31 Maret 2009

Satlantas Polres Sikka Razia di Sekolah-Sekolah

Memeriksa Kelengkapan Surat-Surat

Oleh Syarif Lamabelawa

MAUMERE -- Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Sikka melakukan razia di sekolah-sekolah guna memeriksa kelengkapan surat sepeda motor, termasuk surat izin mengemudi (SIM) para siswa. Satlantas juga mengagendakan untuk melakukan razia di kantor-kantor pemerintah.

Seperti disaksikan, dalam razia ke SMA Negeri I Maumere, Senin (30/1), ditemukan 50-an siswa yang memiliki kendaraan sepeda motor, tapi tidak memiliki SIM. Padahal para siswa tersebut setiap hari dating ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor.

Kasat Lantas Polres Sikka AKP Indra Widjatmoko yang dikonfirmasi di sela-sela kegiatan razia itu mengatakan, razia ke sekolah-sekolah tersebut merupakan aksi simpatik.

“Ini sifatnya pembinaan. Kita berharap dengan cara seperti ini, anak-anak disadarkan untuk memiliki SIM saat mengendarai sepeda motor,” ujarnya seraya menampik melakukan tindakan represif untuk aksi ke sekolah-sekolah itu.

Saat melakukan aksi ke SMA Negeri I Maumere, dari 50-an siswa yang memiliki kendaraan sepeda motor yang dikumpulkan di halaman sekolah itu, hanya dua orang yang memiliki SIM. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran siswa pemilik kendaraan untuk memiliki SIM masih rendah.

Widjatmoko mengatakan, dirinya telah mengirim surat ke sekolah-sekolah untuk melakukan razia surat-surat kendaraan. “Suratnya saya sudah kirim. Hari ini kita di SMA I, nanti disusul di sekolah-sekolah lain termasuk kampus dan instansi pemerintah,” katanya.

Kepala Sekolah SMA Negeri I Maumere, Diro Darius menyatakan salut atas tindakan aparat Polantas Polres Sikka yang terjun ke sekolah itu. Dengan begitu sehingga para siswa bisa lebih disadarkan untuk memiliki SIM dan melengkapi surat-surat untuk kendaraannya.

Tanya Denda Tilang
Salah seorang pengemudi kendaraan roda empat, Hans kepada Flores Pos mempertanyakan denda tilang atas kendaraannya sebesar Rp150.000. Hans mengaku, kendaraannya ditilang di depan Polres Sikka pada Sabtu (21/3) malam.

“Surat-surat saya lengkap hanya lampu jarak dekatnya putus. Kendaraan saya ditahan dan keesokan paginya saya bayar Rp150, kendaraan saya langsung keluar,” ujar Hans yang mengaku tidak diberikan kwintasi denda tilang oleh anggota lantas yang menerima uang itu.

Sebagai orang yang awam aturan, Hans mempertanyakan, pemberian uang untuk denda tilang tersebut tanpa merima kwitansi. “Saya pertanyakan sekarang saya tidak diberi kwitansi. Kesalahan saya pelanggaran saya cuma lampu. apakah pelanggaran ini harus bayar Rp150.000. Kalau putusan pengadilan Rp50 ribu, apakah uang yang saya setor itu sisanya dikembalikan,” tanyanya.

Dia mengatakan, sudah tidak tahu lagi apakah kendaraannya tersebut sudah disidangkan di pengadilan atau belum. Namun sampai dengan hari ini, dirinya belum mengetahui berapa putusan pengadilan untuk denda atas pelanggarannya.

Kasat Lantas Widjatmiko yang dikonfirmasi Sabtu (28/3) di Mapolres Sikka mengaku semua kendaraan yang ditilang dalam dalam semingggu terakhir belum disidangkan. Menurutnya, pada akhir bulan ini baru direkap berapa banyak ditilang.

Ditanya berapa banyak kendaraan yang ditilang sudah ditarik pulang dengan jaminan membayar denda tilang, Widjatmoko mengaku belum mengetahuinya. “Nanti malam ada tilang baru saya sampaikan,” katanya tergesa-gesa karena akan menggelar rapat dengan stafnya.
Selengkapnya...

Pelaku dan Otak Pembunuhan Harus Ditangkap

Kasus Romo Faustinus Sega

Oleh Hubert Uman


BAJAWA -- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus dan Pengacara dari Yayasan Bina Bantuan Hukum (YBBH) Veritas Jakarta Silvester Manis, selaku Kuasa Hukum Keuskupan Agung Ende dalam menangani kasus kematian Romo Faustinus Sega Pr menegaskan, pelaku dan otak pembunuhan kasus ini harus ditangkap. Ini harus menjadi hadiah paskah bagi umat Katolik di Flores dari Polda NTT.

Pernyataan ini disampaikan secara terpisah. Petrus Salestinus sampaikan per telepon, Selasa (31/3) dan Silvester Nong Manis katakan hal it di Kevikepan Bajawa, Senin (30/3). Saat itu ada juga Vikep Bajawa Rm. engky Sareng Pr dan anggota JPIC Tonny Min Tansatrisna.

Tim Polda NTT yang melakukan penyelidikan dan penyidikan ulang kasus kematian Romo Faustin, kata Silvester Nong Manis, dalam rangka mencari dan mengumpulkan serpihan-serpihan bukti yang tercecer. Kerja tim Polda sangat didukung oleh gereja dan tim Investigasi dan Advokasi Kematian Romo Faustin yang dibentuk Keuskupan Agung Ende.
“Kita siap bantu memberikan data dan hasil kerja tim investigasi. Kerja tim Polda kita dukung agar para pelaku cepat ditangkap. Saat ini umat masih menunggu hasil kerja tim Polda,” kata Silvester Nong Manis.

Menyinggung BAP untuk tersangka Theresia Tawa, disampaikan oleh Silvester Nong Manis, berdasarkan penjelasan Kajari Bajawa Semuel Say, ternyata BAP yang dibuat penyidik Polres Ngada tidak didukung oleh bukti-bukti permulaan. Sebagai contoh, pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang dipakai oleh penyidik sama sekali tidak didukung alat bukti yang cukup. Siapa yang merencanakan, siapa aktor intelektualnya, dan lain-lain, tidak jelas. Ada surat keterangan hasil visum et repertum atau autopsi tetapi tidak disertai dengan bukti yang terkait dengan kekerasan tumpul (istilah forensik. Bukan kekerasan benda tumpul).

Menurut Petrus Salestinus dan Silvester Nong Manis, penyidikan yang dilakukan Polres Ngada terkesan kuat cenderung membelokkan dan mengaburkan data fakta. Hasil autopsi dibelokkan. Tersangka yang semula dua orang, Theresia Tawa dan Anus Waja, hanya Theresia Tawa yang diproses sampai ke jaksa penuntut umum.

“Penyidik Polres Ngada selalu mengabaikan bukti yang mengarah ke pembunuhan. Polisi lebih menonjolkan mati wajar dan amoral yang sama sekali tidak ada buktinya,” ujar Silvester Nong Manis.

Baik menurut Petrus Salestinus maupun Silvester Nong Manis, dalam penyelidikan dan penyidikan kasus kematian Romo Faustin, penyidik Polres Ngada mengabaikan asas hukum dimana pencari keadilan (masyarakat Flores) berhak mendapat keadilan secara cepat, sederhana, dan murah.

“Polisi harus memegang asas hukum ini. Dalam tempo yang singkat polisi harus bisa mengungkapkan sebuah kasus. Menangkap pelaku dan mengungkapkan motifnya,” kata Petrus Salestinus.

Sebagai kuasa hokum Keuskupan Agung Ende (KAE) dan Gereja Katolik, kata Petrus Salestinus, TPDI dalam waktu dekat meminta Kapolri mempersonanongratakan Kapolres Ngada. Kapolres Ngada diganti oleh perwira Polri yang memiliki kemampuan untuk menegakan hukum di Ngada, terutama perwira yang memahami kehidupan religiusitas masyarakat Flores.

Petrus Salestinus juga mengecam Kapolres Ngada yang menutup diri dengan informasi dari masyarakat. Ini bertentangan dengan kebijakan Polri yang menjadikan informasi dicari pelaku dan barang buktinya.

“TPDI juga mengecam sikap Kapolres yang tidak memberikan informasi secara periodik kepada masyarakat, terutama berkaitan dengan kasus yang menarik perhatian masyarakat. Ini bagian dari hak masyarakat. Mereka mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan penanganan kasus Romo Faustin, ujar Petrus Salestinus.”* dari masyarakat sebagai bagian terpenting dalam mengungkapkan kejahatan yang sulit

Selengkapnya...

PKDI Bisa Raih 30 Kursi DPR

Jangan Pilih Caleg Janji

Oleh Andre Durung

LABUAN BAJO -- Sekretaris Jendral (Sekjen) Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) Maria Anna Soe yakin partainya bisa raih sekitar 30 kursi di DPR-RI pada pemilu legislatif (pileg) 2009 yang dijadwalkan 9 April mendatang. Karena tanggapan masyarakat Indonesia terhadap partai bernomor 32 yang berlambangkan kontas dan pohon terang ini luar biasa.

Hal itu antara lain diungkapkan Anna Soe pada acara makan bareng dengan masyarakat Wae Kesambi, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) di halaman rumah Ketua PAC PKDI Kecamatan Komodo-Mabar di kampung Wae Kesambi-Labuan Bajo-Mabar, Minggu (29/3). Hadir saat itu antara lain Ketua Dewan Pembina PKDI Manggarai Ipi Soe, Ketua DPC PKDI Mabar Angelus Soe, Ketua PAC PKDI Kecamatan Komodo Benediktus Untul dan wartawan Flores Pos-Jakarta Hila Japi.

Menurut Anna Soe, selama perjalanan mengeliling nusantara belakangan tanggapan dan antusiasme masyarakat Indonesia terhadap PKDI sunggu luar biasa. Dalam kampanye pada sejumlah daerah di tanah air kehadiran massa selalu ribuan. Antara lain di Papua, Menado, Padang, Sumtra Utara, Maluku dan di Flores.

“ Kita yakin PKDI bisa dapat 30 kursi di DPR pusat nanti kalau dikumpul-kumpul suara dari seluruh daerah di Indonesia ini,” kata perempuan yang juga calon legislatif (caleg) DPR-RI dari PKDI tersebut.

Diungkapkan, PKDI adalah partai nasional religius terbuka. Kepengurusan PKDI terdapat di 33 Propinsi dan di sekitar 400 Kabupaten/Kota di Indonesia. Caleg-calegnya tidak cuma dari kalangan Katolik, tetapi juga banyak dari Protestan, Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Caleg DPR-RI dari PKDI seorang di antaranya orang Islam.
Sedangkan untuk tingkat DPRD, baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia caleg PKDI beragam. Di samping dari Katolik, juga tidak sedikit berasal dari kalangan Protestan, Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Antara lain di Mataram-NTB dan Padang-Sumatra Barat banyak caleg PKDI dari Islam, di Bali banyak dari kalangan Hindu, serta di Jawa ada caleg PKDI dari Budha dan Konghucu, kata Anna Soe.
PKDI, ungkap Anna Soe, sering diidentikkan partainya orang Flores karena patai berlambangkan Kontas dan Pohon Terang ini didirikan oleh orang-orang Flores di perantauan. PKDI didirikan untuk memperjuangkan keadilan bagi kaum papa, miskin, marjinal, lemah, tidak berdaya, terpinggirkan dan berbagai nilai yang dikelompokkan sebagai kaum kecil lainnya tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, adat istiadat, status sisial ekonomi budaya dengan berlandaskan kasih.

Orang-Orang Flores di perantauan mendirikan PKDI beberapa tahun lalu, demikian Ana Soe, untuk memperjuangkan nasib masyarakat di seluruh pelosok nusantara yang selama ini diduga kurang mendapat perlakuan adil atau bahkan tidak adil oleh negara, temasuk yang ada di Flores-Lembata dan NTT umumnya. Dan NTT adalah kelompok termiskin dari 33 Propinsi di Indonesia sejauh ini.

Masih kata Anna Soe, banyak wakil rakyat NTT yang duduk di kursi dewan di Senayan (pusat) selama ini memang berjuang untuk NTT. Tetapi sepertinya suara mereka kurang di dengar di dewan pusat. Itu karena mereka menumpang pada satu dua kendaraan politik lain. Sadar akan kondisi ini makanya PKDI dibentuk. Agar orang-orang yang terpinggirkan, termasuk di Flores-Lembata dan NTT umumnya memiliki wadah perjuangan tersendiri di pusat, tambah wanita yang juga Ketua Bapilu pusat PKDI itu.

Sedangkan Ipi Soe pada kesempatan sama antara lain mengatakan, orang Flores mendirikan partai politik (parpol) sendiri dengan nama PKDI tidak berarti Flores mau merdeka, bukan juga mau perang, semuanya tetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). PKDI sebagai wadah orang Flores untuk memperjuangkan keadilan bagi kaum papa, minoritas, lemah, tak berdaya, terpinggilkan dan lain-lain yang dikelompokkan dalam miskin dan kurang mendapat perlakuan adil dari negara.

Lebih dari itu, ungkap Ipi Soe, PKDI lahir untuk meneruskan cita-cita luhur pendiri bangsa ini, Indonesia, yang mengaku keberagaman. Terdiri dari pulau-pulau, suku, agama, ras, adat istiadat dan lain-lain. Sekalipun berbeda-beda tapi tetap satu atau bhineka tunggal ika. Namun belakangan nilai bhinneka tungga ika tersebut sepertinya mulai luntur. Tidak sedikit produk Undang-Undang (UU) di Indonesia belakangan terkesan diskriminatif. Untuk membela cita-cita luhur tersebut makanya PKDI lahir.
Ditegaskan, PKDI lahir sebagai wadah untuk meperjuangkan ketidakadilan bagi anak bangsa yang selama ini diduga masih banyak diperlakukan tidak adil, diskriminasi oleh negara.

“Kita tunjukan kita sebagai orang Flores-NTT kudut neka anggap enteng lata (supaya tidak dianggap enteng oleg orang),” tandas lelaki berkaca mata itu dan disambut tepuk tangan meriah masyarakat yang hadir saat itu.

