara pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Ende periode 2009-2014, Selasa (7/4).

Petugas Labkesling merekomendasikan empat jenis makanan yang tidak boleh disajikan kepada tamu yakni ikan goreng bumbu, rolade (bahan dasar telur), ikan santan, dan daging ayam goreng. Ada 2.000 buah lempar tidak boleh disajikan.

“Kita langsung uji di tempat. Dari tempat pengolahan yakni rumah jabatan bupati hingga berlanjut ke ruang penyajian yakni di ruang rapat gabungan komisi. 30 menit sebelum makanan disantap, kita akan lakukan pengujian lagi. Makanan yang direkomendasikan layak untuk dikonsumsi kita beri label. Untuk kue lempar, kita sita 2.000 buah karena tidak layak dikonsumsi. Selain basi, juga sudah berlendir,” kata Kepala UPTD Labkesling Dinkes Ende, Petrus H. Djata usai pengujian.

Pengujian dilakukan dalam 3 tahap yakni pengujian organoleptik terkait bau, rasa dan warna, pengujian bakteriologis terkait tingkat kebersihan dan pengujian sampling yaitu pengujian kimia lanjutan di laboratorium kesehatan lingkungan.

Untuk pengujian sampling ini, urainya, ada 5 sampel makanan yang dibawa ke labkesling. Antara lain singkong karena mengandung tingkat keracunan tinggi, ikan goreng, ikan kuah santan dan daging ayam. Uji sampling ini, katanya, untuk mengetahui campuran bumbu-bumbu atau bahan-bahan yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan. “Untuk 5 sampel makanan yang kita mau uji di lab ini, juga kita rekomendasikan untuk tidak dihidangkan,”katanya.

Petrus menyebutkan, ikan goreng bumbu rusak secara fisik, rolade dan daging ayam goreng dalam kondisi dingin, ikan santan memiliki larutan santan sangat tinggi.

Secara terpisah Koordinator Seksi Konsumsi, Maria Imaculata Dete mengatakan, setelah pihaknya mendapat rekomendasi dari pihak labkesling, kami langsung mengamankannya di dapur umum di rumah jabatan. Otomatis makanan tersebut tidak digunakan,” katanya.
Namun dari 4 jenis yang direkomendasikan, dua jenis yakni rolade dan daging ayam goreng dihidangkan setelah dipanaskan. Usai dipanaskan, diuji lagi dan diberi label layak dikonsumsi.*

Selengkapnya...

Tim Polda Ambil Alih Penyidikan

Oleh Hubert Uman

BAJAWA -- Ketua Tim Polda NTT Mohamad Slamet yang menangani kasus kematian Romo Faustin Sega Pr telah mengambil alih penyidikan tersangka Theresia Tawa dan Anus Waja. Tim Polda sudah menahan kembali Anus Waja, sejak Senin (6/4). Statusnya tahanan Polda NTT yang dititipkan di Polres Ngada. Sebelumnya Polres Ngada mengenakan status tahanan luar.

“Selama ini Anus Waja ditahan di luar. Ia hanya dikenakan wajib lapor. Sejak kemarin (Senin) kami tahan dia. Untuk sementara titip di ruang tahanan Polres Ngada. Nanti kita pindahkan dia ke rumah tahanan negara (Rutan),” kata Slamet di Kantor Kejaksaan Negeri Bajawa usai menyerahkan SPDP ( surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) untuk Anus Waja, Selasa (7/4).

Slamet mengatakan, dia baru serahkan SPDP untuk Anus Waja ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bajawa. Selama ini, kendati statusnya tersangka, namun SPDP belum dibuat.
Sedangkan penyidikan tersangka Theresia Tawa tidak lagi ditangani penyidik Polres Ngada, tapi Polda. Penyidik tinggal melengkapi berkasnya yang telah P19.

Menurut ketua tim kuasa hukum Keuskupan Agung Ende Petrus Salestinus, pengambilalihan penyidikan tersangka Anus Waja dan Theresia Tawa merupakan langkah tepat. Kerja Tim Polda NTT sudah menunjukkan hasil. Tersangka Anus Waja sudah ditahan kembali. Rasa keadilan masyarakat mulai terpenuhi.

“Sekarang sudah ada dua tersangka. Anus Waja dan Theresia Tawa. Sebenarnya tidak ada kendala dalam penyidikan kasus ini. Kendala dari luar tidak ada. Hanya kendalanya dari Polres Ngada yang berpihak pada tersangka. Polres Ngada tidak netral. Buktinya Anus Waja yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan, dilepaskan kembali oleh Polres Ngada. Sekarang kita harapkan Tim Polda bisa menangkap semua pelaku dan otak pembunuhan R omo Faustin,” kata Petrus Salestinus yang Selasa (7/4) bersama Silvester Nong Manis, Vikep Bajawa Rm Hengky Sareng Pr dan Rm Rony Neti Wuli dan Flores Pos ke Polres Ngada, tetapi tidak berhasil menemui Kapolres Erdy Swahariyadi.

Di Polres Ngada tim dilayani anggota Polres di Unit P3D Polres Ngada. Setelah buku tamu diisi, dibawa ke ruang kapolres. Anggota Polres yang membawa buku tamu mengatakan, Kapolres terlalu sibuk. “Sekarang Pak Kapolres sedang menerima tamu. Pak Dandim. Setelah Pak Dandim pulang Pak Kapolres memberikan pengarahan kepada para perwira dan para kapolsek.”*
Selengkapnya...

Panwas Laporkan Caleg ke Polisi

Dugaan Tindak Pidana Pemilu

Oleh Syarif Lamabelawa

MAUMERE -- Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Sikka melaporkan calon anggota DPRD Sikka dari Partai Amanat Nasional (PAN) yakni Fransiskus Ropi Sinde kepada polisi karena diduga melakukan tindakan pidana pemilu yakni memfitnah salah satu partai politik peserta pemilu.

“Kasusnya sudah kita limpahkan kepada Polres Sikka, pekan lalu,” kata Ketua Panwas Kabupaten Sikka, Alfons Gaudensius Sero, Selasa (7/4).

Panwas, katanya, menerima laporan dari Ferdi, salah seorang Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di Kecamatan Palue.

“Sesuai aturan, karena ini tindak pidana maka kita rekomendasikan ke polisi. Kalau pelanggarannya bersifat administrasi, kita rekomendasikan ke KPU,” ujarnya.

Penyidik Aiptu Sipri Raja atas nama Kapolres Sikka AKBP Agus Suryatna mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan tersebut dari Panwas Kabupaten Sikka sejak 30 Maret lalu. Para saksi telah dipanggil.
“Kasusnya sekarang kita sudah kita
Selengkapnya...

Mulai Hari Ini Kota Reinha Jadi “Kota Mati”

Oleh Frans Kolong Muda

LARANTUKA -- Mulai hari Rabu Trewa (Hari ini 8 April) suasana kota Larantuka berubah menjadi “kota mati”. Sepi. Ingar bingar kendaraan di jalur atau rute prosesi Jumat Agung lumpuh total. Sepanjang jalur jalan prosesi, mulai Kamis Putih dilakukan tikam turo atau pemancangan pagar untuk lilin prosesi melintasi 8 armida.

