02 April 2009

Mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jadi Tersangka

Proyek Pengadaan Perahu Nelayan Reo

Oleh Paul J Bataona

RUTENG -- Mantan Kepala Dinas Perikanan dan Keluatan Kabupaten Manggarai, Bernadus Malek dan Direktur CV Edmundo Grevatius Cundawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Cabang Reo dalam proyek pengadaan perahu bagi nelayan Reo.
Saat ini Bernadus Malek masih menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai.

“Kita tetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan proyek bantuan perahu dan sampan itu, yakni kepala dinas selaku pengguna anggaran dan kontraktor pelaksana. Keduanya diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek bantuan bencana alam yang menalan dana ratusan juta dari APBN tahun anggaran 2008 lalu,” kata Kacab Kejari Reo, A. Topan kepada wartawan, Kamis (2/4) di Reo.

Menurut dia, Bernadus dan Grevatius adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam proyek ini serta terlibat langsung dalam pelaksanaan pekerjaan bantuan bencana alam perahu motor dan sampan tahun anggaran 2008 lalu dengan nilai kontrak Rp530 juta dari dana APBN.

Sesuai anggaran yang disediakan jumlah perahu motor sebanyak 31 unit dan sampan 5 unit dengan volume yang mestinya adalah 1,5 ton hingga 7 ton kapasitas setiap perahu atau sampan. Namun hasil penyidikan sementara diduga kontraktor melakukan penguranan volume setiap unit sampan dan perahu motor tersebut. “Kita temukan adanya unsur kerugian negara sekitar Rp152.983.000 ,” katanya.

Angka ini masih bersifat sementara sebab harus dilakukan audit oleh BPKP. Kasus tersebut saat ini sudah ditingkatkan pada penyidikan dan dalam waktu dekat jaksa akan meminta bantuan syahbandar Maumere untuk mengukur kondisi riil parahu dan sampan tersebut.

Topan menjelaskan, menurut penyidikan jaksa proyek, parahu motor dan sampan tersebut saat ini sudah rusak dan tidak layak untuk digunakan sebab sudah bocor dan rusak pada bagian dasar. “Pengakuan dari penerima bantuan, parahu motor dan sampan hanya bisa digunakan selama enam bulan. Setelah itu rusak dan tidak bisa digunakan lagi,” katanya.

Memang, kata Topan, ada beberapa warga yang masih bisa menggunakan namun hal itu harus mengeluarkan biaya perbaikan sendiri, sedangkan yang lain tidak bisa diperbaiki lagi karena tidak ada uang.

Seperti yang disaksikan Koran ini, Kamis kemarin tampak sejumlah perahu motor dan sampan dibiarkan begitu saja di pinggir laut Reo. Tidak ada yang digunakan karena sudah bocor dan rusak.

Muhamad salah satu warga Reo menuturkan, sampan dan perahu tersebut sudah rusak sejak lama, bahkan hanya bisa digunakan selama dua atau tiga bulan pertama selanjutnya disimpan saja. Jika mau digunakan harus menggeluarkan biaya sendiri untuk perbaik khusus pada bagian bawah yang sudah bocor.

“Bagian bawah sudah bocor, kita cukup besar keluarkan biaya sendiri untuk perbaiki lagi,” katanya.

Selengkapnya...

PT Sumber Jaya Asia Tetap Operasi

Eksploitasi Mangan di Reo Abaikan Bupati

Oleh Paul J Bataona

RUTENG -- PT Sumber Jaya Asia yang mengeksploitasi mangan di kawasan hutan Soga RTK 103 Kecamatan Reo masih tetap melakukan operasi seperti biasa, padahal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai sudah mencabut surat izin operasi tambang mangan tersebut.

Seperti disaksikan Flores Pos di lokasi tambang di RTK 103 Soga II sebanyak delapan kendaraan escavator sedang menggusur dan mengangkut material ke truk untuk dibawa ke lokasi pengolahan tambang. Truk dengan tonase besar hilir mudik mengangkut material. Sementara belasan pekerja yang terdiri dari ibu-ibu dan para lelaki terus bekerja membersihkan kelikir di antara material tambang. Selain itu alat bor sedang operasi untuk melancarkan proses peledakan.

Dari fakta lapangan dapat dilihat bahwa kondisi lingkungan praktis babak-belur, rusak parah dan sangat memprihatinkan. Galian tambang dari permukaan tanah sudah mencapai puluhan meter. Bukit tinggi menjulang yang sebelumnya dipadati berbagai macam jenis tanaman pohon kecil dan besar itu kini sudah kosong melompong. Yang ada hanya material bangunan dan struktur tebing bekas galian mengitari bukit tersebut yang sengaja digali untuk membentuk jalur lalulintas kendaraan.
Tidak hanya itu, bekas galian material tambang juga membelah bukit serta membentuk gua. Kendaraan tangki siram di setiap lintasan jalan keluar masuk kendaraan angkut material tambang.