Menanggapi sejumlah peserta acara yang antara lain menanya siapa mengontrol anggota dewan yang diduga keluar dari visi misi partai dalam menjalankan tugas kedewanannya, hanya untuk kepentingan pribadi wakil rakyat bersangkutan, termasuk dari PKDI kelak, diantaranya ditanya Lamber Laman, Ipi Soe menegaskan jangan pilih caleg tukang janji. Karena dewan tidak punya uang. Yang punya uang pemerintah dan rakyat, diturunkan melalui berbagai program yang sebelumnya dituang dalam musrenbang.

“Kalau ada caleg umbar janji selama kampanye untuk aspalkan jalan, air minum bersih dan lain-lain manakala sudah jadi dewan kelak, jangan percaya, itu tipu. Caleg PKDI yang demikian juga pembohongan public, jangan pilih orang begitu,” tegas Ipi Soe.

Ipi Soe mengingatkan masyarakat, kalau ada anggota dewan asal PKDI nanti dalam menjalankan tugas kedewanannya tidak sesuai amanat dan visi misi paratai, hanya untuk kepentingan pribadi, memperkaya diri dan berbagai nilai negatif lainnya, masyarakat langsung melapornya ke PKDI pusat di Jakarta supaya segera diambil tindakan tegas. PKDI pusat tidak segan-segan memecat atau me-rekol-nya anggota dewan asal PKDI yang demikian, katanya yang lagi-lagi mendapat aplaus dari masyarakat.
Tugas dewan, kata Ipi Soe, yakni berhubungan dengan legislasi, budjet (anggaran) dan pengawasan/kontrol. Oleh sebab itu kalau ada caleg yang menjanjikan aspal jalan, air minum bersih dan lain-lain kepada masyarakat selama kampanye ini agar rakyat memilih dia pada pileg 9 April 2009 mendatang dan jadi dewan, jangan percaya, itu tipu, jangan pilih dia, karena dewan tidak punya uang. Untuk pembangunan yang punya uang adalah pemerintah dan rakyat yang diturunkan punya mekanisme, program. Anggota dewan yang turun ke masyarakat bersama pemerintah cuma untuk mendampingi, tambahnya.
Ketua PAC PKDI Kecamatan Komodo Benediktus Untul pada kesempatan tersebut antara lain mengungkapkan, PKDI lahir karena krisis kepercayaan terhadap para elite di RI ini. Landasan pijak karya PKDI atas dasar kasih, katanya. Ketua DPC PKDI Mabar Angelus Soe pada kesempatan sama juga senada dengan Anna Soe, Ipi Soe.*

Selengkapnya...

Flores dan Kegenitan Politik

Oleh Max Regus, Pr
Rohaniwan Keuskupan Ruteng, Koordinator Parrhesia Institute Jakarta

BENCANA situ Gintung memberikan pelajaran berharga kepada bangsa ini. Tanggul penahan yang sudah keropos, pada titik paling kritis tidak mampu menahan jutaan galon air. Dalam sekejap, tanggul yang mempunyai tujuan pro kehidupan, mengirimkan kematian! Kemusnahan! Agak mirip! Indonesia seperti situ Gintung. Bangsa ini mungkin akan segera ambruk menuju kepunahan dengan ambisi dan kerakusan yang tidak tertahankan lagi.

Ada banyak alasan yang bisa dikemukakan untuk memperkuat kecemasan ini. Kita semua sudah lupa. Banyak petak tanah sudah bangkrut. Tidak ada yang ditambahkan di dalamnya. Yang ada cuma pengerukan dan perusakan. Mesin-mesin penggaruk tambang tidak pernah memedulikan pesan kehancuran yang terus mengintip kita. Bola api kerakusan raja-raja ekonomi dunia melahap apa saja yang bisa digunakan untuk menebalkan pundi-pundi harta. Bahkan, kaki tangan kapitalisme yang memakai baju bersih pembangunan, investasi, pemberdayaan lokal sudah bergerak tanpa terkendali di tengah kehidupan kita.


Satu mata kita menatap kehancuran. Mata yang lain memandang kegagahan politikus yang bertarung pada Pemilu. Ada satu pertanyaan: mampukah mereka menghentikan proses penghancuran masif yang sedang mengurung kehidupan kita?

Di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) sana, saya pernah melihat bendera sebuah partai politik yang berkibar gagah, tinggi di langit. Jauh melampaui rumah miskin para penduduk di sekitarnya. Juga, melebihi rumah ibadat. Saya tahu suatu saat ketika kekuasaan akan menerbangkan mereka meninggalkan rakyat yang tetap berkalang pada kemiskinan.

Sekarang, situasi sudah berbeda. Ada banyak saluran politik. Kendaraan politik berserakkan di mana-mana. Ada yang mewah. Ada yang keropos. Rongsokan. Suka mogok. Sering Macet. Ada yang kekurangan bahan bakar. Ada yang tidak mempunyai pengemudi andal. Rem yang bolong. Onderdil ’ecek-ecek’. Demokrasi kita memang meriah! Di dunia, jarang terjadi demokrasi dirayakan dengan cara semacam ini.

Ada seribu janji. Ada sejuta tawaran. Tentu, yang baik-baik saja. Yang indah-indah semuanya. Rakyat jadi silau. Terhipnotis. Di balik itu ada racun kekuasaan. Rakyat dibolak-balik hingga tidak berbentuk. Kehilangan hak politik. Pemilu tidak menjadi ruang negosiasi kepentingan rakyat. Masa depan Indonesia sama dengan contrengan pada Pemilu! Tidak ada penjelasan yang masuk akal bagaimana praksis politik kekuasaan ke depan.

Wajah-wajah lama datang lagi. Sembari membersihkan diri dari dosa masa lalu. Tidak ada rasa malu menagih kepercayaan rakyat. Padahal yang sebelumnya tidak pernah jelas digunakan untuk apa. Ada yang datang membawa kontrak politik. Mereka lupa bahwa Pemilu adalah sebuah kontrak politik paling demokratis. Kontrak apa lagi? Toh, yang paling banyak melanggar kontrak politik bukan rakyat. Sebaliknya, orang-orang yang menenteng kontrak politik selalu ‘mendua’ hati.

Yang lama membosankan! Sementara, yang baru tidak cukup meyakinkan publik. Publik ragu apakah mereka mampu membawa perubahan. Mereka bilang, yang sekarang lebih nyaman. Ada BLT. Ada dana stimulus. Kreasi politik menjadi stagnan. Di tengah hingar-bingar Pemilu, penyingkiran rakyat tetap menjadi pengalaman publik. Paling laris.

Pendapat filsuf sosial Axel Honneth penting untuk dimaknai dalam konteks politik menjelang Pemilu. Pengucilan sosial terbangun ketika kebutuhan dan harapan individu dan grup sosial tidak teridentifikasikan dengan tepat dalam kebijakan politik. Ada banyak individu dan kelompok minoritas yang kehilangan rujukan sebagai bagian negara.
Pasca reformasi lanskap pembangunan masih dihiasi kultur lama yang tetap menancapkan kekuatannya. Pertumbuhan ekonomi yang menjadi orientasi pembangunan terus menghadirkan masalah sosial kemanusiaan paling serius. Pembangunan yang dijalankan di bawah kendali para pemilik modal secara konsisten menjadi mimpi buruk bagi masyarakat.

Salah satu isu penting yang menjelaskan kondisi ini melekat pada problem kesenjangan sosial. Jarak sosial antara kelompok-kelompok sosial yang memiliki akses pada sumber-sumber sosial, ekonomi dan politik dengan kelompok-kelompok lemah semakin menguat. Kesenjangan sosial ini mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.

Ada beberapa point penting. Pertama, ketidakadilan distribusi sosial dan ekonomi. Kemakmuran dan kesejahteraan masih berkisar pada segelintir masyarakat yang memiliki modal ekonomi. Sementara, sebagian besar anggota masyarakat termasuk dalam kelompok sosial ekonomi lemah. Kemiskinan sudah jelas menjadi bagian dari pengalaman hidup sebagian besar masyarakat Indonesia.

Kedua, lingkungan hidup mengalami kehancuran akibat pembabatan hutan yang meluas. Kehancuran kualitas tanah untuk pertanian dengan cepat menimbulkan kemiskinan sosial. Ketiga, sebagian besar masyarakat belum mendapatkan jaminan pendidikan dan kesehatan.

Persoalan paling mendasar yang dialami rakyat adalah ketiadaan akses pada kebijakan-kebijakan politik pro kemakmuran. Bahkan sebagian rakyat dianggap sebagai barikade yang menghalangi kemajuan. Logika pembangunan yang membenarkan semua cara untuk mencapai target-target kemajuan meninggalkan kemerosotan sosial. Politik harus menjadi kekuatan yang membuka jalur-jalur bagi rakyat menuju kesejahteraan.

Flores sarat dengan kisah penyingkiran rakyat. Tidak sebanding dengan harapan yang muncul dari podium kampanye politik. Seperti daerah-daerah lainnya, Flores juga menikmati riuh gemuruh kekuatan politik mendagangkan visi dan misi politik. Flores bisa menjadi situ Gintung! Berantakan akibat keserakahan kekuasaan. Kita harus menagih tanggung jawab politik. Namun, jalan ke sana penuh tanda tanya.

Salah satu titik tolak yang paling penting adalah para pelaku politik kekuasaan. Pak Pius Rengka menulis opini dengan sangat baik – Partai Bandit dan Bandit Partai (Flores Pos, 30/3/) Dia benar menyebutkan “bandit” untuk semua politikus yang telah mengabaikan legitimasi dari rakyat. Kita, terutama pada pelaku politik, bisa mendiskusikan persoalan ini dengan serius. Kita harus bertanya pada tokoh yang mumpuni dalam bidang politik dan legislasi seperti Pak Pius Rengka tentang bagaimana caranya untuk tidak menjadi Partai Bandit dan Bandit Partai. Sebab tanpa perubahan yang lebih baik untuk masyarakat kita di Flores, Pemilu 2009 hanya mengumbar ‘kegenitan politik’ yang menggelikan!
Selengkapnya...

BENTARA: Pemkab Ende Masih Orde Baru?

Kasus Tanah Eks Sekolah Cina

Oleh Frans Anggal

Para ahli waris tanah eks sekolah Cina (Hua Chiao) mendatangi DPRD Ende. Mereka meminta kepastian dan kejelasan hasil klarifikasi dewan terhadap berbagai pihak tentang pengembalian tanah eks sekolah Cina itu kepada para ahli waris.

Tiga tahun lalu, 6 Mei 2006, mereka datang ke DPRD dengan tujuan yang sama. DPRD beri janji melakukan klarifikisi dengan para pihak terkait. Hasilnya, tak ada tindak lanjut. Habis janji, habis. Sekarang para ahli waris datang lagi. Mereka tagih janji. Tagih kepada para wakil rakyat yang saat kampanye selalu berkoar-koar dengan slogan “Bukan janji, tapi bukti”.

Didatangi lagi, DPRD kasih janji lagi. Isinya sama: akan memanggil semua pihak untuk dimintai klarifikasi. Kalau buktinya cukup kuat, begitu kata DPRD, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya tanpa syarat. Tapi, lagi-lagi, ini baru janji. Boleh jadi akan jadi janji bohong jilid dua.

Mengklarifikasi, apalagi menyelesaikan kasus ini tidak segampang mengumbar janji. Ada tembok besar di sana. Tembok Pemkab Ende. Pemkablah yang paling bertanggung jawab, selaku pihak yang "de facto" menguasai tanah itu sampai saat ini.

Pasca-tragedi G-30-S, intensitas kerusuha anti-Tionghoa meningkat. Bersamaan dengan tindakan represif militer, terjadilah penjarahan, perusakan, dan pembakaran rumah, toko, sekolah, dan mobil milik etnis Tionghoa. April 1966, semua sekolah Tionghoa ditutup oleh pemerintah Orde Baru.

Di Ende, sekolah Hua Chiao yang terletak di Jalan Pasar itu diambil alih oleh kodim. Selanjutnya digunakan oleh pemkab. Di bawah Dinas P dan K, tanah ini pernah dijadikan lokasi SMEA negeri dan STM negeri. Terakhir, sampai saat ini, disewapakaikan kepada swasta untuk usaha pertokoan.

Yang mengejutkan, tanah ini telah disertifikasi menjadi milik pemkab. Sertifikasi siluman, seperti kerja pencuri di malam hari. Namanya juga kerja diam-diam, maka jangankan membeli, memberi kompensasi saja tidak. Ini perampasan berkedok aturan.

Sampai saat ini Pemkab Ende aman-aman saja.Seolah-olah masih di awal Orde Baru. Padahal, Indonesia sudah berubah. Thn 1998, Presiden Habibie menghapus istilah “pribumi” dan “non-pribumi’. Thn 2000, Presiden Gus Dur menghapus larangan terhadap agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Thn 2001, menteri agama tetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif, juga mencabut larangan penggunaan bahasa Tionghoa. Thn 2002, Presiden Megawati mengumumkan mulai 2003 Imlek menjadi hari nasional. Maka, Imlek pun menjadi hari libur nasional, tidak sekadar hari libur fakultatif.

Sudah berubah! Masa, Pemkab Ende masih di masa Orde Baru?

“Bentara” FLORES POS, Rabu 1 April 2009



SENGGOL


Forcam Sikka dukung Bupati Rotok cabut izin operasi tambang mangan.
Dukung habis, kontrol terus.

Kasus Rm Faustin, tim Polda diharapkan berpihak pada kebenaran.
Bukan kebenaran dalam saku.

Dari Ruteng: Jangan pilih caleg tukang janji karena semua itu tipu.
Siapa lagi, semuanya beri janji.

Om Toki

Selengkapnya...

30 Maret 2009

Labkesling Temukan Bakteri di Sejumlah Makanan

*Memicu Sakit Perut dan Disentri

Oleh Yusvina Nona

ENDE -- Laboratorium Kesehatan Lingkungan (Labkesling) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ende dalam triel atau eksperimennya menemukan 2 jenis bakteri di sejumlah sample makanan yang diuji. Baik makanan mentah maupun yang sudah diolah.