Hari Rabu Trewa, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Santo dan Minggu Paskah, umat Nasrani di Kota Reinha dan ribuan peziarah dari berbagai belahan tanah air larut dan khusuk dalam doa dan devosi. Umat Katolik mengenang kisah Sengsara, Wafat, dan Kebangkitan Tuhan Yesus, putra Penyelamat dan Pembebas dosa manusia.

Pantauan Flores Pos sejak Jumat (3/4) dan Senin (6/4) tidak sedikit warga Flotim yang berdomisili di luar Flotim dan Lembata sudah mulai berdatangan untuk tujuan mengikuti rangkaian Pekan Suci di Larantuka. Hotel dan penginapan termasuk rumah-rumah penduduk sudah disesaki para tamu, keluarga dan sahabat kenalan.

Sekretaris I Badan Penyelenggara Perayaan Pekan Suci Tahun 2009, Plasidus Nuba Ata Maran di Kantor Paroki Katedral Reinha Rosari Larantuka, Selasa (7/4) menjelaskan, persiapan panitia penyelenggara dalam menghadapi Semana Santa di Larantuka sudah 95 persen. Badan penyelengara Semana Santa yang dibentuk Senin (16/3) terdiri dari empat seksi yakni Seksi Listurgi dan Devosi, Seksi Keamanan dan Ketertiban, Seksi Perlengkapan dan Usaha Dana, serta Sekretariat.

Plasidus menyebutkan, hingga Selasa kemarin, pihak penyelenggara perayaan Semana Santa telah mendaftar sejumlah tamu penting dan kelompok-kekompok peziarah yang datang dari luar Keuskupan Larantuka. Tamu yang sudah terdaftar antara lain, Duta Vatikan untuk Indonesia, Mgr, Leopaldo Girelli. Mgr. Girelli dijadawalkan akan memimpin perayaan Misa Kudus Perjanmuan Malam Kamis Putih di Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka dan memimpin upacara Wafat Tuhan pada Jumat Agung pkl.15.00 Wita di Katedral Larantuka. Duta Vatikan juga akan mengikuti Lamentasi Jumat Agung pada pkl.18.00 Wita dan prosesi Jumat Agung mulai pkl.17.00 Wita hingga selesai pada Sabtu dini hari.

Tamu lain yang sudah mendaftar adalah, Kepala Depag Provinsi NTT, Yohanes Berchmans Bali, kelompok mahasiswa Undana, Unika Widya Mandira Kupang, Ukris Artha Wacana Kupang, STIM Kupang, Kelompok mahasiswa API Reinha, kelompok ziarah dari KeuskupanDenpasar, Padang, dan Jakarta, kelompok peziarah dari Keuskupan Agung Ende. Penyelengara Semana Santa memperdiksikan sekitar 15.000 peziarah akan mengikuti prosesi Jumat Agung di Larantuka.

Ketua Seksi Liturgi dan Devosi, Maria Regina Lamury di sela-sela kesibukannya menata kelengkapan perayaan di Gereja Katedral Selasa kemarin, menjelaskan, persiapan listurgis dan devosi sudah 90 persen. Persiapan yang harus dilakukan menjelang perayaan inti yakni dekorasi, latihan bersama petugas pada Kamis (9/4) pagi seusai misa pemberkatan minyak Krisma oleh Uskup Larantuka, Mgr Fransiskus Kopong Kung Pr.
Ketua Seksi Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Perayaan Semana Santa, Jaya Riberu Selasa kemarin menjelaskan, pengamanan umum dipimpin Polres Flotim dan di-back up oleh Kodim 1624 Flotim, dan Sat Pol PP. Pengamanan dilakukan secara terbuka dan tertutup.

Seksi Kamtib akan melakukan rapat pemantaban dan gladi bersih Rabu (8/4) di aula paroki Katedral Larantuka. Pengamanan melibatkan pemuda masjid Postoh, pemuda masjid Ekasapta, pemuda GMIT Eben Haizer, pemuda Hindu Dharma, dan orang muda Katolik (OMK) Paroki Katedral Larantuka, OMK Paroki San Juan Lebao, OMK Paroki St. Ignasius Waibalun, dan OMK Paroki Weri. Pengamanan prosesi akan diatur oleh confreria Reinha Rosari Larantuka.*

Selengkapnya...

Perempuan Lebih Banyak, Lelaki Punya Kekuasaan

Oleh Blanca Rosales
Sindikasi Pantau

PADA awal tahun ajaran baru di universitas-universitas Peru bulan ini, jumlah perempuan berkisar antara 65 dan 72 persen dari total mahasiswa yang mengambil jurusan komunikasi dan jurnalisme di tahun pertama. Fenomena ini menunjukkan peningkatan keberadaan wartawan perempuan di suratkabar-suratkabar di negeri ini.
Tapi mayoritas posisi pengambil keputusan di media cetak dan penyiaran tetap di tangan laki-laki.

“Kita harus menghadapi kenyatan ini: perempuan punya keunggulan dalam jumlah di ruang-ruang pemberitaan, tapi mereka bukan pengambil keputusan,” ujar Zuliana Lainez, sekjen National Association of Journalists (ANP), kepada IPS pada National Meeting of Women Journalists ke-3 di Lima awal bulan ini.
“Seperti juga yang dialami negara lain seperti Rusia atau Swedia, perempuan di Peru merupakan angkatan kerja dalam jurnalisme, tapi mereka tak menjadi pengambil keputusan,” ujarnya.

Tak satu pun suratkabar komersial di Peru dikepalai seorang perempuan. Hanya majalah yang fokus pada isu perempuan atau hiburan dan dunia pertunjukan yang memiliki pemimpin redaksi perempuan.

Hanya tiga dari 49 stasiun radio milik National Radio Coordination Committee (CNR), asosiasi stasiun radio komunitas, yang punya direktur perempuan, dan perempuan hanya mengepalai sedikit program radio di media penyiaran seluruh negeri.

Di televisi, perempuan hanya mengepalai dua program berita nasional, satu di antaranya mengudara pada hari Minggu. Tapi perempuan hampir selalu dipilih untuk membawakan program berita dan membacakan berita di radio, dan biasanya bersama seorang lelaki.

Hingga kini tak ada data rinci mengenai proporsi laki-laki dan perempuan yang bekerja sebagai wartawan di Peru. Tapi organisasi nonpemerintah Calandria mengatakan, perubahan drastis terjadi sejak 1997, ketika mereka merilis sebuah laporan mendalam mengenai gender dan pasar tenaga kerja di media.

Studi mereka, “Comunicadoras: Competencias por la Igualdad” (Komunikator Perempuan: Potensi untuk Kesetaraan), menyebutkan bahwa 31 persen wartawan yang bekerja di suratkabar adalah perempuan. Di televisi, proporsinya 26,8 persen.

Rosa Maria Alfaro, penulis studi itu, mengatakan bahwa peningkatan keberadaan perempuan di ruang pemberitaan dan lulusan jurusan komunikasi atau jurnalisme di 34 universitas di Peru setiap tahunnya sama sekali berkontradiksi dengan proporsi perempuan yang menjadi editor, produser, eksekutif, atau pemimpin redaksi.