Sampel makanan yang diuji itu antara lain daging ayam mentah dan masak, sayur, gado-gado, roti yang dijual di kios maupun langsung dari produsen, ikan goreng dan ikan mentah, mie basah, pentol bakso, tahu dan tempe.

“Dari semua jenis sampel makanan yang diuji rata-rata ditemukan bakteri jenis escherichia coli. Hanya satu yang ditemukan jenis staphilococus. Jenis bakteri escherichia coli ini normlanya hidup di dalam tubuh kita yaitu pada usus. Tetapi, jika sudah keluar melalui tinja maka bisa mencemari air dan makanan, “kata Steven Maina, ahli mikrobiologis dari VSO yang diperbantukan di Labkesling Dinkes Ende. Steven dikonfirmasi di ruang laboratorium, Senin (30/3).

Steven melanjutkan, bakteri jenis staphilococus adalah bakteri yang berkaitan dengan kebersihan diri terutama kulit. Bakteri ini berada atau hidup dalam kulit yang tidak bersih. Seperti pada luka dan bisul.

Ketika bakteri-bakteri ini ditemukan di dalam makanan, orang yang menyajikan makanan, mentah maupun yang sudah diolah tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. “Kalau jenis bakteri-bakteri ini sudah ditemukan dalam makanan, maka makanan menjadi tidak hygienis dan akan memicu terjadinya sakit perut dan disentri bagi yang mengkonsumsinya,”katanya.

Eksperimen ini, katanya, sangatlah membantu masyarakat terutama tempat pengelolaan makanan (TPM) serta dinas terkait untuk lebih dini mengintervensinya. Lebih khusus bagi dinas terkait, katanya, eksperimen ini menjadi referensi ke depan terutama saat KLB terjadi.

Koordinator Teknis UPTD Labkesling Dinkes Ende, Lely Mali mengingatkan masyarakat agar mencuci tangan sebelum memasak makanan dimaksud, menggunakan alat khusus (tidak menggunakan tangan) yang bersih dalam mengambil makanan olahan dan alat tersebut disimpan di tempat yang bersih pula.

Sementara untuk sanitasi, para pengelola TPM untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. “Karena lalat-lalat sangat berperan menimbulkan berbagai jenis penyakit,” katanya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Labkesling Dinkes Ende Petrus H. Djata per telepon mmengimbau para pengelola TPM untuk selalu menjaga mutu makanan sajiannya. Karena hal ini akan meningkatkan kenyamanan masyarakat dan kepercayaan terhadap layanan usaha yang semakin laris.

“Pengelola TPM juga perlu mendukung upaya pengawasan yang dilakukan Dinkes melalui UPTD Labkesling dan selalu melakukan perbaikan berdasarkan rekomendasi dari hasil uji dan hasil inspeksi sanitasi,” katanya.*
Selengkapnya...

Ahli Waris Tanah Eks Sekolah China Datangi Dewan

*Ruben Resi: Kembalikan Tanpa Syarat

Oleh Anton Harus

ENDE -- Para ahli waris tanah eks sekolah China (Hua Chiao) Rabu (25/3) mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Kabupaten Ende. Mereka minta kepastian dan kejelasan hasil klarifikasi Dewan terhadap berbagai pihak tentang pengembalian tanah eks sekolah China kepada para ahli waris sebagai pemilik.

Aleks Joan dkk diterima Wakil Ketua DPRD Ende Ruben Resi di ruang kerjanya, Rabu (25/3). Aleks Joan mengatakan, mereka menanyakan hasil kerja Dewan sebagaimana disepakati dalam pertemuan 6 Mei 2006.

Ketika itu Dewan berjanji untuk segera menyelesaikan persoalan tanah eks sekolah China. Menurut mereka tanah tersebut merupakan milik keluarga Aleks Joan cs sebagai ahli waris. Tanah eks sekolah China, kata Aleks Joan adalah milik Lay Kiem Hie, Go Djoe Seong, dan Go Koe Seong. Anak Go Koe Seong, Husen Titus sebagai salah seorang ahli waris telah memberikan kuasa kepada cucunya, Aleks Joan Sine untuk mengurus berbagai hal yang berkaitan dengan tanah eks sekolah China tersebut.

Aleks Joan berdasar surat kuasa bermeterai yang ditandatangani notaris Clemens Nggotu tanggal 2 Februari 2002 minta pemerintah untuk segera menyerahkan tanah milik keluarga besarnya itu. Kepemilikan tanah tersebut diperkuat dengan GS yang diterbitkan tanggal 4 Juli 1934.
“Kalau tanah itu sudah disertifikat berarti telah terjadi penyerobotan dan penggelapan. Karena disertifikat tanpa sepengetahuan pemilik sah atas tanah tersebut,” kata Aleks Joan.

Ruben berjanji untuk memanggil semua pihak. Kalau buktinya cukup kuat, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya tanpa syarat. Tanah yang pernah digunakan sebagai sekolah China tersebut dulu diambil alih oleh Kodim 1602 Ende. Tanah milik keluarga Alex Joan ini tahun lalu oleh pihak Kodim 1602 Ende telah dikembalikan kepada pemiliknya.

“Saya minta para ahli waris menyerahkan semua bukti pendukung. Saya akan panggil semua yang terkait dengan tanah ini. Kalau nanti dalam klarifikasi ternyata ada bukti-bukti kuat, maka tanah ini kita kembalikan kepada pemiliknya,” kata Ruben Resi.
Bupati Ende terpilih Don Wangge di kediamannya kepada wartawan, Senin (30/3) mengatakan dirinya akan mendata kembali semua aset Pemda Ende, baik tanah, rumah, maupun kendaraan.

Soal tanah eks sekolah China, Don berjanji akan melakukan klarifikasi secara baik. Kalau tanah itu milik orang, kita akan kembalikan. “Berikan kepada raja apa yang menjadi hak raja dan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar,” kata Don Wangge. *

Selengkapnya...

Pemilik Tanah Translok Tuntut Ganti Rugi

*Kepada Pemkab Flotim

Oleh Frans Kolong Muda

LARANTUKA -- Pemilik tanah di lokasi transmigrasi lokal (translok) di Tanah Meang, Desa Watowara, Kecamatan Titehena, Aloysius Sani Sogemaking menuntut ganti rugi tanah ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Flotim.

Sani telah mengirim surat ke Bupati Flotim Simon Hayon tertanggal 23 Maret 2009 meminta pemerintah segera membayar ganti rugi tanah tersebut.

Sani mengakui, dia adalah penanggung jawab dan pemilik tanah pada lokasi translok Tanah Meang, Desa Adabang. Dia akan mengambil tanah pada lokasi Lato, Desa Watowara yang disediakan untuk dijadikan lokasi pembangunan sarana pemerintah, menjadi miliknya sesuai dengan luas tanah yang telah dijadikan pemukiman translok Tanah Meang oleh Pemkab Flotim.

“Dengan sangat terpaksa kami melakukan ini, karena kami sangat kecewa dengan Pemkab Flotim yang tidak menepati janji untuk memberikan ganti rugi atas tanah tersebut. Perlu diketahui Bapak Bupati Flotim bahwa para pihak lain yang juga sebagai pemilik tanah pada lokasi translok Tanah Meang telah mendapat ganti rugi yang langsung diatur oleh mantan Camat Titehena bersama Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Flotim, sedangkan tanah milik kami yang saat ini sudah ditempati para translok sama sekali belum ada ganti rugi dari pemerintah. Diharapkan perlunya kebijakan dan solusi terbaik dari Bapak Bupati untuk menyelesaikan masalah ini,” tulisnya.

Tembusan suratnya dikirim ke Ketua DPRD Flotim, Ketua Komisi B DPRD Flotim, Camat Titehena, Kepala Desa Watowara, dan Harian Umum Flores Pos.

Mantan Camat Titehena, Agus Ruing dan Rufus Koda Teluma yang dikonfirmasi Flores Pos secara terpisah, Jumat (27/3) dan Sabtu (28/3) menegaskan bahwa lokasi tanah translok di Tanah Meang, tidak ada persoalan.

Rufus Koda Teluma yang kini menjabat sebagai Kabag Humas dan Protokol Setda Flotim menegaskan, tanah lokasi translok adalah milik Domikus Lado Openg dkk kecuali Aloysius Sani Sogemaking. Sebagai kompensasi ganti rugi tanah, Dominikus Lado Openg bersama empat orang pemilik tanah lainnya sudah mendapat masing-masing satu unit rumah translok di Tanah Meang pada saat pembagian rumah tahun 2006.

“Kalau ada pihak yang mengklaim bahwa tanah lokasi translok adalah miliknya, kenapa dari awal tidak lakukan keberatan. Jadi setahu saya sebagai mantan Camat Tihena, lokasi tanah translok Tanah Meang itu tidak ada persoalan. Sejak tahun 2006 warga translok sudah menempati perumahan tersebut dengan aman,” katanya.

Hal senada diakui mantan Camat Tihena, Agus Ruing yang ditemui Flores Pos di ruang kerjanya, Sabtu (28/3). Agus mengatakan, pada saat pembangunan perumahan translok tahun 2002/2003 dia diminta Pemkab Flotim menyiapkan lokasi tanah, tetapi soal kepemilikan tanah Aloysius Sani Sogemaking, saya tidak tahu. Pada saat sosialisasi terkait pemukiman translok, Sani tidak pernah ikut dan sejak awal sosialisasi hingga pembagian perumahan tersebut tidak ada pihak yang mempersoalkannya.*

Selengkapnya...

Dua Puluh Ribu Logistik Belum Tiba

* Penganti Logistik Rusak Dipastikan Tiba Pekan Ini

Oleh Christo Lawudin

RUTENG -- Sebanyak 20-000-an logistik Pemilu Legislatif (Pileg) pengganti yang rusak, beberapa waktu lalu, hingga kini belum tiba di Ruteng. Padahal pemilu tinggal beberapa hari lagi. Apalagi logistik tersebut akan didistribusikan ke desa-desa.

Jubir KPUD Manggarai, F. T. Kony Syukur per telepon, Senin (30/3) mengatakan, logistik Pileg yang rusak seperti kertas suara, dan formulir lain sebanyak 20.000-an lembar, pasti diganti. Hanya hingga kini logistik pengganti tersebut belum tiba di Ruteng. Namun, bisa dipastikan, logistik Pileg pengganti tersebut akan tiba di Ruteng, pekan ini.

”Yang rusak itu, pasti diganti. Kita sudah dapat informasi, logistik tersebut akan segera tiba di Ruteng. Hanya kita belum tahu kapan logistik itu tiba di Ruteng sehingga bisa dilakukan penyortiran dan pengecekan,” katanya.

Hal senada disampaikan Sekretaris KPUD Bona Jenadut. Menurut Jenadut, berapa banyak logistik Pileg yang diganti sudah dilaporkan ke KPUD Pusat. Sekarang ini, KPUD Manggarai sedang menunggu datangnya logistik pengganti tersebut. Kepastian tibanya logistik tersebut belum diketahui karena mereka harus dibawa melalui jalan darat dari Jawa menuju Ruteng.

”Kita masih tunggu logistik Pileg itu. Sekalipun sudah mepet waktunya. Kita sudah siapkan tenaga untuk lakukan itu. Kekuatan kita cukup besar untuk segera tuntaskan pengecekan. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai persiapan pelaksanaan Pileg itu,” katanya.

Sebelumnya, Jumat (28/3), Ketua KPUD Manggarai, Frans Aci mengatakan, untuk menentukan logistik Pileg itu rusak atau tidak, sudah ada panduan dari KPU Pusat. Surat edarannya sudah diterima KPUD Manggarai. Sedikitnya, ada lima poin ketentuan mengenai surat suara yang digunakan dalam Pemilu 2009 ini.

Pertama, foto calon anggota DPD yang agak kabur sepanjang masih dapat dikenali wajah dan namanya jelas, termasuk kategori surat suara yang dapat digunakan. Kedua, perbedaan besar kecilnya huruf pada nama caleg tidak menjadikan surat suara cacat/rusak, perbedaan itu terjadi otomatis karena sistem aplikasi yang digunakan.

Ketiga, surat suara yang nama calegnya 2 baris, di mana tulisan pada baris kedua terpotong sepanjang nama tersebut dan masih dibaca, termasuk kategori surat suara yang dapat digunakan. Keempat, surat suara yang terdapat titik-titik merah atau warna lain atau garis yang berasal dari percetakan, tidak termasuk kategori surat suara rusak. Karena titik merah atau warna lain atau garis dari percetakan dapat dibedakan dengan warna merah tinta balpoin sebagai alat pemberi tanda pilihan.

Kelima, surat suara dengan nama calegnya tercetak pada kolom parpol lain atau nama caleg yang tidak tercantum dalam surat suara, tetapi tercantum dalam DCT, pembetulannya dengan cara menempel nama caleg yang bersangkutan dengan menggunakan stiker. Keenam, surat suara yang nama calegnya tidak lengkap atua tidak benar, tidak termasuk kategori surat suara rusak. Pembetulannya dengan meralat nama caleg yang benar, lengkap, dan mengumumkannya di TPS.*

Selengkapnya...

Di Balik Gambar Caleg

Oleh Peter C. Aman
Direktur JPIC-OFM Indonesia

DEKORASI pesta demokrasi tahun 2009 ini kelihatannya jorok dan romol. Artis Leony merasa tak tertarik pada hingar-bingar politik karena ulah para caleg yang memasang gambarnya di mana-mana, menghilangkan keindahan ruang bersama di kota-kota. Nyaris tak ada pohon di tepi-tepi jalan, yang tidak dilukai paku supaya wajah sang caleg dapat terpampang dan kelihatan, tak peduli yang dilukai adalah pohon hidup. Padahal dengan memaku pohon hidup, dimensi ekologis pembangunan sudah disepelekan sejak sebelum memangku kekuasaan.

Kampanye kita menjadi “ritus memperkenalkan diri” atau sosialisasi diri, supaya si caleg dikenal, terutama wajahnya, karena pemilu kita memilih “wajah” orang. Salah satu keluhan berhubungan dengan mutu kampanye adalah “tersembunyinya” visi dan program partai serta gagasan brilian caleg sebagai pemikiran alternatif-efektif untuk membebaskan rakyat dan bangsa ini dari berbagai belenggu sosial-ekonomi. Wacana kampanye tidak lebih dari menghambur-hamburkan kata-kata, yang mendendangkan kehebatan partai atau figur politisi sendiri, bukan buah pemikiran dan gagasan politik pembangunan yang dibutuhkan untuk kemajuan bangsa ini.

Indah Berita dari Fakta
Kampanye sebagai medium sosialisasi partai serta ideologinya, direduksi menjadi perkara pasang tampang caleg, pesona diri, bukan “isi kepalanya” yang tertuang dalam gagasan alternatif yang efektif dan aplikatif bagi kebaikan dan kemajuan bersama. Dampaknya jelas, kampanye menjadi arena gerombolan massa atau warna-warni bendera, bukan ruang publik serta arena wacana bernas dan jujur untuk disajikan kepada khalayak secara meyakinan dan rasional.

Model kampanye seperti ini menuntut kecerdasan pemilih untuk menelisik sang caleg, bukan saja latar-belakang serta track-record-nya, tetapi membaca dengan cermat makna dari fenomena “jual tampang”, agar pemilih tidak terjebak dan mudah terbuai oleh suatu tampilan atau tebar pesona. Membaca gejala “jual tampang” para caleg bersama Edmund Husserl berarti mencoba menyingkap apa substansi (noumenon) dari balik gejala (fenomenon) jual tampang itu.

Fenomenologi Husserl mungkin tak tepat dicerna dalam konteks kampanye kita, tetapi satu hal yang sulit ditampik adalah bahwa dia membantu kita untuk sadar bahwa apa yang kelihatan (gejala, fenomen) bukanlah seluruh kebenaran dari dia yang menampilkan diri itu. Penampilan atau visualisasi lahiriah itu barulah sekadar gejala dan bukan substansi. Indahnya gambar dari perspektif seni fotografi sekalipun, tidak identik dengan “indahnya” integritas diri. Maka berlaku pepatah ”indah berita dari fakta”.

Tentang hal ini para pemilih sudah mulai cerdas. Mereka tidak lagi begitu saja mau dikerahkan ke lapangan-lapangan kota untuk mendengar cuap-cuap jurkam. Apatisme politik pada masyarakat semakin meluas justru karena pemilu menjadi sekadar acara periodik lima tahunan untuk berebut kekuasaan, bukan tonggak sejarah bangsa untuk suatu perubahan menuju kondisi yang lebih baik dan lebih sejahtera. Inilah argumen dasar untuk menjelaskan mengapa angka golput dari pemilu ke pemilu terus bertambah dan tidak berkurang.

Realitas ini diperparah, ketika menyimak perilaku politisi yang berambisi menjadi pemimpin. Mereka tidak sibuk berdiskusi dan kemudian menggelontorkan ide-ide cerdas untuk dijadikan wacana, diskusi atau debat publik. Yang dibuat adalah silaturahmi, persekongkolan atau koalisi membentuk kelompok kekuatan untuk merebut kekuasaan. Ketika kelak berkuasa, kekuasaan dipahami sebagai “berkah” atau kesuksesan mereka sendiri, bukan mandat atau amanah rakyat. Kesibukan pokok adalah membagi jatah-jatah kekuasaan di antara mereka dengan segala kemudahan yang mengikutinya.

Karena itu tak mudah mematahkan sinyalemen yang menegaskan bahwa pemilu kita baru sekadar instrumen dari demokrasi bukan demokrasi seutuhnya. Hasil dari instrumentalisasi demokrasi adalah kekuasaan oligarkis: komplotan para penguasa yang menghayati kekuasaan sebagai kesempatan memperjuangkan kepentingan diri serta komplotannya dan bukan rakyat banyak.

Di Balik Gambar Caleg (?)
Fenomena pasang gambar memancarkan suatu kecenderungan psikologis tertentu. Gambar diri yang ditampilkan tentu saja yang paling menyenangkan dan memuaskan si caleg sendiri. Proses auto-seleksi menjadi niscaya, sehingga gambar yang diloloskan ke ruang publik hanyalah gambar dengan tampilan prima. Si caleg puas melihat gambar dirinya. Dia senang melihat dirinya sendiri dan dia menikmatinya.

Asumsi di balik kenyataan ini sesungguhnya sederhana saja. Sebagaimana si caleg suka dan senang dengan foto dirinya, maka si pemilih pun diharapkan demikian juga. Si pemilih diharapkan menjadi seperti si caleg, suka akan foto dirinya, lantas “tergoda” untuk memilih atau mencontreng foto yang dipampangkan itu. Proses membuat si caleg akan yakin, bahwa dia dipilih karena orang menyenangi dia (baca = foto dirinya). Pemilih menyenangi si caleg (fotonya) sebagaimana dia sendiri menyenangi foto diri yang ditampilkannya ke publik. Para pemilih ditarik ke sekitar si“aku”.

Hal ini akan menyingkapkan kecenderungan psikologis lain yakni egosentrisme, yang lain terpusat pada “aku”, menyukai dan menyenangi “aku”. Si”aku” menikmatinya dan melalui pemilu kecenderungan (psikologis) untuk menyukai dirinya sendiri mendapatkan legitimasi sosial-politik. Gambar dirinya dicontreng atau dipilih. Dia menjadi pemimpin karena gambarnya dicontreng (disukai). Persepsi tentang kekuasaan politik seperti ini sudah terjangkit virus irrasionalitas dan demoralisasi.

Kalau persepsi seperti ini mendekati kebenaran, maka ada yang cacat dalam realitas politik kita. Politik (polis : kota, warga seluruhnya) kehilangan makna hakikinya. Politik kehilangan hakikatnya. Politik tidak lagi berarti mengurus kepentingan “polis” (warga, rakyat banyak), tetapi mengurus kepentingan si “aku”. Pemilu bukan lagi aset sosial politik untuk suatu perubahan demi pencapaian kesejahteraan umum. Pemilu menjadi medium memperjuangkan kepentingan si “aku” dan komplotannya. Kecenderungan egosentris (pribadi dan kelompok) ini sukses meraih legitimasi sosial-politik dari pemilih, melalui pencontrengan gambar si “aku”.

Lantas, seluruh peristiwa dan hingar bingar kampanye serta pemilu tidak lebih dari pemenuhan kebutuhan akan kepuasan si“aku”, baik aku individual maupun aku comunal (kelompok kepentingan) yang memaknai pemilu sebagai sarana pencapaian kepentingan itu. Pemilu menjadi medium aktualisasi kecenderungan ‘narsis’ si “aku” baik kepentingannya maupun pandangan, ideologi atau gagasan sempit yang berputar sekitar diri dan keyakinan-keyakinan pribadi maupun kelompok.

Kecenderungan ini mestinya diwaspadai sungguh-sungguh karena kecemasan akan si”aku” atau kelompok, yang memanfaatkan pemilu untuk kepentingan diri dan kelompoknya, sudah menjadi pengetahuan umum. Demokrasi di tangan manusia jelas tidak sempurna, tetapi rasionalitas dan kecerdasan sosial, mesti mampu menangkal pencederaan demokrasi. Demokrasi mesti ‘dipersenjatai’ rasionalitas dan moralitas yang tertuang dalam konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang mudah dicerna, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Itu yang diharapkan dari para caleg kita, bukan sekedar foto diri yang lebih terasosiasi ke kecenderungan narsis dalam perspektif Freudian, dan bukan kecerdasan sosial.

Kecerdasan intelektual dan emosional tentu saja penting, tetapi itu belum sempurna kalau tanpa kecerdasaran sosial-moral. Jangan lupa, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah harga mati. Caleg yang hanya memampang wajah dan bukan gagasan belum memenuhi syarat untuk dicontreng. Biarkan dia menikmati dirinya dan gambar dirinya. Taruhan pemilu adalah kesatuan dan kepentingan kesejahteraan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Caleg narsis termasuk politisi sesat yang menyesatkan. Ini kecemasan yang wajar di balik sekian banyak gambar yang menyesakkan.
Selengkapnya...

Lima Hari Lagi KPU Ende Droping Logistik Pemilu

Oleh Yusvina Nona

ENDE -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ende sesuai rencana, 5 hari lagi terhitung pada tanggal 4 April 2009 mendroping sejumlah logistik pemilu ke setiap kecamatan. Berdasarkan ketentuan, semua logistik pemilu ini akan dipak dalam kotak surat suara, digembok dan diberi stiker pemilu. Untuk legislatif pusat, provinsi, kabupaten dan DPD.

Sebelumnya pada tanggal 21 Maret 2009, KPU Ende sudah lebih dulu mendistribusikan format C4, daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar calon tetap (DCT) serta buku pintar untuk KPPS.

“H-5 semua logistik ini sudah stand by di setiap PPK. Untuk surat suara semuanya sudah disortir dan siap dipak, sedangkan untuk format –formatnya, sisa format C2 besar yang sementara ini disortir. Kita upayakan hari ini selesai pernyortirannya,” kata juru bicara KPU Ende, Vinsensius Moni, Senin (30/3).

Format-format ini, katanya, tidak didistribusikan secara bersamaan sehingga penyortirannya pun dilakukan bergelombang. Format-format yang sudah disortir minus C4yang sudah didistribusikan ke PPK dan C2 besar sementara disortir hari ini (kemarin) adalah model C, C1, C3, C5, C6 dan C7. Format-format ini merupakan berita acara hasil perhitungan.

Menyinggung hasil sortir surat suara berkondisi baik, Vinsensius menguraikan, untuk DPR Pusat sebanyak 162.062 surat suara, DPRD Provinsi 161.562 surat suara, DPRD kabupaten masing-masing daerah pemilihan (dapil) yakni dapil I 56.180 surat suara, dapil II 40.482 surat suara, dapil III 36.302 surat suara, dapil IV 31.096 surat suara.

Sementara untuk pemilih tetapnya masing-masing di dapil I 54.208 DPT, dapil II 38.000lebih DPT, dapil III 35.000 lebih DPT dan dapil IV 30.000 lebih DPT.

“Untuk surat suara ini sudah termasuk 2% cadangan berdasarkan DPT,” katanya.
Terkait jumlah caleg di masing-masing dapil, Vinsen mengatakan, di dapil I terdapat 209 caleg merebut 9 kursi, dapil II 187 caleg merebut 8 kursi, dapil III 163 caleg merebut 7 kursi dan dapil IV 135 caleg merebut 6 kursi.

Bagaimana dengan DPT yang meninggal dunia sebelum pemilihan? Vinsen katakan, orang tersebut tetap terdaftar dalam DPT. “Kalau dia sudah meninggal pastinya pemilih tetap di wilayah itu berkurang. Meski dia terdaftar, tapi tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena sudah meninggal,” katanya.

Mengenai caleg yang meninggal dan pengaruhnya dalam pemilihan nanti? Vinsen mengatakan informasi tentang caleg yang meninggal sudah diketahui KPU Ende. Namun, pihak KPU Ende kesulitan dalam menganulir caleg yang sudah meninggal itu karena tidak ada pemberitahuan resmi dari parpol caleg dimaksud.

“Kalau ada pemberitahuan dari parpol tersebut, KPU pasti keluarkan edaran untuk diumumkan kalau caleg tersebut sudah meninggal dunia,” katanya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh caleg yang meninggal dimaksud adalah Ferdinandus A. Tato dari dapil II Parpol Pengusaha dan Pekerja Indonesia.

Moni menambahkan sampai dengan kemarin, logistik pemilu legislatif untuk Kabupaten Ende sudah lengkap. Tidak ada persoalan lagi tentang logistik pemilu. KPU Kabupaten Ende tinggal melakukan distribusi ke kecamatan untuk selanjutnya diteruskan sampai ke TPS-TPS. *
Selengkapnya...

Satlantas Polres Sikka Razia di Sekolah-Sekolah

Oleh Syarif Lamabelawa

MAUMERE -- Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Sikka melakukan razia di sekolah-sekolah guna memeriksa kelengkapan surat sepeda motor, termasuk surat izin mengemudi (SIM) bagi para siswa. Satlantas juga mengagendakan untuk melakukan razia di kantor-kantor instansi pemerintah.

Seperti disaksikan, dalam aksi razia ke SMA Negeri I Maumere, Senin (30/1), ditemukan 50-an siswa yang memiliki kendaraan sepeda motor, tidak memiliki SIM. Padahal para siswa tersebut setiap hari dating ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor.

Kasat Lantas Polres Sikka AKP Indra Widjatmoko yang dikonfirmasi di sela-sela kegiatan razia itu mengatakan, aksi yang digelar ke sekolah-sekolah tersebut merupakan aksi simpatik. “Ini sifatnya pembinaan. Kita berharap dengan cara seperti ini, anak-anak disadarkan untuk memiliki SIM saat mengendarai sepeda motor,” ujarnya seraya menampik melakukan tindakan represif untuk aksi ke sekolah-sekolah itu.

Saat melakukan aksi ke SMA Negeri I Maumere, dari 50-an siswa yang memiliki kendaraan sepeda motor yang dikumpulkan di halaman sekolah itu, hanya dua orang yang memiliki SIM. Hal ini menunjukan tingkat kesadaran siswa pemilik kendaraan untuk memiliki SIM masih rendah.

Widjatmoko mengatakan, dirinya telah mengirim surat ke sekolah-sekolah untuk melakukan razia surat-surat kendaraan. “Suratnya saya sudah kirim. Hari ini kita di SMA I, nanti disusul di sekolah-sekolah lain termasuk kampus dan instansi pemerintah.
Kepala Sekolah SMA Negeri I Maumere, Diro Darius menyatakan salut atas tindakan aparat Polantas Polres Sikka yang terjun ke sekolah itu. Dengan begitu sehingga para siswa bisa lebih disadarkan untuk memiliki SIM dan melengkapi surat-surat untuk kendaraannya.