Kini, sebagaimana tahun 1997, “Ada ketidakseimbangan antara persepsi publik mengenai partisipasi perempuan di media dan kekuatan mereka dalam industri media,” ujar Alfaro, yang mengkoordinasi studi mengenai gender dan media di Amerika Latin, kepada IPS.

Calandria, yang didirikan pada 1984, adalah asosiasi jaringan sosial yang mendukung kesetaraan gender di bidang komunikasi sebagai cara mendorong kepemimpinan perempuan untuk memperbaiki kinerja pemerintahan.

Langit-Langit Kaca Universal
Global Media Monitoring Project (GMMP) mengkaji keterwakilan perempuan di sektor media dalam perspektif gender setiap lima tahun. Ia dilakukan oleh World Association for Christian Communication (WACC), organisasi profesional yang berkaitan dengan gereja dan berbasis di London yang bekerja atas dasar agama dan partner sekuler untuk mempromosikan hak-hak komunikasi bagi perubahan sosial.

Kajian terbaru GMMP, dirilis pada 2005 dan berjudul “Who Makes the News?”, melaporkan bahwa 57 persen presenter televisi adalah perempuan. Tapi hanya 29 persen berita televisi yang ditulis oleh perempuan.

Sementara itu, hanya 32 persen dari apa yang dinamakan “berita keras” ditulis atau diliput oleh perempuan, yang lebih sering mendapatkan laporan bertema “ringan”, seperti isu-isu sosial, keluarga, atau seni dan “gaya hidup”. 40 persen berita “ringan” diliput oleh perempuan.

Pada 2002 sebuah laporan Canadian Newspaper Association (CNA) menyebutkan bahwa perempuan hanya menguasai delapan persen posisi pemimpin redaksi, dan 12 persen editor. Eastern Africa Journalists Association (EAJA) mengatakan pada 2008 bahwa kurang dari 20 persen posisi editor di kawasan itu yang diduduki perempuan.

Lainez mengaitkan fakta ini dengan situasi di Amerika Latin, yang menurut International Federation of Journalists (IFJ), 27,3 persen wartawan adalah perempuan –kecil sekali untuk mencapai posisi puncak pengambil keputusan.

Apa yang harus dilakukan untuk mematahkan mantera ini, yang menjadikan ruang-ruang pemberitaan sebagai tempat perbudakan? IFJ punya jawabannya, yang muncul pada Pertemuan Wartawan Perempuan di Peru: serikat-serikat dan asosiasi profesional harus bekerja dengan kebulatan terkad untuk meningkatkan jumlah perempuan yang duduk di badan pengambil keputusan di media.

Buku panduan wartawan IFJ, “Getting the Balance Right: Gender Equality in Journalism,” dirilis bulan ini, menekankan perlunya memperlakukan perempuan di tempat kerja, dan bagaimana mereka memperlakukan sesamanya, yang menunjukkan solidaritas gender.

Hanya inilah cara untuk membangun kepemimpinan perempuan di media, yang akan membuka pintu dan kesempatan bagi perempuan yang berkualitas baik, tulis buku tersebut.

Melawan Prasangka
Enith Fasanando, direktur program radio di Tarapoto, sebuah kota di daerah hutan di utara Peru, mengatakan kepada IPS tentang pengalaman pribadinya, dan banyak wartawan perempuan tentu akan setuju dengannya.

“Sulit untuk mengepalai satu tim dengan lima lelaki dan memberi mereka arahan. Sebab, mereka tak akan mau menerima perintah dari seorang perempuan. Sebagai contoh, ketika seorang kolega dan saya sedang menyajikan berita, dia akan membuat saya terlihat buruk atau meremehkan pendapat saya,” ujarnya.

“Sangat menyakitkan mengalami diskriminasi dari orang seprofesi, yang menolak untuk menghargai Anda, sekalipun Anda pantas menerimanya, hanya karena Anda seorang perempuan, dan Anda mendapatkan posisi itu dengan usaha Anda sendiri,” ujarnya. Fasanando harus membawa masalah itu ke pemilik (laki-laki) stasiun radio untuk menyelesaikannya.

Zenaida Solis, salah seorang wartawan ternama di negeri itu, yang selama tiga dekade menyapa pemirsanya setiap hari di televisi dan radio, mengatakan kepada IPS bahwa dia harus berontak terhadap upaya akan menjadikannya pajangan dan berperan sebagai “gadis cantik”.

Ketika dia mulai bekerja di televisi, lelaki memegang tanggung jawab pemberitaan dan wawancara penting. Tapi secara bertahap dia memasukkan komentar dan opini-opininya, menciptakan gaya unik yang dia pertahankan “tanpa mengkhianati hati nurani.”

Dengan cepat Solis menjadi penanggung jawab program radio hariannya selama 15 tahun, yang sempat dia tinggalkan untuk mengasuh anak-anaknya, karena jam kerja yang melelahkan dan menyita waktu. Politisi, pengusaha, dan pemimpin opini tampil di program bincang-bincang yang menjawab telepon dari pendengar.

“Saya selalu punya masalah dengan pemilik media tempat saya pernah bekerja,” ujar Solis, yang yakin bahwa konfrontasi akan selalu datang pada wartawan perempuan. Anggota-anggota komunitas bisnis sering menghindarinya ketimbang politisi, “tapi tak satu pun dari mereka bisa dengan mudah diwawancarai,” ujarnya.

Dalam pandangannya, pada akhirnya kekuatan ekonomilah yang menentukan keberlangsungan atau tidaknya proyek jurnalistik beserta timnya. Pemilik media tradisional selalu mencoba membangun hubungan dengan wartawan, sejalan dengan kepentingan finansial mereka,” dan terkadang mereka mendapatkannya, terutama jika bekerja sama dengan profesional muda,” ujarnya.

“Jika Anda jujur dan bekerja dengan integritas, dan lebih dari itu Anda seorang perempuan, saatnya tiba ketika Anda harus meninggalkannya, dan Anda pergi,” ujarnya, menyimpulkan.

Pekerjaan Sama, Bayaran Beda
Apakah perempuan menikmati kondisi setara dalam jurnalisme? Fasanando tak ragu untuk mengulang: “Tidak. Kami bekerja sesuai komitmen kami pada profesi ini, tapi tetap saja ada bermacam hambatan; bayaran menjadi yang pertama dan terpenting.”

“Kolega saya, yang memikul tanggung jawab sama seperti saya, dibayar tiga kali lebih banyak, sekalipun saya yang bertanggung jawab penuh di depan audiens,” ujarnya.

Solis menceritakan sebuah anekdot tentang pemilik penerbitan yang membayar pria lebih besar karena “pria adalah pencari nafkah keluarga,” dan tidak mempekerjakan banyak perempuan karena “mereka hanya bekerja dengan baik hingga mereka jatuh cinta.”
Untuk level dan tanggung jawab yang sama, perempuan dibayar lebih kecil ketimbang pria. Pada saat yang sama, ketika banyak perempuan bekerja paruh waktu atau lepas untuk menyeimbangkan tanggung jawab keluarga, perempuan lebih rentan dalam hal jaminan kerja, promosi, dan status hukumnya, ujar para peserta dalam Pertemuan Wartawan Perempuan itu.