Tanya Denda Tilang
Salah seorang pengemudi kendaraan roda empat, Hans kepada Flores Pos mempertanyakan denda tilang atas kendaraannya sebesar Rp150.000. Hans mengaku, kendaraannya ditilang di depan Polres Sikka pada Sabtu (21/3) malam.

“Surat-surat saya lengkap hanya lampu jarak dekatnya putus. Kendaraan saya ditahan dan keesokan paginya saya bayar Rp150.000, kendaraan saya langsung keluar,” kata Hans yang mengaku tidak diberikan kwintasi oleh petugas yang menerima uang itu.

Sebagai orang yang awam aturan, Hans mempertanyakan, pemberian uang untuk denda tilang tersebut tanpa merima kwitansi. “Saya pertanyakan sekarang saya tidak diberi kwitansi. Kesalahan saya pelanggaran saya Cuma lampu. apakah pelanggaran ini harus bayar Rp150.000. Kalau putusan pengadilan Rp50 ribu, apakah uang yang saya setor itu sisanya dikembalikan,” tanyanya.

Dia mengatakan, sudah tidak tahu lagi apakah kendaraannya tersebut sudah disidangkan di pengadilan atau belum. Namun sampai dengan hari ini, dirinya belum mengetahui berapa putusan pengadilan untuk denda atas pelanggarannya.

Kasat Lantas Widjatmiko yang dikonfirmasi Sabtu (28/3) di Mapolres Sikka mengaku semua kendaraan yang ditilang dalam semingggu terakhir belum disidangkan. Menurutnya, pada akhir bulan ini baru direkap berapa banyak ditilang.

Ditanya berapa banyak kendaraan yang ditilang sudah ditarik pulang dengan jaminan membayar denda tilang, Widjatmoko mengaku belum mengetahuinya. “Nanti malam ada tilang baru saya sampaikan,” katanya tergesa-gesa karena akan menggelar rapat dengan stafnya.*

Selengkapnya...

Bahasa Daerah Sikka Terancam Punah

Oleh Syarif Lamabelawa

MAUMERE -- Lebih dari dua ratus bahasa daerah yang ada di Indonesia, termasuk bahasa daerah yang ada di Kabupaten Sikka terancam punah. Fenomena ini ditandai dengan makin hilangnya unsur asli bahasa daerah karena masuknya bahasa lain dalam penggunaan bahasa daerah.

Hal ini dikemukakan oleh anggota DPRD Propinsi Nusa Tenggara Timur, Oskar P. Mandalangi dalam acara tatap muka antara Pemerintah Kabupaten Sikka dan tim anggota DPRD NTT yang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sikka, pekan lalu.
Dikatakannya, selain bahasa daerah yang ada di Kabupaten Sikka, bahasa daerah yang ada di daerah lain di NTT juga terancam punah. Untuk itu, DPRD Propinsi NTT telah mengajukan usulan kepada pemerintah supaya bahasa daerah yang ada di NTT, termasuk bahasa daerah yang ada di Kabupaten Sikka dipergunakan di sekolah melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok).

“Sejauh ini pemerintah cenderung berupaya mempelajari Bahasa Indonesia secara baik, dengan melupakan bahasa daerah. Padahal bahasa daerah merupakan sebuah budaya dan menjadi bahasa ibu. Sehingga untuk melestarikan bahasa daerah, DPRD Propinsi telah mengajukan usulan kepada Pemerintah Provinsi NTT agar bahasa daerah yang ada di NTT, dipergunakan dan dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas tiga” kata Mandalangi.

Penulis buku “Hikayat Kerajaan Sikka” ini menambahkan, selain mempelajari bahasa daerah melalui mulok, karya seni daerah yang ada di NTT seperti tenun juga patut untuk dilestarikan. Sehingga juga pantas untuk untuk dipelajari generasi muda yang ada di NTT, pada jenjang pendidikan sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas.

Mandalangi berharap selain menjaga dan melestarikan bahasa daerah dan tenun ikat, berbagai peninggalan kebudayaan seperti kubur batu megalitikum, rumah adat, arca / patung, tarian daerah, serta berbagai karya seni budaya lainnya juga supaya dilestarikan dan dipelajari generasi muda.

Dia mengungkapkan, Lepo Gete sebagai rumah Raja Sikka yang ada di Desa Sikka Kecamatan Lela kini tidak diperhatikan dan terkesan ditelentarkan. Padahal Lepo Gete juga merupakan salah satu asset wisata budaya yang harus ikut diandalkan Kabupaten Sikka.

Selain Oskar P Mandalangi, B.A. yang juga melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sikka antara lain Drs. Paulus Moa, Kristo Blasin, Yucundianus Lepa, Wakil Ketua DPRD NTT, Paulus Moa yang juga masuk dalam tim kunjungan kerja tersebut menjelaskan, tujuan kedatangan Tim DPRD Provinisi ke Kabupaten Sikka antara lain untuk melihat secara langsung hasil pelaksanaan proyek pembangunan yang dianggarkan Pemerintah Provinsi NTT Tahun Anggaran 2008, serta menyampaikan beberapa rangkaian kegiatan pembangunan sepanjang tahun 2009. *

Selengkapnya...

Partai Merdeka Dukung Bangun Monumen Paus John Paul II

Oleh Wall Abulat

MAUMERE -- Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Merdeka Kabupaten Sikka, Siflan Angi menyatakan dukungan atas aspirasi yang berkembang terkait pembangunan monumen Paus Johanes Paulus II di Kota Maumere. ”Partai Merdeka sangat mendukung upaya pembangunan monumen Paus John Paulus II ini,” kata Siflan, Senin (30/3).

Menurut Siflan upaya bangun monumen Paus John Paulus II sangat penting karena selain mengenang peristiwa iman dan bersejarah internasional di mana pemimpin Katolik sedunia itu pernah mengunjungi Maumere, Kabupaten Sikka dan merayakan misa kudus di Gelora Samador 12 Oktober 1989, juga upaya yang sama sebagai program riil Pemkab Sikka dalam mengembangkan wisata rohani.

“Pembangunan monumen itu sangat penting. Apalagi sekitar 95% lebih penduduk Kabupaten Sikka beragama Katolik,” kata Siflan.

Siflan yang juga Ketua Forum Peduli Atas Situasi Negara (Petasan) Kabupaten Sikka menyatakan ketekadannya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat terkait pembangunan monumen Paus John Paulus II di DPRD Sikka. “Partai Merdeka akan perjuangkan aspirasi rakyat ini soal pembangunan monumen bersejarah itu di Dewan,” katanya.

Kepada umat Katolik dan warga Kabupaten Sikka, Siflan mengimbau untuk menyatukan hati dalam upaya merealisasikan pembangunan monumen Paus John Paulus II bertepatan dengan 20 tahun kunjungannya di Kota Maumere tahun ini. “Dukungan semua pihak sangat dibutuhkan dalam merealisasikan aspirasi yang berkembang selama ini,” kata anggota DPRD Kabupaten Sikka ini.

Dukungan serupa sebelumnya disampaikan Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia , Servandus C. Paji Pesa.

Menurut Servandus, upaya membangun monumen Paus John Paulus II sangat penting, selain memaknai kunjungan itu sebagai peristiwa bersejarah internasional, juga hal yang sama merupakan upaya menumbuhkan nilai-nilai perjuangan mendiang Paus Johanes Paulus II kepada generasi muda Sikka, terutama nilai-nilai kejujuran, sosial, kerendahan hati, ketulusan, kesucian, dan nilai-nilai positif lainnya.

“Peristiwa kunjungan Paus Johanes Paulus II di Kota Maumere Oktober 1989 tak boleh hilang ditelan waktu. Kunjungan Paus saat itu merupakan peristiwa berahmat bagi warga/umat Katolik Sikka khususnya, dan Flores/Lembata umumnya. Agar momen ini tidak hilang begitu saja dan nilai-nilai ketokohannya senantiasa membekas dalam diri generasi muda Sikka, maka perlu dibangun monumen Paus Johanes Paulus II di Kota Maumere. Pemkab dan DPRD perlu mempertimbangkan aspirasi ini,” kata Servandus.*
Selengkapnya...

Forcam Sikka Dukung Bupati Rotok Cabut Izin Operasi Tambang

Oleh Wall Abulat

MAUMERE -- Ketua Forum Cendekiawan Asal Manggarai (Forcam) di Kabupaten Sikka, Pater Alex Jebadu SVD menyambut baik langkah yang diambil Bupati Manggarai Christian Rotok yang menghentikan operasi kuasa pertambangan (KP) PT Sumber Jaya Asia (SJA) yang mengeksploitasi mangan dalam kawasan hutan lindung RTK 103, hutan Soga 1 dan 2 Kedindi, Kecamatan Reok, seperti diberitakan harian ini terbitan, Senin (30/3).

“Forcam beri apresiasi dan sangat mendukung langkah yang diambil Bupati Manggarai ini,” kata Pater Alex yang, Senin (30/3).

Menurut Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero ini, sikap tegas Bupati Rotok pantas ditiru oleh para bupati sedaratan Flores dan Lembata sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan lingkungan dan meminimalisasi dampak buruk kegiatan penambangan bagi generasi mendatang.

“Para bupati sedaratan Flores dan Lembata perlu belajar dan meniru apa yang sudah dilakukan Bupati Rotok ini,” kata Pater Alex.

Meskipun memberikan apresiasi kepada Pemkab Manggarai, Pater kelahiran Rego, Manggarai Barat ini tetap mendesak Bupati Rotok untuk menghentikan juga segala kegiatan penambangan lainnya di Kabupaten Manggarai di antaranya di Kajong, Kecamatan Reok, Satarpunda, dan beberapa lokasi lainnya. “Bupati juga harus cabut izin penambangan lainnya di Kabupaten Manggarai,” kata Pater Alex.

Minta Dukungan Internasional
Forcam dalam sebulan terakhir telah melakukan pelbagai upaya untuk menyelamatkan lingkungan hidup di Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur, di antaranya dengan meminta dukungan internasional. Senin pekan lalu, Forcam mengirim tembusan petisi tolak tambang pada tiga kabupaten di Flores Barat (Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur) ke pelbagai pihak di antaranya Paus Benediktus XVI, Superior Jenderal SVD di Roma, Presidenf of Ecological Crisis Committee of the United Nations in New York, President of Vivat International di New York, dan President of National Geographic Magazine di Washington.

Menurut Pater Alex, upaya untuk menyelamatkan lingkungan juga merupakan panggilan dan tugas gereja lokal dan universal, serta masyarakat dunia seluruhnya dalam upaya menjaga keutuhan ciptaan Tuhan. “Surat tembusan petisi tolak tambang di Kabupaten Manggarai dan dua kabupaten pemekarannya telah kami kirim ke Vatikan dan para pihak luar negeri lainnya,” katanya.

Adapun alasan penolakan aktivitas penambangan di Manggarai, lanjutnya, di antaranya karena pertambangan bukan pilihan tepat, baik dari sisi strategi maupun urgensi pembangunan di Manggarai; pertambangan tidak relevan dan koheren dengan kondisi nyata geologi; topografi wilayah Manggarai dan kehidupan sosial budaya serta ekonomi masyarakatnya yang berbasis pertanian, perikanan, dan kelautan; pertambangan hanya memberikan keuntungan terutama untuk korporasi yang merampas hak-hak masyarakat lokal atas tanah, dan kesejahteraan yang dijanjikan perusahaan tambang lebih merupakan suatu mitos atau ilusi yang membius masyarakat untuk menyerahkan tanah, dan bukannya kesejahteraan dan perbaikan hidup secara nyata, menyeluruh dan berkelanjutan.

Kepada Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur, Forcam mengajukan beberapa tuntutan antara lain minta untuk menghentikan semua aktivitas penambangan yang sedang berjalan dan harus menolak pemberian izin kuasa penambangan baru kepada perusahaan-perusahaan tambang, Pemerintah Pusat dan Daerah harus mencabut izin kuasa pertambangan yang telah diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang sedang beroperasi di Manggarai, dan pemerintah tiga kabupaten dimaksud lakukan reklamasi akibat eksploitasi pertambangan dan memberikan ganti rugi yang adil kepada masyarakat yang dirugikan akibat penambangan.

Forcam juga mendesak pemerintah kabupaten setempat untuk menjadikan isu ekologi sebagai salah satu isu sentral dalam politik dan kebijakan publik yang searah dengan gerakan dan tuntutan penyelamatan lingkungan hidup oleh masyarakat dunia, dan pemerintah daerah harus menjamin dan mengembalikan hak atas rasa aman masyarakat di wilayah tambang akibat adanya ancaman atau intimidasi pihak-pihak yang ingin mengambil tanah mereka selama ini.

Wakil Ketua Forcam, Alex Armanjaya kepada Flores Pos di Maumere, Minggu (29/3) menjelaskan Forcam sedang menyusun bahan katekese dan pencerahan terkait kegiatan penambangan di Kabupaten Manggarai. Kegiatan katekese dan pencerahan akan dilakukan para frater Seminari Tinggi Ritapiret dan Seminari Tinggi Ledalero asal Manggarai, pada Juni mendatang. “Kegiatan katekese sangat penting,” kata Armanjaya.*
Selengkapnya...

Partai Golkar Beri Bantuan ke Panti Cacat

*Caleg DPR RI Elisabeth Maria Mersin

Oleh Christo Lawudin

RUTENG -- Ada yang beda dilakukan Partai Golkar Manggarai dalam mengisi kampanye terbuka untuk Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 ini. Untuk jadwal kampanye terbuka, Minggu (29/3), Partai Golkar Manggarai bersama para calegnya tidak melakukan kampanye terbuka, melainkan memilih untuk mengunjungi panti sosial di Kota Ruteng dan Cancar dengan memberikan memberikan bantuan seperti beras, indo mie, dan biskuit.

Disaksikan Flores Pos, Minggu (29/3), jajaran pengurus bersama para caleg pergi ke tiga panti cacat seperti di Wae Peca, St. Damian Cancar, dan SLB Karya Murni Ruteng. Di tiga lokasi tersebut, tidak ada sambutan dan Ketika tiba di panti-panti cacat tersebut, tidak ada seremoni berupa sambutan-sambutan. Beras dan pelbagai bantuan lain diserahkan kepada penghuni panti cacat. Dalam kunjungan kekaryaan itu, tampak juga Caleg DPR RI Elisabeth Maria Mersin setia mendatangi tempat-tempat yang hendak dibagikan bantuan-bantuan tersebut.