Tapi tampaknya ada oasis dalam keadilan gender dalam serikat-serikat jurnalisme. “Ada dua perempuan yang memimpin serikat dan sisanya pria, tapi kami bekerja sama secara setara, mempromosikan tujuan yang sama, dan mereka mendorong tuntutan kami,” ujar Fasanando.

Perempuan Korban Reproduksi Stereotipe
Pertemuan Wartawan Perempuan di Lima juga menyinggung masalah korban sebagai pelaku (victimiser), seperti perempuan yang mengalami diskriminasi dan stereotipe seksis di ruang-ruang pemberitaan dan melalui media, dan lalu cenderung untuk mereproduksi seperti diskriminasi dalam pekerjaan mereka sebagai reporter.

Perempuan, yang merupakan korban diskriminasi, dalam hidup dan profesinya bisa terasing, mengulang, dan memaksakan “machista” atau persepsi perempuan yang seksis, dan memerankan diri sebagai objek di ruang pemberitaan, ujar studi Calandria tahun 1997, yang setiap detilnya sesuai kondisi saat ini, ujar wartawan-wartawan perempuan.

Ini seolah-olah banyak wartawan perempuan setuju untuk “tetap pada peran mereka sebagai pencuci piring, tapi kali ini di depan publik,” ujar seorang peserta pertemuan itu.

Media perempuan ternama, proporsi terbesarnya pada apa yang dijalankan perempuan, memperkenalkan perempuan sebagai objek dan reproduksi yang anakronistis dan macho (machista) klise mengenai peran perempuan: “anak kucing seksi yang menarik, ibu yang suci, penyihir yang misterius, orang yang gila jabatan politik dan perusahaan,” sebagaimana daftar dalam buku panduan IFJ.

Beragam stereotipe yang membatasi kekuatan perempuan dalam masyarakat ini dikutuk dalam sebuah deklarasi yang diadopsi pada Konferensi PBB mengenai Perempuan ke-4 di Beijing pada 1995.

Dalam Platform Aksinya, Konferensi Beijing menyerukan agar pemilik media dan profesional mengembangkan mekanisme pengaturan yang menampilkan gambaran perempuan secara lebih positif, akurat, seimbang, dan beragam di media.*

Selengkapnya...

Bercermin pada Jati Diri Politisi Sejati

Oleh P Markus Tulu SVD
Anggota JPIC SVD Ende

SOKRATES, seorang politisi kawakan Yunani menegaskan kebijaksanaan politiknya demikian; “Seorang politisi yang bijaksana adalah seorang politsi sejati. Politisi sejati adalah orang yang mengerti bahwa hal yang paling buruk dalam kehidupan bersama adalah bukanlah menderita ketidakadilan, melainkan melakukan ketidakadilan.” Sokrates yang dikenal sangat mahir dalam seni berargumentasi dan kritis-tajam mempertanyakan pandangan-pandangan politik tradisional dan memprotes soal moralitas khususnya etika politik seringkali diremehkan oleh para politisi bangsanya.

Kegigihan Sokrates memperjuangkan nilai keadilan dan kebenaran selalu berlangsung dalam suhu politik yang dialogis. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan tajam dan dengan mimbar dialog, Sokrates mengupayakan untuk menghantar sekian banyak orang sebangsanya dari paham-paham yang dangkal, karena sudah dikaburi dengan pelbagai kepentingan, dan paham-paham yang dinodai dengan politik etnis dan kelompok, kepada paham-paham dan pengertian yang mendalam, kritis, jernih dan objektif, yakni paham-paham untuk kepentingan umum, kepentingan bangsa. Bukti kesungguhan Sokrates dalam mengusahakan keadilan dan kebenaran adalah sikapnya terhadap kematiannya.

Oleh kegigihannya mengusahakan soal keadilan dan kebenaran, dirinya diperhadapkan dengan penjara dan kematian. Dalih yang paling busuk untuk mematikan perjuangannya menegakan keadilan dan kebenaran adalah bahwa dirinya dituduh oleh musuh-musuhnya sebagai ateis, bahwa ia mengajar orang-orang muda untuk tidak percaya kepada dewa-dewa. Kendatipun berisiko penjara dan kematian, Sokrates tetap berdiri tegak mengajarkan yang benar dan yang adil. Itulah kesejatian Sokrates dalam pandangan dan sikap politiknya. Banyak tawaran dari orang-orang yang berpihak padanya untuk melarikan diri, tetapi tetap saja Sokrates menolak dan bahkan ia mau mendidik dan memberikan contoh bahwa orang harus taat kepada negara, entah yang dituntut negara sesuai atau tidak dengan soal keadilan dan kebenaran. Baginya keadilan dan kebenaran adalah hal yang termahal untuk kehidupan karena itu sekalipun harus dibayar dengan nyawa ia rela. Karena bagi Sokrates, terlibat dalam berpolitik berarti membaktikan hidupnya untuk kesejahteraan bersama dan kebaikan umum.

Realitas politik bangsa ini menunjukkan bahwa betapa banyak warga bangsa yang menyebut-nyebut dirinya ataupun disebut-sebut pihak lain sebagai politisi-politisi bangsa, atau sekurang-kurangnya politisi daerah. Akan tetapi apakah politisi-politisi yang ada sungguh merupakan politisi sejati? Saya ragu! Walau untuk mengakui kesejatian seorang politisi, memang bukan sebuah pekerjaan ringan. Karena selalu mengandaikan pengenalan secara komprehensif tentang seluruh kepribadian dan kapasitas intelektual serta moralitasnya secara mendalam.

Tidak dapat disangkal bahwa saat-saat menjelang Pemilu Legislatif, juga merupakan saat-saat menjamurnya para calon anggota legislatif, dan bisa sangat mungkin menjadi saat-saat yang membuat masyarakat kita akan menjadi tidak kritis berpolitik. Partisipasi politik memang merupakan esensinya sebuah negara demokrasi, tetapi partisipasi politik tanpah pencerahan politik menjadi sangat mungkin munculnya ketidakcerdasan berpolitik. Lalu pertanyaan, menjadi tanggung jawab siapakah untuk memberikan pencerdasan politik kepada masyarakat? Sejauh mana institusi-institusi dalam masyarakat kita merasa bertanggung jawab dengan realitas politik yang masih begitu memprihatinkan it? Bukan lagi rahasia bahwa institusi-institusi yang menurut kewenangan legal pun terkadang tidak paham harus bagaimana melaksanakan tanggung jawab yang sebenarnya.

Politisi-politisi bangsa dan juga daerah ini, memang tidak berlebihan kalau dibilang terbanyak lahir dari faktor “keberuntungan.” Banyak politisi sering sampai bisa tampil ke panggung politik bukan karena kesejatian perjuangannya dan atau karena jasa-jasa gemilang masa lalunya. Bukan juga karena kualitas intelektual yang mengagumkan dan atau integritas dan kapasitas kepribadian yang membanggakan. Tetapi lebih hanya karena ikatan emosional dan bahkan sentimen politik kedaerahan, kelompok, golongan dan juga etnis. Dampaknya bahwa kita hanya lebih banyak mempunyai politisi-politisi “penggembira” tapi kemudian melepaskan banyak keluhan artinya pandai menghibur tapi pasti munafik dan tipu daya, oportunis, tidak bergigi, gampang disuap dan sering memperjuangkan kepentingannya sendiri, bahkan menjadikan kursi DPR sebagai tempat untuk mencari makan.