Kepada wartawan di Ruteng, Senin (30/3), Elisabeth Maria Mersin mengatakan, kampanye terbuka tidak dilakukan karena Partai Golkar bersama para calegnya harus menghadir kampanye terbuka di Labuan Bajo yang dihadiri para petinggi Golkar Pusat. Namun, ternyata kampanye terbuka tidak dilaksanakan, maka warga Golkar Manggarai memilih untuk melakukan aksi sosial dengan mengunjungi panti-panti cacat.
”Saya sendiri kemarin turun. Kami langsung serahkan pada pemimpin-pemimpin panti cacat tersebut. Kita beri perhatian untuk mereka yang tak beruntung nasibnya itu. Ini karya nyata untuk sesama,” ujar Caleg DPR RI No. 6 untuk Dapil 1 wilayah Flores, Lembata, dan Alor.

Dikatakan, bantuan yang diberikan itu berupa beras 1 ton, 20 dos indomie, dan ratusan bungkus biskuit. Pemberian bantuan sosial itu diterima dengan sangat gembira oleh para penghuni panti. Karena sangat jarang orang dari parpol memberikan bantuan sosial seperti itu kepada orang-orang cacat.

Ibu Genoveva dari Panti Cacat Wae Peca mengatakan, mereka gembira dengan bantuan tersebut. Bantuan yang ada amat membantu meringankan mereka dalam menghidupi para penghuni panti. Bantuan tersebut tak pernah dibayang bayangkan sebelumnya.

”Kami senang dengan bantuan ini. Kami senang ada parpol dan caleg yang beri perhatian itu pada kita. Kita harapkan kalau mereka jadi nantinya, kita yang kecil ini tidak dilupakan. Orang-orang cacat harus jadi prioritas perhatian mereka sehingga tak ada yang merasa tidak diperhatikan,” katanya. *

Selengkapnya...

Buruknya Jalan Waling-Mukun Jadi Materi Kampanye

*Diangkat Caleg Provinsi dari Partai Pelopor Pius Piamat

Oleh Christo Lawudin

RUTENG -- Buruknya jalan dari Ruteng, terutama dari Waling menuju Mukun dan seterusnya ke Desa Golo Nderu di Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur (Matim) memang bukan rahasia lagi. Masalah keadaan jalan itu diangkat sebagai salah satu materi kampanye Partai Pelopor di Karot, Ruteng, Senin (30/3).

”Saya sudah keliling ke Manggarai Timur, Manggarai Barat, dan Manggarai, beberapa waktu belakangan ini. Kemarin, saya ke Mukun bersama Bupati Manggarai, para pejabat, orang parpol, caleg, dan lain-lain melintasi jalur Waling-Mukun untuk menghadiri acara syukuran terpilihnya Bupati Matim, Yosef Tote dan Wabup Andreas Agas. Aduh jalan sangat buruk. Jalan sudah jadi kali mati. Karena saya tahu kondisi ini, maka saya pakai dumtruk dari Ruteng. Karena kendaraan seperti itu yang pas untuk jalur jalan buruk seperti itu,” ujar Pius Piamat, caleg Provinsi NTT No. 1 dari Partai Pelopor untuk Dapil 5 wilayah Mangarai, Matim, dan Mabar dalam kampanye terbuka Partai Pelopor di Kampung Karot, Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong, Senin (30/3).

Kampanye terbuka tersebut dipimpin Ketua DPC Partai Pelopor Manggarai, Robert Kary Funay bersama para caleg untuk daerah pemilihan Langke Rembong, dan anggota DPD RI, Bony Oldam Romas. Hadir, 1.000-an warga dari pelbagai kelurahan di Kota Ruteng, unsur parpol lain, caleg dari parpol lain, dan lain-lain. Kampanye di tengah kampung itu berjalan lancar, aman, dan tertib dengan pengawalan dari aparat kepolisian.
Menurut Pius Piamat, warga harus selektif untuk memilih wakilnya untuk 5 tahun mendatang. Harus memiliki caleg yang memiliki kapasitas mulai kemampuan intelektual, pengalaman kerja, dan harus bermoral baik. Jangan juga memilih caleg yang sakit-sakitan dan provokatur. Pilih orang mampu berjuang untuk kepentingan orang kecil, rakyat tiga kabupaten ini, termasuk mampu melihat persoalan rakyat seperti jalan rusak yang terlihat di mana-mana di wilayah Manggarai Raya ini.

Sedangkan caleg No. 1 DPRD Manggarai Dapil 4 wilayah Kecamatan Langke Rembong, Robert Kary Funay mengatakan, dalam kampanye selama ini, pihaknya selalu mengundang parpol dan caleg dari partai lain. Hal itu penting untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat. Memberi memberi pendidikan politik yang baik dan benar.
”Ini maksudnya untuk pencerahan. Karena di DPRD nanti tak ada yang sembunyi-sembunyi. Semua dibahas dan dibicarakan secara transparan. Karena itu, kita harus tunjukkan kemampuan di hadapan rakyat dan nantinya saat bekerja dengan pemerintah. Karena itu, saya minta pilihlah Caleg yang berbobot,” katanya.

Ia mengatakan, lihat baik caleg-caleg itu. Pilih caleg yang sudah bekerja dan berbuat banyak untuk rakyat. Orang di Langke Rembong ini tahu siapa saja yang telah bekerja untuk mereka selama ini. Yang telah jadi wakil mereka di DPRD Manggarai.
Caleg perempuan dari Partai Pelopor, Adriana Busu mengatakan, soal bobot kaum perempuan tidak kalah. Kemampuan dan kapabilitasnya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat juga tidak kalah denga kaum pria. Karena itu, warga nantinya dalam memilih jangan membeda-bedakan antara pria dan wanita.

”Kita perempuan tak kalah dengan kaum pria. Kita tak bisa hanya bekerja di dapur, juga berjuang untuk wakil rakyat. Karena itu, saya siap untuk itu.”*

Selengkapnya...

BENTARA: Untuk Bupati Rotok

Pencabutan Izin Tambang Mangan di Manggarai

Oleh Frans Anggal

Bupati Manggarai Christian Rotok mencabut izin operasi kuasa pertambangan PT Sumber Jaya Asia yang mengeksploitasi tambang mangan dalam kawasan hutan lindung RTK 103, hutan Soga 1 dan 2 di Kedindi, Reo. “Sikap kita tegas. Tak ada toleransi untuk perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan alam tambang dalam kawasan hutan lindung.”

Dalam kasus ini, kata Bupati Rotok, kuasa pertambangan tidak dapat dipersalahkan. Kuasa pertambangan mengantongi izin resmi yang diproses sejak 1990-an. Pemkab Manggarai juga tidak dapat dipersalahkan. Sebab, yang berwenang memberi izin kala itu adalah pemerintah pusat. Baru pada era otonomi daerah, kewenangan itu dilimpahkan ke tangan kepala daerah. Dengan kewenangan yang dimiliki itulah Bupati Rotok, kini, mencabut izin operasi kuasa pertambangan dimaksud.

Kita setuju dan dukung langkah tegas Bupati Rotok. Tetapi tidak untuk pernyataannya yang seolah-olah melemparkan kesalahan hanya kepada pemerintah pusat seraya ‘meluputkan’ kuasa pertambangan dan pemkab dari tanggung jawab.

Benarkah kuasa pertambangan tidak dapat dipersalahkan? Kalau dasarnya hanya selembar surat izin, itu sangat rapuh. Yang masih harus dilihat, bagaimana sampai surat izin operasi di kawasan hutan lindung itu bisa diterbitkan oleh pemerintah pusat. Apakah surat itu turun dari langit? Tanpa usaha sadar, terencana, dan sungguh-sungguh pihak kuasa pertambangan?

Seperti swasta lainnya, kuasa pertambangan merupakan kelompok yang mempunyai motif keuntungan sebagai nilai dan norma dominan dalam memerankan diri dalam pembangunan. Namun nilai dan norma itu harus tunduk di bawah dua hal: tujuan pembangunan dan peraturan perundang-undangan. Ketika dua hal ini tak dihiraukan hanya demi terbitnya selembar surat izin, kuasa pertambangan sudah bersalah dan karena itu patut dipersalahkan.

Atas cara yang lain, pemkab juga bersalah, meskipun bukan sebagai pihak yang kala itu berwenang menerbitkan surat izin. Kesalahan yang paling mungkin adalah pembiaran. Bupatilah yang empunya wilayah. Mengapa diam, takut, dan pasrah ketika hutan lindung di wilayahnya dihancurkan? Kesalahan menjadi lebih besar jikalau ia ikut bermain mata dan lalu mendapat ‘kehormatan’ yang dalam bahasa Inggris disebut “honor”.

Dalam eksploitasi tambang mangan di kawasan hutan lindung RTK 103, hutan Soga 1 dan 2 di Kedindi, Reo, semua pemangku kepentingan ikut bersalah. Pemerintah pusat, Pemkab Manggarai, dan kuasa pertambangan PT Sumber Jaya Asia.

Ini catatan kecil untuk Bupati Rotok. Catatan yang menyertai dukungan kita atas ketegasan sikapnya. Profisiat!

“Bentara” FLORES POS, Selasa 31 Maret 2009


SENGGOL:

Tak ada petugas, Pustu Kotenwalang di Flores Timur terlantar.
Bangun gedung, lupa bangun manusia.

Kembali normal, Trans Nusa terbang 4 kali Ngada-Kupang.
Kalau tak konsisten = “pesawat ojek”.

Lagi, 800 turis mendarat di Taman Nasional Komodo.
Manggarai Barat dapat bangganya.

Om Toki
Selengkapnya...

Panwaslu Temukan 43 Pelanggaran

Oleh Maxi Gantung


LEWOLEBA -- Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Lembata menemukan 43 pelanggaran pemilu sejak Januari hingga saat rapat umum 16 Maret lalu. Panwaslu juga sudah merekomendasikan atau menyampaikan kepada KPUD Lembata.

Ketua Divisi Penerimaan dan Pengawas Pelanggaran Panwslu Kabupaten Lembata, Neneng Arianti Kamis (26/3) menjelaskan dari 43 pelanggaran tersebut, 23 pelanggaran saat kampanye terbatas dan 20 pelanggaran saat rapat umum atau kampanye umum. Namun bisa saja pelanggaran ini bertambah karena kampanye umum masih berlangsung.

Pada saat rapat umum satu kasus tindak pidana terkait dengan pernyataan jurkam/caleg PDI Perjuangan, Harsono terhadap Partai Golkar. Namun Panwaslu belum limpahkan ke polisi karena bukti-bukti belum cukup. Sementara 19 pelanggaran administrasi sudah dilimpahkan ke KPUD Lembata. Sementara pelanggaran lainnya pada saat rapat terbatas, sebanyak 23 pelanggaran yakni 1 pelanggaran tindak pidana dan kini diproses di Kejaksaan Negeri Lewoleba.

Pelanggaran pidana ini terkait dengan perusakan baliho milik caleg NTT Edy Lamak yang dilakukan oleh seorang kondektur. Pelanggaran Administrasi sebanyak 3 sudah dilimpahkan ke KPUD Lembata.

Semnetara 19 pelanggaran lainnya tidak bisa ditindaklajuti karena tidak memenuhi unsur pelaporan seperti saksi, barng bukti dan lain sebaginya. Selain itu waktu kejadian (pelanggaran) dengan laporan yang mereka terima terlambat, tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku.

Mengenai keterlibatan anggota Badan Perwakilan Desa dalam kampanye, Ketua Panwslu Kabupaten Lembata Piter Payong mengatakan saat ini sedang dikaji oleh panwaslu. Ia mengatakan pada saat kampanye Partai Indonesia Serikat (PIS) di Atadei, Senin (23/3) lalu anggota BPD Desa Tubuk Rajan terlibat dalam kampenye sebagai protokol dalam kegiatan tersebut.

Selain itu kata Piter Payong panwaslu juga menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) sebagai penyelenggara pemilu di tingkat desa/keluarahan. Di Desa Ile Kimok kecamatan Atadei PPS saat melakukan sosialisasi pencontrengan yang dilakukan dari rumah ke rumah dengan menyebut nama partai dan caleg tertentu baik caleg provinsi, Kabupaten maupun caleg untuk dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Piter juga mengatakan dari begitu banyak laporan dari Panwaslu ke KPUD Lembata, sudah banyak yang ditindaklanjuti, namun masih banyak juga yang belum dintidaklanjuti. Piter tidak tahu mengapa KPUD Lembata belum tindaklanjuti. Ia mencontohkan kasus/pelanggaran menggunakan fasilitasi milik pemerintah dan kendaraan dinas saat kampanye terbatas yang dilakukan oleh caleg tertentu tidak ditindaklanjuti oleh KPUD Lembata.*
Selengkapnya...

29 Maret 2009

Bupati Cabut Izin Operasi Tambang di Reo

*Sikapi Aspirasi Masyarakat dan Pemerhati Tambang

Oleh Christo Lawudin

RUTENG -- Bupati Manggarai Christian Rotok menghentikan operasi kuasa pertambangan (KP) PT Sumber Jaya Asia (SJA) yang mengeksploitasi mangan dalam kawasan hutan lindung RTK 103, hutan Soga 1 dan 2 Kedindi, Reo.

Bupati Rotok kepada wartawan di Ruteng, Sabtu (28/3) mengatakan, izin usaha pertambangan di kawasan hutan lindung RTK 103 telah dicabut. Hal itu dilakukan karena kawasan yang dieksploitasi masuk dalam kawasan hutan lindung. Usaha apapun di dalam kawasan hutan tidak bisa dilakukan kegiatan pertambangan.