Pertanyaan refleksif bagi masyarakat pemilih, “mengapa kita tidak mengubah sikap dan cara pandang kita, dalam kita berpartisipasi di bidang politik, dalam memilih wakil-wakil kita pada pemilu legislatif yang akan datang?” Beranikah kita untuk membongkar dan menyingkirkan ikatan-ikatan primordial, yang sesungguhnya hanya mengkerdilkan cara berpolitik kita, dan membuat kita tidak menjadi kritis dan militan dalam berpolitik? Lebih dari itu, ketika kita salah memilih wakil kita, itu sama halnya dengan sadar kita membuka peluang untuk semakin maraknya terjadinya praktek KKN dan konspirasi politik dalam tubuh penguasa yang serakah dan arogan, sementara kita masyarakat pemilih terus dibiarkan tidak terurus dan bahkan bisa terjadi hak-hak kita orang kecil dirampas dengan cara sewenang-wenang pada gilirannya.

Menjadi seorang politisi sejati di zaman reformasi sekarang ini, mestinya pertama-tama merasa terpanggil untuk membaktikan hidupnya demi kebaikan bersama dan kesejahteraan masyarakat. Seorang politisi sejati, mestinya menjadi pejuang yang militan, yang setia memperjuangkan keadilan dan menegakkan kebenaran. Politisi sejati, adalah orang yang dengan sikap kritis dan tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat, dan dengan gigih berjuang untuk membela rakyat kecil yang hak-haknya seringkali dilecehkan, dan bahkan dirampas hak hidupnya oleh arogansi sebuah rezim yang represif dan otoriter. Seorang politisi sejati tidak berpikir untuk mengutamakan kepentingan pribadi, tetapi bakti diri untuk kepentingan umum dan kesejahteraan bersama.

Seorang politisi sejati mesti menyadari bahwa punggungnya adalah tempat topangan yang kokoh untuk menopang berbagai persoalan masyarakat . Dada dan hatinya adalah benteng pertahanan kuat untuk menampung pelbagai aspirasi masyarakat yang datang. Kepala dan otaknya adalah sumber inspirasi untuk menghasilkan solusi-solusi dan kebijakan-kebijakan yang realistis dan akurat untuk perubahan hidup masyarakat banyak. Mata dan telinganya adalah “cahaya” untuk tetap dan terus saja melihat dan mendengarkan apa yang terjadi dan yang terus meliliti hidup masyarakat. Kaki dan tangannya adalah perwujudan dari inspirasi, aspirasi dan sikap kritis serta tanggap terhadap psersoalan-persoalan masyarakat banyak.

Kehadiran politisi sejati memang tuntutan mendesak bagi kelompok masyarakat kritis masa kini. Tapi apakah masyarakat umum sudah mendapatkan pencerahan atau pemberdayaan politik yang memadai untuk akhirnya bisa secara bersama mengusung politisi-politisi harapan itu? Kenyataan adalah bahwa kelompok masyarakat kritis adalah kelompok yang minoritas dalam masyarakat kita. Seringkali kelompok masyarakat kritis ini berhadapan dengan kelompok yang punya kuasa, punya uang dan punya senjata. Berhadapan dengan pihak-pihak yang punya kuasa, uang dan senjata, kelompok minorotas intelektual dicap sebagai penantang kebijakan pemerintah dan penghalang pembangunan bangsa. Kendatipun cap yang ada sebenarnya cuma dalih yang menutupi kelemahan dan kebobrokan dalam mereka mengelola politik. Dan itulah buruknya pemerintah kita.

Akan tetapi kekuasaan yang sewenang-wenang dan dianggap kuat bukan berarti terlalu sulit untuk ditumbangkan. Menghadapi realitas politik yang seperti sekarang ini adalah konsistensi sikap politik dari masyarakat banyak menjadi yang terpenting dan mendesak. Masyarakat banyak harus bersatu sikap melawan segala yang jahat secara bersama. Dan untuk mendapatkan kesatuan sikap masyarakat, atau masyarakat tidak gampang dipolarisasi oleh kekuasaan yang serakah, maka sejak sekarang dan pada pemilu legislatif ini kita perlu tampilkan politisi-politisi sejati, yakni politisi-politisi yang mengutamakan masyarakat banyak, yang bertekad adanya perubahan dan yang berani berseberangan dengan kekuasaan yang tidak merakyat, dan dengan pemodal yang serakah serta dengan senjata yang dipakai secara sewenang-wenang. Kendatipun akhirnya politisi-politisi sejati itu harus berhadapan dengan risiko politis dan jabatan yang harus dipertaruhkan, tapi bercermin pada kesejatian sikap politik Sokrates, mudah-mudahan politisi-politisi yang akan kita usung adalah orang-orang yang cerdas secara intelektual dan emosional, bermartabat, dan mempunyai integritas moral, sehingga pada waktunya mereka sungguh menunjukkan kesejatian sikap politiknya sebagai bakti hidupnya bagi kesejahteraan masyarakat banyak. *
Selengkapnya...

Kepala Telkom Dituntut Satu Bulan Penjara

Kasus Perbuatan Tidak Menyenangkan
Oleh Steny Leuweheq

LEWOLEBA - Kepala Telkom Lewoleba, Jefta Loak dituntut 1 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum, dalam lanjutan sidang, Senin (6/4). Jefta Loak yang ditahan oleh Kejaksaan Negeri Lewoleba sejak (20/3) lalu disangkakan melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap wartawan Flores Pos Maxi Gantung terbukti melanggar pasal 335 KUHP.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arif Kanahau, dalam sidang lanjutan dengan agenda sidang pembacaan tuntutan mengatakan terdakwa terbukti melanggar pasal 335 KHUP. Sebelum membacakan tuntutan, Jaksa Arif membacakan beberapa pertimbangan yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Yang memberatkan terdakwa bahwa perlakuan terdakwa membuat korban malu dan terinjak-injak harga dirinya juga karena terdakwa melarang korban untuk menggunakan fasilitas umum.

Sementara hal yang meringankan terdakwa yakni terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa punya tanggungan istri dan anak. Terdakwa dalam keterangan di persidangan tidak berbelit-belit dan kedua belah pihak sudah berdamai.

Dalam kasus perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Kepala Telkom Lewoleba, Jefta Loak terhadap Maximus Gantung, JPU mengatakan bahwa Jefta Loak terbukti melakukan tindakan perbuatan tidak menyenangkan dengan melanggar pasal 335 KUHP ayat 1 huruf e dan terdakwa dituntut 1 bulan penjara. JPU minta kepada majelis hakim agar terdakwa tetap ditahan. Terdakwa membayar biaya perkara Rp1000.