"Sikap kita tegas dalam hal ini. Kita sudah cabut izin usaha tambang PT SJA. Dalam kasus ini, mereka tak bisa disalahkan. Demikian juga dengan Pemkab. Karena semua proses dilakukan sejak tahun1990-an dari pemerintah pusat," kata Bupati Rotok.
Menurut dia, tak ada toleransi untuk perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan alam tambang dalam kawasan hutan. Karena itu Pemkab berterima kasih kepada JPIC OFM dan JPIC SVD Provinsi Ruteng yang mengangkat fakta dan data mengenai pertambangan dalam kawasan hutan lindung tersebut.

Hal senada disampaikan Asisten II Setda Frans Salesman. Menurutnya, cerita tentang tambang di Soga I dan II di Kecamatan Reo sudah cukup panjang. Proses perizinan dilakukan sejak dulu. Tetapi, setelah ada fakta bahwa lokasi itu berada dalam kawasan hutan lindung, maka usaha pertambangan itu mesti dilihat kembali.

"Kita memang sedang lakukan penelitian tentang hal itu. Bupati sudah cabut izin usaha tambang, baru-baru ini. Itu berarti usaha tambang itu harus dihentikan. Kita pantau terus keadaan di lapangannya," katanya.

Sikap tegas Pemkab itu, kata Salesman, merupakan tindak lanjut dari audiensi JPIC OFM Indonesia dengan Menteri Kehutanan RI di Jakarta, akhir tahun lalu. Di hadapan Mennhut, pemerhati masalah pertambangan itu mengangkat fakta eksploitasi tambang mangan dalam kawasan hutan lindung, yakni hutan RTK 103, hutan Kedindi.

Koordinator JPIC SVD Provinsi Ruteng dan Jaringan Advokasi Tambang, P. Simon Suban Tukan SVD per telepon, Minggu (29/3) mengatakan, penghentian operasi tambang itu merupakan suatu langkah maju yang diambil Pemkab Manggarai. Pemkab telah mengambil sikap tegas menyikapi aspirasi arus bawah tentang eksploitasi hutan dalam kawasan hutan lindung.

"Ini suatu kemajuan. Hanya kita harapkan, pencabutan izin usaha tambang itu harus diikuti dengan pemantauan di lapangan. Jangan sampai aktivitas di lapangan masih terus berlanjut. JPIC akan terus pantau setiap perkembangan di lapangan mengenai usaha tambang di wilayah Kecamatan Reo," katanya.*

Selengkapnya...

Tak Ada Petugas, Pustu Kotenwalang Terlantar

*Dibangun Tahun 2005

Oleh Frans Kolong Muda

LARANTUKA -- Puskesmas Pembantu Kotenwalang di Desa Latonliwo, Kecamatan Tanjung Bunga yang dibangun tahun 2005, sampai sekarang belum ditempati tenaga medis. Praktis tidak ada pelayanan kesehatan. Akibatnya warga yang sakit harus berjalan sejauh 30 kilometer untuk berobat di Puskesmas Waklibang di ibu kota Kecamatan Tanjung Bunga.

Bernadus Bala Soge (30) warga Desa Latonliwo kepada Flores Pos di Larantuka, Sabtu (28/3) sesalkan kelambanan Dinas Kesehatan untuk menempatkan seorang tenaga medis di puskesmas tersebut.

Soge mengakui gedung Puskesmas Kotenwalang dibangun tahun 2005 oleh PT M2000 Usaha Mandiri. Gedung Puskesmas yang cukup megah ini setelah selesai dibangun tahun 2006 pernah ditempati petugas medis, Mantri Kris asal Sikka. Namun baru setahun bertugas dia minta mutasi ke tempat asalnya. Sampai sekarang Dinas Kesehatan belum menempatkan tenaga medis pengganti. Gedung Puskesmas Kotenwalang kini terlantar.

“Masyarakat Desa Kotenwalang sangat mengharapkan agar Dinas Kesehatan Flotim secepatnya menempatkan petugas medis untuk bertugas tetap di Koten. Sebab sejak mutasinya Mantri Kris tahun 2006, masyarakat selain berobat di Puskesmas Waiklibang, juga menmperoleh pelayanan pengobatan dari perawat non PNS, Ana Gunung Maran yang tinggal di Desa Latonliwo. Pelayanan pengobatan oleh Ana Gunung menurut masyarakat terlampau mahal, karena sekali berobat harus membayar Rp50.000/orang dewasa”.

Persoalan vakumnya tenaga medis di Puskesmas Kotenwalang ini kata Soge pernah disampaikan masyarakat pada saat kunjungan kerja Bupati Flotim, Simon Hayon pada Oktober 2008 ketika melantik Kepala Desa, Latonliwo.

Bupati Simon berjanji akan memberitahukan kesulitan ini kepada Dinas Kesehatan Flotim untuk menempatkan tenaga medis di Puskesmas Kotenwalang.
“Sampai kapan masyarakat Kotenwalang menunggu tenaga medis tetap untuk pelayanan kesehatan di sana?” ujar Soge.

Soge mengakui, kesulitan utama yang dihadapi masyarakat Desa Latonliwo (Koten), Desa Patisirawalang (Basira), dan Desa Aransina (Lewokoli) adalah infrastruktur jalan raya dan kesulitan tenaga medis. Masyarakat melintasi jalan tikus selama ini. Sejak nenek moyang warga masyarakat tiga desa ini mengandalkan transportasi laut dengan perahu motor ke Larantuka ibu kota Kabupaten Flotim. Dua kesulitan utama ini perlu mendapat prioritas pemerintah.

Kepala Dinas Kesehatan Flotim, dokter Yosep Usen Aman belum lama berselang mengatakan, kekurangan tenaga medis di sejumlah Puskesmas di Kabupaten akan diperhatikan, terutama di Puskesmas/Pustu yang belum ada tenaga medisnya.*

Selengkapnya...

TransNusa Terbang Empat Kali Seminggu

Oleh Hubert Uman

BAJAWA -- Sejak Selasa (17/3) lalu, penerbangan pesawat TransNusa dari Bandara Turelelo Soa ke Kupang kembali normal. Empat kali seminggu. Bahkan penerbangan dari Surabaya-Jakarta setiap hari Selasa dan Sabtu pesawat TransNusa connect dengan Mandala. Dan penerbangan hari Kamis dan Minggu, penerbangan Soa-Kupang connect dengan Mandala Surabaya-Jakarta.

“Selama ini jadwal penerbangan masih normal. Hanya skedul tidak jalan akibat cuaca dan sepinya penumpang. Sekarang sudah penerbangan kembali seperti biasa,” kata Agen TransNusa Bajawa Jemmy Wongge, Jumat (27/3) di Bajawa.

Agar pesawat TransNusa tetap terbang dari dan ke Soa-Bajawa, kata Jemmy Wongge, perlu ada dukungan Pemda dan masyarakat Ngada. Aparatur Pemda yang ke Kupang atau ke Surabaya dan Jakarta harus menggunakan pesawat TransNusa.

Menurut dia, tarif penumpang Bajawa-Kupang-Jakarta paling tinggi Rp1,5 juta. Bajawa-Kupang-Surabaya paling tinggi Rp1,3 juta. Harga tiket bisa lebih murah apabila pembelian tiket dilakukan seminggu sebelumnya. Pembelian dengan perencanaan. Tiket Bajawa-Kupang berkisar Rp590.000 hingga Rp689.000. Juga apabila pembelian perencanaan, pembelian dilakukan seminggu sebelumnya harga tiket lebih murah.

Menyinggung proposal yang diajukan PT TransNusa ke Pemda Ngada, kata dia, belum ada jawaban dari Pemda dan masih menunggu pembahasan APBD.

Kepala Bagian Ekonomi Setda Ngada Frans Sola mengatakan, proposal yang diajukan oleh PT TransNusa sudah dibahas. Hasil rapat awal tim investasi Pemda Ngada yang terdiri dari instansi terkait, termasuk Bappeda Ngada, prinsipnya tidak berkeberatan.

“Hanya Pemda tentu tidak memutuskan sendiri. Proposal kerja sama dati TransNusa ini akan dibahas lagi di DPRD Ngada. Nanti dibahas pada sidang perubahan anggaran,” kata Frans Sola, Jumat (27/3) di ruang kerjanya.*
Selengkapnya...

Partai Bandit dan Bandit Partai

Oleh Pius Rengka

Prof. Dr. William Reno (1998), melakukan penelitian di sejumlah negara di benua Afrika. Ia, professor ilmu politik pada Florida Internasional University. Reno melukiskan kondisi negara-negara di benua Afrika tatkala dipimpin oleh para bandit yang menang dalam perang politik di sejumlah negara di kawasan itu.

Menulis politik dengan lesson learning Afrika, tentu saja, ada niat jelas untuk tidak ditiru. Ia tak beda jauh dengan pengalaman serupa di negara-negara lain, terutama setelah perang dingin. Apalagi kondisi politik di negara dunia ketiga, umumnya masih tidak stabil. Rakyatnya pun masih sangat miskin. Pemerintahannya masih kacau balau, reformasi birokrasinya rentan terhadap penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme dan bahkan konsolidasi demokrasinya masih sangat rapuh. Karenanya, aparatus pemerintah tak sanggup memecahkan problem sosial yang dihadapi negaranya.
Konflik kepentingan, terutama perebutan sumber-sumber kekuasaan dan posisi strategis negara beriringan dengan pertarungan kepentingan sempit para aktor partai yang relatif masih sangat lapar dan dahaga (hungry party). Aparat partai tak sanggup berbuat banyak kecuali memanfaatkan simbol-simbol partai untuk kepentingan “bisnis”. Para pengurus partai memperlakukan stempel partai sebagai komoditas untuk memburu nafkah dan rejeki jangka pendek.

Problem hukum, juga demikian. Aparat penegak hukum sungguh sibuk membisniskan wewenangnya. Umumnya mereka tidak dapat disebut profesional dan bahkan mereka cenderung hidup tanpa moral yang becus. Mereka memeras para pencari keadilan. Mereka percaya teguh bahwa memeras para pihak yang sedang berperkara (sengketa) merupakan pilihan rasional yang terbaik. Mereka tidak lagi percaya pada apa yang diyakini secara moral sebagai hal yang baik dan benar untuk dilakukannya, melainkan mereka percaya pada apa yang buruk yang sering dilakukannya sebagai hal yang baik dan benar. Maka, nyawa para pencari keadilan pun dijadikan komoditasi politik dan ekonomi untuk melayani kepentingan mereka.

Aparat penegak hukum tidak lebih dari jaringan para bandit yang membisniskan kewenangannya untuk memproduksi uang. Peristiwa hukum dan penegakan atasnya bukan lagi sebagai bagian dari upaya untuk menjaga moralitas (perihal baik dan benar), melainkan dipakai sebagai mesin produksi kekayaan untuk dirinya atau jaringannya (untung dan rugi). Para bandit ini tidak segan-segan menjadikan aturan hukum sebagai alat untuk menindas rakyat.

Kedaulatan hukum kehilangan energi moralnya seiring dengan merendahnya moralitas para aparat penegak hukum. Karenanya prinsip manusia bermoral yang akan dengan sendirinya merasa malu jika melanggar hukum, sehingga akan bertumbuh kembang shame culture yang menopang dan menjamin dipatuhinya hukum tanpa meninggalkan cita-cita utamanya yaitu keadilan perlahan redup.

Contoh-contoh kasus sebagaimana praktek di Liberia, Nigeria, Sierra Leone dan Congo, sekaligus cermin bagi negara-negara lain serupa yang baru keluar dari konflik politik. Rejim demokrasi belum tumbuh subur dan belum ada partai politik yang sungguh demokratik. Para aktor partai politik menjadikan mesin partai hanya untuk maksud memeras para pencari kekuasaan. Singkatnya, party is a tool or machine to get money.

Maka, partai politik tidak lebih dari sekadar instrumen pemuas dahaga para pengurusnya (oligarkhis). Mereka memakai partai sebagai mesin produksi kekayaan, bukan instrumen pengawal ideology. Aktor partai, terutama para elitnya, membawa dirinya seperti komplotan sebuah institusi birokrasi eksekutif. Haus hormat dan seringkali membuat keputusan politik tanpa melalui debat perspektif dengan para anggotanya.

Ancaman hadirnya negara gagal (fail state), negara lemah (weak state) dan negara bandit (prabandal state) pun tak jarang jadi praktek bernegara pada siatuasi serupa itu.

Fakta-fakta politik, dan hukum di Siera Leone bisa berceritera banyak. Di negara itu, memang ada pemerintah artinya struktur kekuasaan Negara yang formal, bahkan ada aturan main, malah ada aparat penegak hukum, bahkan ada juga partai politik. Tetapi, sayangnya semua aktornya tidak fungsional karena mereka ternyata menjadi komplotan yang berkolaborasi dalam satu rumpun komplotan sekutu untuk menguasai seluruh instrumen politik. Akibatnya, sumber daya alam di negeri itu dieksploitasi secara serampangan dan hasilnya dijual bebas ke luar negeri. Maka pasar gelap (black market) pun lebih menggoda mereka tinimbang pasar-pasar legal.

Partai politik, sama saja. Partai dipakai sekadar alat untuk memberi kesan bahwa ada praktik demokrasi di negara itu. Padahal yang sesungguhnya terjadi, partai politik tidak fungsional untuk mengontrol penyelenggaraan negara. Malah para aktor politiknya sibuk terlibat dalam gerombolan para bandit lain. Mereka pun menjarah kekayaan sumber daya alam, termasuk, tentu saja, menjarah uang negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Urusan utama partai politik bukan mengerjakan fungsi-fungsinya demi memuliakan martabat manusia, malah para aktor pengurusnya justru menjadikan partai politik sebagai alat untuk ladang bisnis. Mereka menenteng cap partai untuk “dijual” ke para aktor ambisius. Stempel dijadikan komoditas. Atau cap partai dijadikan modal usaha para pengurusnya. Kerjaan pokok ketua partai ialah menyebar ancaman, bahkan menjarah uang partai.

Ketua partai menganggap dirinya sebagai pustaka final keputusan politik. Ia pun diam-diam menegosiasikan klaim dukungan rakyat demi rejekinya sendiri. Ia menjarah dan kian serakah. Padahal di banyak negara beradab, ketua partai tak lebih dari seorang pemimpin rombongan ziarah politik. Ketua adalah dinamisator, fasilitator dan administrator politik.

Ketua Partai Politik (atau elite partai) dianggap kuat bukan karena ia (mereka) sanggup membisniskan cap partai politik demi keuntungan pribadi, tetapi mereka dianggap kuat justru karena mereka mendapat dukungan luas (legitimasi) dari anggota dan memiliki pengaruh luas pada ruang publik politik. Para elite sama sekali haram mengambil keputusan sendiri atas nama partai. Mereka dilarang merampok dan membajak proses demokrasi. Malah mereka diwajibkan untuk melayani dan mengembangkan gagasan-gagasan demokratik dalam seluruh proses keputusan politik partai. Dengan kata lain, Ketua Partai adalah seorang pendengar yang baik, pengelola manajemen resolusi konflik yang setia.

Contoh kecil ada di sekitar kita. Kita melihat ada para aktor politik yang menjadikan stempel partai sebagai komoditas. Bisnis stempel dengan para kandidat calon bupati atau gubernur terjadi seperti bisnis gelap. Mereka tidak mencari kandidat terbaik, malah yang diusung adalah orang yang diharapkan sanggup beri upeti. Perilaku serupa inilah yang disebut Reno William sebagai perilaku bandit. Dan, biasanya kultur ikutannya adalah korupsi, dan implikasi lebih jauh dari itu adalah rakyat menjadi miskin secara masif.

Para aktor partai merebut posisi ketua atau pengurus dengan uang, bukan dengan program partai. Hirarki organisasi dijadikannya sumber rejeki. Sebaliknya, para kandidat yang ikut proses Pilkada pun berperilaku aneh-aneh. Mereka bertindak dan memperlakukan Ketua Partai dan para pengurusnya sebagai para pemimpin perang (warlord).

Hasil pemilihan melalui partai di kelak kemudian hari menuai kemungkinan empat kategorisasi negara.


Pertama, strong state. Strong state adalah situasi dimana negara dapat menjalankan fungsi kepemerintahannya dengan baik dan efektif. Negara kuat bukan terutama karena para aktornya menjalankan kekuasaannya secara represif, tetapi karena para aktornya mendapatkan legitimasi sangat kuat dari rakyat sebagai ikutan masuk akal dari pengelolaan partai yang sangat bagus. Aktor-aktor state serupa ini dilahirkan dari rahim proses partai politik yang benar, karena partailah yang telah mencari (koleksi), dan melakukan seleksi sesuai dengan fungsi-fungsi partai politik. Partai pun tidak meminta kontribusi uang.

Kedua, weak atau quasi state. Weak state atau quasi state adalah sejenis pemerintahan boneka yang perolehan kemenangannya sangat ditentukan oleh mesin uang dari pihak-pihak lain di luar arena negara. Pemerintahan jenis ini akan sangat lemah karena pengelolaan negaranya (daerahnya) sangat bergantung pada pihak lain di luar dan dari luar arena state (pemerintahan). Jadi yang memerintah adalah orang-orang lain di luar jalur resmi. Contoh pemerintahan Negara serupa ini adalah Kongo dan Rwanda. Bahkan posisi-posisi strategis di pemerintahan ditentukan oleh para pemilik uang. Praktek serupa itu, secara kecil-kecilan ada di sekitar kita juga.

Ketiga, shadow state atau prabandal state atau bandit state. Pemerintahan di negara sejenis ini, aktor negara hanya menjadi alat dari sekelompok orang untuk mendapatkan kepentingan ekonomi. Karena itu, pemerintahan dibajak oleh sekelompok orang dalam negeri demi kepentingan ekonomi mereka sendiri. Contoh negara sejenis ini adalah Siera Leone dan Liberia.

Perbedaan penting dari tipe negara dengan kategori weak state dan shadow state atau bandit state ialah bahwa pemerintahan pada weak state dikendalikan oleh aktor-aktor dari luar negeri, sementara shadow state dikendalikan oleh aktor-aktor dari dalam negeri sendiri.

Keempat, complex political emergencies state atau juga disebut collaps state. Pemerintahan di negara jenis ini, tak berfungsi sama sekali. Macet total. Hukumnya tidak fungsional, meski ada aparat hukum. Partai politik tidak berfungsi sama sekali, bahkan partai politik sungguh-sungguh tidak kontributif sedikit pun untuk penciptaan good governance atau effective governance. Sialnya, negara seperti ini masih disebut sebagai sebuah pranata sosial resmi.

Mencermati semua itu, para pengurus partai politik dan juga para aktor state, perlu merefleksikan peran mereka masing-masing. Apakah di negeri (atau daerah kita) ini ada gejala hadirnya aktor bandit ataukah justru instrument partai sebagai penyumbang utama effective governance?

Soal pokok ialah bagaimana memulihkan situasi dan kondisi itu agar para bandit tidak menguasai sumberdaya politik? Banyak jawaban yang bisa ditawarkan. Tetapi satu hal disepakati, bahwa para bandit akan tersingkir jika kultur demokrasi deliberasi tumbuh subur. Kultur demokrasi deliberasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat sipil atas seluruh kebijakan publik. Untuk itu, masyarakat perlu terlibat dalam politik Pemilu untuk menentukan arah perbaikan. Karena itu pilihan Golput adalah sesuatu yang kurang bijaksana.

Protes
Instrumen utama masyarakat sipil adalah voice (suara, protes), dan mekanisme utamanya adalah movement (gerakan). Maka metode gerakan sosial dengan strategi advokasi harus terus dikembangkan agar rakyat tidak lagi menjadi pihak yang terus-terusan ditipu. Karena itu, para aktor masyarakat sipil, aktor prodemokrasi, tidak boleh tidur nyenyak dalam situasi itu. Sekali lagi kontrol, kontrol dan kontrol.

Contoh keberhasilan gerakan masyarakat sipil di Amerika Latin dapat ditiru. Misalnya di Mexico Tenggara, Chili dan Brasil. Tetapi, konteks kultur politik Indonesia tidak perlu meniru konteks Afrika, terutama tidak meniru praktek politik di Siera Leone, Liberia dan Congo. Tiga Negara ini telah menjadi contoh terbaik untuk praktek kepemerintahan yang sangat buruk di masa lampau.

Pius Rengka, Alumni Sekolah Pascasarjana konsentrasi Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik, di UGM Yogyakarta.






Selengkapnya...

27 Maret 2009

Keluarga Ajukan Permohonan Autopsi Ulang ke Kapolri

*Polda NTT Diminta Ambilalih Proses

Oleh Wall Abulat

MAUMERE -- Keluarga almarhum Andri Haryanto telah mengajukan surat permohonan autopsi ulang jenazah korban ke Kapolri melalui Kapolda NTT belum lama ini. Keluarga berharap petinggi Polri memberikan pengantar atau izin untuk autopsi ulang demi mengungkapkan fakta kematian almarhum.

Surat permintaan keluarga itu disampaikan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT, Meridian Dewanta Dado.

Kuasa hukum keluarga Andri ini di Maumere, Jumat (27/3) mengatakan, surat permohonan autopsi ulang langsung dikirim ke Kapolda NTT dan Kapolri karena sebelumnya Kapolres Sikka menyatakan menolak memberikan surat pengantar autopsi ulang. Meski demikian tembusannya diberikan ke Kapolres Sikka.

Menurut Dado, upaya pencarian kebenaran merupakan komitmen keluarga dan warga Kabupaten Sikka meski harus berhadapan dengan birokasi kelembagaan. “Namun TPDI atas nama keluarga almahrum Andri serta masyarakat Sikka yang peduli akan kasus ini tetap akan berjuang dan mengupayakan yang terbaik untuk terangnya kasus ini.”

Dado menegaskan bahwa autopsi ulang selalu bisa dilakukan manakala misteri kematian seseorang masih diragukan kejelasannya atas dasar adanya kejanggalan-kejanggalan fisik, keanehan-keanehan proses hukum atau bahkan disebabkan oleh adanya keterbatasan peralatan sarana dan prasarana forensik.

“Maka sangat tidak relevan dan mematikan fungsi keterbukaan publik apabila autopsi ulang dihambat atau dihalangi.” katanya.

Selain ajukan permohonan melalalui surat, TPDI juga telah, sedang dan akan terus berkoordinasi dan menghubungi pihak-pihak yang dituju serta para pihak berwenang lainnya dengan satu harapan agar rencana autopsi ulang segera akan dilakukan.

”TPDI juga sedang mengupayakan agar kasus ini diambilalih penanganan proses hukumnya oleh Polda NTT. Surat permohonan ke Kapolda sedang dalam proses penyusunannya.”

Sebelumnya, Kapolres Sikka AKBP Agus Suryatno kepada Flores Pos menjelaskan pihaknya tidak akan mengeluarkan surat pengantar atau izin autopsi ulang karena hal itu bertentangan dengan kode etik kedokteran.

Kapolres juga menegaskan bahwa autopsi tidak perlu dilakukan lagi karena sebelumnya sudah dilakukan oleh tim dokter forensik di Labfor Polda Bali . “Tim autopsi sebelumnya sudah lakukan autopsi secara independen dan hasilnya menunjukkan bahwa Andri Haryanto meninggal murni bunuh diri,” kata Kapolres.

Andri Haryanto ditemukan meninggal dalam posisi menggantung diri di dapur kosnya di Waioti, 14 Oktober 2008 lalu.

Ketika jenazah korban dimandikan pihak keluarga di Perumnas Maumere sore harinya ditemukan sejumlah kejanggalan seperti ada luka pada sekujur tubu, lidah tidak menjulur, lubang anus luka menganga, dan beberapa kejanggalan lainnya.

Tim dokter forensik yang dipimpin AKP Martinus Ginting sudah melakukan autopsi jenazah korban tanggal 5 November 2008. Sampel autopsi berupa hati dan otak dikirim ke Labfor Polda Bali. Hasil pemeriksaan Labfor Polda Bali menyebutkan Andri Haryanto murni bunuh diri.
Selengkapnya...

Tujuh Warga Desa Fatamari Menderita Diare

*Dirujuk Rumah Sakit

Oleh Hieronimus Bokilia

ENDE -- Sebanyak tujuh orang warga Dusun Wolonio, Desa Fatamari Kecamatan Lio Timur Kabupaten Ende menderita diare. Dua orang dirujuk ke Rumah Sakit Umum TC Hillers Maumere dan satunya lagi dirujuk ke RSUD Ende. Pasien yang dirujuk ke RSUD Ende merupakan pasien yang paling parah.

Camat Lio Timur Kanisius Poto di Ende, Rabu (25/3) mengatakan, kasus diare ini terjadi sejak Selasa (17/3). Para penderita sempat dirawat di puskesmas namun karena ada tiga pasien yang menderita cukup parah maka mereka dirujuk ke rumah sakit.

Dia menilai, penderita tidak saja anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Ini disebabkan karena pola hidup kurang sehat masyarakat setempat. Warga minum air dari penampungan tanpa dimasak lebih dulu.

“Itu sepertinya sudah jadi kebiasaan. Kita sudah ingatkan ulang-ulang tapi sama saja,” katanya.

Dia bilang, pemerintah bersama petugas kesehatan sudah berulang kali melakukan sosialisasi dan penyuluhan menyangkut pola hidup sehat. Namun, setiap kali diberikan sosialisasi dan penyuluhan, tetap saja mereka kembali ke kebiasaan lama.


Faktor pemicu lainnya adalah karena masyarakat setempat membuang hajat di sembarang tempat. Dari 100 warga di Dusun Wolonio, hanya tiga kepala keluarga yang miliki jamban.

Kemungkinan Bertambah
Mengingat pola pola hidup masyarakat yang tidak pernah berubah, diyakini bahwa penderita diare akan ada kemungkinan bertambang. “Kita sudah usaha kasih sosialiasi dan penyuluhan. Tapi kalau tidak ubah perilaku tentu akan bertambah penderita diare.”

Kepada Flores Pos, Jumat (27/3) Kanis Poto per telepon mengatakan setelah dirawat intensif, ketujuh pasien diare dari Dusun Wolonio Desa Fatamari Kecamatan Lio Timur sudah sembuh. Saat ini, semua mereka susah kembali ke kampung masing-masing.*

Selengkapnya...

Kayu Cendana Diserahkan ke Dishut

*Sebanyak 581 Kg

Oleh Hubert Uman

BAJAWA -- Sebanyak 46 batang atau 581 kg kayu cendana yang selama ini diamankan di Kodim 1625 Ngada awal minggu ini sudah diserahkan ke Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada. Kayu cendana yang dikemas dalam sembilan dos rokok gudang garam hendak dibawa ke Jawa dan digagalkan oleh Babinsa Wolomeze Niko Ria. Ia menangkap kayu cendana ini di rumah kontrakan dari Purnomo di Watujaji.

“Kami sudah serahkan kayu cendana itu ke Dinas Kehutanan untuk diproses lebih lanjut. Kasus ini tidak boleh didiamkan begitu saja. Juga kasus cendana yang masih ada di rumah warga di Nginamanu. Saya tetap tuntut. Harus diproses secara hukum. Mobil boks yang mengangkut kayu dari Wangka juga harus dijadikan barang bukti,” kata Niko Ria usai acara pembukaan Musrenbangkab, Selasa (24/3) di Auditorium John-Thom.

Dalam pernyataannya, kata Niko Ria, kayu cendana yang ditampung di rumah kontrakannya itu milik dua anggota Polres Ngada Agus dan Andi, tersangka dalam kasus yang sama yang perkaranya sedang ditangani kejaksaan.

Kepala Dinas Kehutanan Ben Pollo Maing mengakui bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kodim. Purnomo memang sudah membuat pernyataan, bahwa kayu cendana tersebut milik dua anggota Polres Ngada. Tetapi Dinas Kehutanan masih membutuhkan keterangan tambahan sebelum kasus ini dilaporkan ke Polres Ngada.

“Kami akan panggil Purnomo. Setelah itu baru kasus ini dilaporkan ke polisi. Harus diproses secara hukum,”kata Ben Pollo Maing, Jumat (27/3) di halaman kantor bupati Ngada.*
Selengkapnya...