Usai membacakan tuntutan, Ketua Majelis Hakim, Houtman Tobing menanyakan kepada terdakwa, apakah terdakwa melakukan pembelaan dan menerima tuntutan jaksa. Terdakwa Jefta Loak tidak melakukan pembelaan dan menerima tuntutan jaksa penuntut umum. Sidang akan dilanjutkan Rabu (8/4) dengan agenda putusan hakim.

Maxi Gantung usai persidangan mengatakan dirinya belum bisa memberikan komentar banyak terkait proses hukum yang sedang berjalan ini. ”Saya sedang mempelajari dan memperdalam proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.

Maxi mengatakan sejak kasusnya ini diproses di polisi hingga di Pengadilan, dia baru sadar betul bahwa beginilah hukum kita di Indonesia.*

Selengkapnya...

Hari Ini, Bupati dan Wakil Bupati Ende Dilantik

Oleh Hieronimus Bokilia

ENDE -- Menurut rencana hari ini Selasa (7/4) Gubernur NTT Frans Lebu Raya melantik bupati dan wakil bupati Kabupaten Ende terpilih Don Bosco M Wangge dan Achmad Mochdar. Pelantikan akan dilangsungkan dalam rapat paripurna istimewa DPRD Ende dipimpin Ketua DPRD Ende Titus M Tibo.

Ketua Panitia Pelantikan, Hendrikus Seni di Kantor DPRD Ende, Senin (6/4) mengatakan, persiapan pelaksanaan pelantikan sudah sangat maksimal. Dengan selesainya gladi bersih yang dihadiri bupati dan wakil bupati terlantik, maka persiapan boleh dikatakan sudah 100 persen. Dia berharap, persiapan yang sudah matang ini tetap dijaga agar pada pelaksanaan pelantikan semuanya bisa berjalan lancar, aman, tertib dan sukses.

Jemput di Kediaman Pribadi
Bupati dan wakil bupati akan dijemput di kediaman masing-masing.Tiba di kantor DPRD akan disambut dengan tarian.

Hendrik Seni katakan, pelantikan bupati dan wakil bupati akan dilakukan oleh Gubernur NTT Frans Lebu Raya atas nama Menteri Dalam Negeri RI. Pelantikan akan dihadiri juga oleh Wakil Gubernur NTT Esthon L Foenay dan sejumlah pejabat lainnya dari provinsi. Hadir juga bupati se-daratan Flores. Bupati yang sudah menyatakan hadir adalah bupati Flores Timur, Sikka, Nagekeo, Ngada, Manggarai dan Manggarai Timur.

3.500 Undangan
Sedangkan undangan yang diperkirakan bakal hadir dalam pelantikan bisa lebih dari 3.500 undangan. Karena jumlah undangan yang dikeluarkan panitia sebanyak 3.500 buah. Tapiundangan yang bakal hadir bisa lebih dari itu.

Pantauan Flores Pos di Kantor DPRD Ende, panitia telah menggelar gladi bersih. Semula, gladi dilaksanakan oleh panitia tanpa dihadiri bupati dan wakil bupati terlantik dan bupati dan wakil bupati yang akan memasuki akhir masa jabatan.
Setelah dianggap sudah baik, panitia kemudian menggelar gladi bersih yang dihadiri Don Bosco M Wangge dan Achmad Mochdar, bupati dan wakil bupati yang akan dilantik dan Paulinus Domi dan Bernadus Gadobani, bupati dan wakil bupati yang akan memasuki purna tugas.

Gladi bersih berjalan tertib sesuai jadwal yang telah diatur baik oleh petugas dari provinsi maupun petugas dari protokoler kabupaten.*

Selengkapnya...

Romo Edmundus Woga, Uskup Weetebula

Oleh Wall Abulat

MAUMERE -- Paus Benediktus XVI, Sabtu (4/4), mengumumkan pengangkatan Romo Edmundus Woga, CSsR menjadi Uskup Weetebula menggantikan Mgr Gerulfus Kherubim Pareira SVD yang kini jadi Uskup Maumere.

Berita gembira ini diumumkan secara luas kepada umat Katolik di Keuskupan Maumere yang disampaikan Uskup Kheru di Istana Keuskupan melalui radio Keuskupan Rogate, Sabtu pukul 18.00. Uskup Edmundus Woga adalah kelahiran Hewokloang, Keuskupan Maumere, 17 November 1950.

Sekretaris Keuskupan Maumere, Romo Marius Antonius Tangi Pr di Maumere, Senin (6/4) menjelaskan kabar sukacita itu disampaikan secara langsung oleh Paus Benediktus melalui Radio Vatikan, pada Sabtu siang waktu Vatikan atau pukul 18.00 waktu Indonesia Tengah. “Berita gembira ini telah disebarluaskan melalui Radio Keuskupan Maumere Rogate oleh Bapak Uskup Maumere, bersamaan dengan pengumuman Vatikan,” katanya.

Dengan telah ditunjukknya Uskup Weetebula definitif, lanjut Dosen pada STFK Ledalero ini, maka tugas kegembalaan di Keuskupan Weetebula pasca ditinggalkan Uskup Kheru dapat berjalan normal. “Pengangkatan Romo Edmundus Woga merupakan berita gembira bagi umat Katolik, khususnya umat Katolik Keuskupan Weetebula,” katanya.

Data yang dihimpun Flores Pos menyebutkan Uskup terpilih selama ini menjabat beberapa jabatan penting dalam gereja di antaranya sebagai Provinsial Redemptoris Indonesia, dan Administrator Keuskupan Weetebula.*
Selengkapnya...

Larantuka Beranda Vatikan di Indonesia Timur

Kupang, Antara
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya menyatakan setuju jika Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur dijuluki sebagai Beranda Vatikan di kepulauan Indonesia bagian timur.

Julukan "Beranda Vatikan" tersebut mengacu pada tradisi Prosesi Jumat Agung, sebuah wisata rohani keagamaan yang masih terus dipertahankan oleh Gereja Katolik di ujung timur Pulau Flores itu sejak abad XVI tatkala Portugis menyebarkan misi agama di wilayah itu.

Demikian hal yang mengemuka dalam pertemuan antara Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dengan Direktur Pemberitaan Perum LKBN ANTARA Saiful Hadi di Kupang, Senin, terkait dengan rencana kerja sama kedua belah pihak dalam pengembangan portal berita.
Menurut Saiful Hadi, Aceh dijuluki sebagai Serambi Mekah Indonesia, karena mayoritas masyarakat di wilayah itu beragama Islam, sehingga tidak ada masalahnya jika Larantuka dan Flores Timur dijuluki sebagai "Beranda Vatikan".

"Flores Timur tidak hanya karena mayoritas penduduknya beragama Katolik, tetapi juga ada tradisi keagamaan, yaitu Prosesi Jumat Agung yang sampai saat ini masih terus dipertahankan. Maka cukup elok jika Larantuka dijuluki sebagai Beranda Vatikan," katanya.

Gubernur Lebu Raya juga menyatakan sependapat dengan argumentasi yang dilontarkan oleh Saiful Hadi soal ide menjadikan Larantuka sebagai Beranda Vatikan di wilayah kepulauan Indonesia timur, dengan mengacu pada julukan Serambi Mekah untuk Aceh.
Menurut dia, Prosesi Jumat Agung memiliki nilai religi keagamaan yang sangat luar biasa sehingga perlu dijual ke seantero dunia untuk menarik minat para peziarah Katolik dari berbagai belahan dunia untuk datang ke Larantuka.

"ANTARA mampu melakukan itu (mempromosikan Prosesi Jumat Agung lewat ANTARA TV serta jaringan portal berita yang dapat diakses oleh semua warga dunia lewat antara.co.id," katanya menambahkan.

Gubernur Lebu Raya menyambut baik gagasan kerja sama tersebut, dan akan menindaklanjuti dalam bentuk yang lebih konkrit dengan Perum LKBN ANTARA.

"Saya datang ke sini juga membawa pula dengan kru ANTARA TV untuk menunjukkan bahwa ANTARA serius membangun kerja sama dengan Pemda NTT," kata Saiful Hadi.*

Selengkapnya...

Tuan Ma dan Kota Reinha

Oleh P Alex Beling SVD

KATAKAN saja, di seluruh dunia ada hanya satu Tuan Ma dan ada hanya satu Kota Reinha. Orang Larantuka atau Orang Nagi pasti senang mengakui bahwa ini memang benar. Tidak ada tempat lain kecuali di Larantuka, ibu Kota Flores Timur di mana orang berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai milik pusaka sendiri. Tentu juga orang-orang Nagi yaitu orang-orang asal Larantuka yang tinggal di mana saja di luar Larantuka pasti berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai harta puska sendiri.

Pada memasuki masa Puasa Katolik atau masa Prapaska kita bisa merasakan di Larantuka suatu suasana di mana orang mulai berbicara mengenai istilah-istilah, nama-nama dan lain-lain yang diangkat dari tradisi agama menyangkut Semana Santa. Di tengah-tengah seluruh tata Liturgi ( upacara resmi) Gereja Katolik terletak perayaan Paska atau Kebangkitan Yesus Kristus dari alam maut. Itulah puncak atau perayaan inti iman Katolik. Untuk menekankan makna luhur dari perayaan Paska itu disusunlah kerangka perayaan-perayaan, baik sebagai persiapan maupun sebagai penyudahan atau penerapan.

Persiapan khusus dilaksanakan selama 40 hari masa Puasa atau Prapaska, dimulai pada Hari Rabu Abu dan berakhir pada Hari Jumat Agung. Sedangkan hari-hari Minggu sesudah Paskah adalah masa mengenang, bersyukur dan menerapkan makna Paska dalam kehidupan. Dengan demikian Paska mendapat tempat sentral dalam kehidupan kristiani.

Dalam Liturgi Gereja Katolik dikenal Minggu Kudus, yang disebut juga Pekan Suci ialah waktu satu minggu menjelang pesta Paska untuk melangsungkan perayaan-perayaan peringatan kejadian-kejadian pada akhir hidup Yesus Kristus terutama penderitaan, wafat-Nya serta kebangkitan-Nya. Di Larantuka, di luar perayaan liturgis sebagaimana berlaku dalam Gereja Katolik di seluruh dunia, ada yang disebuat Semana Santa (bahasa Portugis, artinya Minggu Kudus). Dengan nama Semana Santa dimaksudkan bukan hanya segala perayaan yang berlangsung dalam Minggu Kudus sebelum Paska, melainkan juga mengenai banyak hal lain yang dilaksanakan selama masa Puasa, seperti doa bergilir, latihan-latihan dan pertemuan-pertemuan. Semana Santa dalam arti semput dimulai pada Hari Minggu Palma. Lalu menyusul hari Rabu yang disebut Rabu Trewa.

Selanjutnya pada hari Kamis yaitu Kamis Putih selain upacara liturgis di gereja ada upacara tersendiri di Kapela Tuan Ma : kapela dibuka dan patung Tuan Ma disiapkan. Hari Jumat Agung (disebut juga Sesta Fera) adalah hari besar mengenang wafatnya Yesus Almasih, dan pada malam harinya dilangsungkan perarakan besar memperingati pemakaman Tuhan Yesus. Hal-hal khusus ini dilaksanakan menurut peraturan-peraturan tradisional keagamaan yang ketat dan yang berlaku turun-temurun. Tradisi Semana Santa itu sedemikian tertanam dalam hati orang Nagi (orang Larantuka) sehingga sudah merupakan bagian integral dari suatu kebudayaan religius atau Adat Serani.

Tuan Ma
Dua objek religius dalam kompleks perayaan Semana Santa yang mendapat perhatian istimewa ialah Tuan Ma dan Tuan Ma (Tuan Mama) ialah Santa Bunda Maria, sedangkan Tuan Ana ialah Tuhan Yesus atau Tuhan Anak Alllah. Tuan Ma dan Tuan Ana masing-masing dikenal dalam rupa dua patung khusus yang disimpan dan dihormati dalam masing-masing kapela yang dikenal sebagai Kapela Tuan Ma yang terdapat di Larantuka di Kampung Batu Mea, Kapela Tuan Ana di Kampung Lohayong. (NB. Dalam Kapela Tuan Ma ada lagi satu patung Santa Maria yaitu Maria Reinha Rosari yang disebut juga Maria Alleluya.

Dalam beberapa tahun terakhir dua kapela yang tua sudah diganti dengan bangunan-bangunan kapela-kapela yang indah. Selama masa Puasa dilaksanakan kegiatan-kegiatan Semana Santa sesuai peraturan yang berlaku, yang disebut dengan istilah serewi-serwisu Deo (layan-melayani Tuhan).

Tentang patung Tuan Ma yang disebut juga patung Mater Dolorosa (Bunda Berdukacita) ada cerita, bahwa patung yang kira-kira satu setengah meter tingginya adalah patung Bunda Maria yang konon 500 tahun lalu terhayut dari laut dan diketemukan terdampar di Pante Ae Kongga Pante Besar Larantuka. Setelah dikenal bahwa itu adalah patung Bunda Maria, maka umat Katolik telah mengambil dan menempatkannya dalam sebuah kapela di mana orang berdoa dan memuji Allah dan Bunda Maria. Patung itu biasa kelihatan terbungkus dengan sebuah mantol indah yang besar berwarna biru tua, dan yang nampak hanya wajah dan tangan kanan yang terbuka. Sejak ratusan tahun sudah ada kegiatan devosi rakyat turun-temurun dan berada di bawah perlindungan dan pimpinan penguasa setempat yakni Raja Larantuka yang mempunyai juga fungsi dan kewajiban tertentu dalam upacaya-upacara menyangkut Tuan Ma. Sebagai seorang raja yang beragama Katolik, Raja Servus I, dia telah menyatakan kesetiaan pada tugasnya itu dengan menyerahkan tongkat kerajaan secara resmi kepada Santa Bunda Maria. Dengan demikian secara simbolis dia mempercayakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat kerajaannya dalam tangan Santa Bunda Allah yang dilantik menjadi Reinha (Ratu) kota dan kerajaan Larantuka.

Untuk mengungkapkan cinta kepada Santa Maria istilah Tuan Ma terasa lebih manis dan mesra, sedangkan Reinha (bahasa Latin Regina) atau Ratu lebih bernuansa penguasa.
Penghormatan terhadap Tuan Ma sudah mantap sebagai suatu tradisi terhormat dan terbukti oleh kesetiaan umat dan oleh siapa saja yang menunjukkan respek terhadap milik rohani ini. Kesetiaan hormat dan cinta kepada Santa Bunda Maria ini berdasarkan ajaran Gereja Katolik tentang Santa Maria dalam peranannya yang sangat erat berkaitan dengan hidup serta karya Yesus Kristus. Santa Maria adalah Bunda yang melahirkan Yesus Kristus, dan dia adalah juga Bunda Gereja yaitu umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Kesetiaan menghormati dan mencintai Santa Bunda Maria (Tuan Ma) mempunyai dasar dalam pengalaman-pengalaman, baik yang nyata dan dapat dibuktikan maupun yang tidak nampak dan bersifat spiritual.

Ambil sebagai contoh, sudah jutaan jumlah orang yang berziarah ke Lourdes di Perancis, di antaranya sangat banyak yang pergi sebagai pasien dan penderita macam-macam penyakit, untuk berdoa memohon penyembuhan. Jumlah mereka yang benar-benar secara ajaib sembuh dengan perantaraan Bunda Maria, tidak seberapa kalau dibanding dengan jumlah yang jauh lebih besar dari mereka yang pulang dengan hati dan jiwa yang disembuhkan oleh rahmat pertobatan dan belaskasihan ilahi serta kegembiraan batin. Kita patut percaya bahwa tak terhitung pengalaman-pengalaman kesembuhan dalam hati dan jiwa dalam arti ini telah terjadi dengan perantaraan Tuan Ma.

Hal itu dibuktikan oleh semangat devosi ini yang menyebar sangat luas dan menarik minat para pencinta Santa Maria khusus dalam perayaan Semana Santa. Di samping itu dalam pelbagai peristiwa di kawasan ini seperti bencana alam, wabah penyakit dan lain-lain, baik pengalaman umum maupun privat, orang dapat membaca tanda-tanda yang mencolik dari intervensi Bunda Allah yang tak pernah meninggalkan siapa pun yang berseru meminta pertolongannya.

Tuan Ma patut di anggap sebagai anugerah Allah untuk menjadi sarana identifikasi iman serta cinta yang hendaknya disebarluaskan guna menyembuhkan banyak penyakit jasmani dan penyakit rohani dalam masyarakat kita. Semua orang yang dating dari mana saja untuk memberi hormat kepada Tuan Ma dalam perayaan Semana Santa hendaknya kembali sebagai pelaksana cinta, persaudaraan dan damai. Dengan demikian nilai dan makna yang benar dari devosi kepada Tuan Ma tetap dijunjung tinggi dan dibersihkan dari setiap unusr yang menodainya.

Kota Reinha
Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Larantuka, dengan suatu rasa bangga menggelar dirinya sebagai Kota Reinha atau Kota Santa Maria Ratu. Dalam dokumen-dokumen sejarah dapat ditelusuri tahap-tahap tumbuhnya tempat pemukiman di mana sekarang terdapat Kota Larantuka yang menunjukkan variasi-variasi ekologis yang indah dan menarik. Gunung Ilemandiri dengan tinggi 1502 meter nampak bagaikan sebuah tugu pelindung dan merupakan lantar belakang alami dari panorama sebuah kota yang hanya menempati wilayah pesisir yang sempit.

Di situlah Larantuka telah bertumbuh menjadi sebuah kota di pantai. Selat Larantuka di depannya yang memberi kesan sebagai sebuah danau besar karena di semua sisi tertutup, juga oleh pulau Adonara dan Solor. Sebenarnya Larantuka hanyalah sebuah kota kecil dengan fasilitas umum terbatas. Namun justru sebagai kota yang kecil dapat dipelihara sedemikian sehingga menjadi “kecil tapi indah”.

Dokumen-dokumen sejarah menyimpan amat banyak kisah peristiwa dan pengalaman Kota Larantuka, di antaranya yang berkaitan dengan penyebaran agama Katolik oleh para misionaris dari Portugal. Dari merekalah orang-orang pribumi yang dipermandikan menyimpan pelbagai peninggalan berharga yakni iman akan Yesus Kristus dan Injil-Nya, serta devosi kepada Santa Bunda Maria di samping kebiasaan-kebiasaan kehidupan Kristiani yang terpelihara dalam tradisi turun-temurun, hingga hari ini. Semuanya ini menjadikan Kota Larantuka sebuah kotra tradisi Kristiani. Devosi yang khusus kepada Santa Maria merupakan kekayaan rohani tersendiri sehingga Santa Perawan Maria mendapat tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Kota Larantuka dengan gelar Reinha atau Ratu dan kota Larantuka mendapat kehormatan disebut Kota Reinha alias Kota Santa Maria.

Kehormatan Menuntut Kewajiban
Gelar Ratu untuk Santa Maria sebagai Pelindung Khusus kota Larantuka buka hanya hiasan mulia dan indah. Tuan Ma juga bukan hanya sebuah patung atau gambar kudus. Menjalankan devosi kepada Santa Maria yang bergelar Reinha atau Ratu harus menghasilkan nilai-nilai kultural terhormat dalam tata kehidupan Kota Larantuka yang pantas dan cocok dengan gelar kehormatan itu. Artinya, ada tuntutan dan kewajiban untuk memberi suatu wajah yang indah terpelihara, ayu dan manis kepada kota yang disebut dengan nama khusus Kota Reinha.

Kalau berbicara tentang kota ini sebagai tempat pemukiman manusia pada saat ini, dengan amat menyesal harus diakui bahwa banyak sector dari tempat diam ini nampak menjengkelkan : sangat jorok, kotor, dan berbau busuk. Di tengah kota, di antara rumah-rumah kediaman terdapat sampah-sampah berhamburan dan tidak pernah ada usaha untuk menertibkan. Tempat-tempat yang penuh dengan sampah adalah selokan-sekolah (got) di mana air tak pernah mengalir. Selanjutnya, satu tindakan yang harus disebut sebagai kejahatan ialah coret-mencoret pada tembok-tembok, dinding-dinding rumah, pada jalan-jalan, ya pada apa saja. Satu tanda jelas bahwa tidak ada suatu disiplin dan peraturan hidup bersama, sepertinya ada suatu budaya kotor yang mengandung ancaman penyakit-penyakit bagi kehidupan di Kota Reinha. Kita tidak minta suatu Dinas Pemerintah untuk membersihkan dan membasmi kejahatan ini. Yang wajib dan dituntut adalah warga penduduk sendiri untuk memelihara Kota Larantuka, Kota Reinha yang bernuansa bersih, indah, segar, dan sehat.

Kota Larantuka dan lingkungannya yang indah memesona bersama kekayaan ritual keagamaannya dapat memikat hati lebih banyak orang dari luar yang suka dating mengambil bagian dalam perayaan Semana Santa. Sebagai tuan rumah yang baik dan ramah Orang Nagi boleh saja mengundang, tapi harus memperlihatkan wajah kota ziarah ini selalu sebagai tempat yang sangat layak bergelar Kota Reinha.*

Selengkapnya...