Pada tempat lainnya di lokasi pengolahan beberapa ibu-ibu juga sedang melakukan kegiatan. Mereka tekun memilah bahan baku mangan.

Aloysius Onggur (26) dan Hendrikus Alimudin (30), selaku ketua kelompok pekerja yang ditemui wartawan di lokasi, Rabu (1/4) mengatakan, sudah tahu adanya larangan kegiatan di lokasi itu. Namun karyawan tetap bekerja sesuai aturan perusahaan. Dia bilang, jika perusahaan tutup, ada 70-an warga yang menggantungkan hidup sebagai buruh tambang akan kehilangan pekerjaan.

Menurut Onggur, upah harian yang diberikan perusahaan yakni Rp29.500,00 per hari bagi pekerja laki dan Rp27.500,00 bagi wanita.

Secara terpisah kuasa perwakilan PT Sumber Jaya Asia di Reok, Libert Magung, yang ditemui wartawan enggan memberi keterangan. Sebab seluruh keterangan pers dan publik sudah menjadi tanggungjawab penasihat hukum perusahaan, Torozatulo Mendrofa.

Wakl Bupati Deno Kamelus mengatakan, mestinya sejak Pemkab Manggarai mengeluarkan larangan, tidak ada lagi aktivitas di lokasi tambang. Apabila tetap ada ,maka itu kategori pelanggaran hukum karena it sangat diharapkan instansi terkait segera melakukan langkah hukum. “Mestinya tidak ada kegiatan lagi,” katanya.
Selengkapnya...

PN Sesalkan Sikap Longginus

Oleh Syarif Lamabelawa

MAUMERE -- Pengadilan Negeri (PN) Maumere menyesalkan sikap mantan Bupati Sikka Alexander Longginus yang bernyanyi dan berjoget saat kampanye Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Lapangan Kota Baru Maumere, Jumat (27/3) lalu. Padahal dia masih dalam status tahanan kota oleh PN Maumere karena alasan sakit.

Hal ini diungkapkan Humas PN Maumere, Togi Pardede kepada wartawan di PN Maumere, Kamis (2/4) menanggapi pertanyaan kalangan masyarakat seputar seberapa jauh pengawasan PN terhadap Alexander Longginus sehingga yang bersangkutan yang diberi tahanan kota dengan alasan sakit, masih melakukan kegiatan yang layaknya tidak sebagai orang sakit.

"Kita sesalkan tindakan dia karena sebagai orang yang sakit, tidak mesti melakukan hal itu. Tapi sudahlah, nanti itu menjadi kewenangan majelis hakim untuk menanggapinya," ujar Pardede.

Wakil Ketua PN Maumere ini mengatakan, sakitnya Longginus berdasarkan rekaman medis dari RSUD Dr. T. C. Hilers Maumere. Sayangnya Pardede ketika ditanya ada bukti rekaman medis dari RSUD Maumere, mengaku belum mengetahuinya.

"Saya belum tahu persis apakah saat itu dilampirkan dengan rekaman medis atau tidak. Waktu itu ditangani oleh majelis hakim yang menangani perkara ini," ujarnya.
Sehari sebelumnya, Direktur RSUD Maumere, Asep Purnama yang dikonfirmasi mengatakan, sejauh ini pihaknya hanya mengirimkan hasil pemeriksaan kesehatan Longginus kepada Kejaksaan Negeri Maumere. Karena saat pemeriksaan itu, Longginus masih dalam status tahanan pihak Kejaksaan Negeri Maumere.

Purnama mengatakan, pihaknya dalam memberikan kesimpulan tertulis atas hasil pemeriksaan Longginus hanya menulis tentang penyakit yang diidap Longginus. Untuk menentukan status tahanan seseorang adalah kewenangan aparat penegak hukum sendiri.
Terhadap hal ini, Pardede mengatakan, rekaman medis yang dipakai PN adalah saat Longginus menjalani pemeriksaan ketika masih menjadi tahanan kejaksaan. Namun lagi-lagi Pardede tidak mengetahui apakah hasil rekaman medis itu juga dilampirkan dalam BAP yang dilimpahkan kejaksaan maupun dalam permohonan penangguhan oleh penasihat hukum Longginus.

Dia mengatakan, terhadap sikap Longginus tersebut pihak pengadilan dapat memberikan teguran dan bisa menarik status tahanan kota. Namun hal ini menjadi kewenangan majelis hakim yang menangani perkara tersebut. "Soal teguran atau apalah, itu oleh majelis hakim dalam sidang nanti”.

Ihwal siapa yang harus bertanggungjawab atas pengawasan terhadap Longginus, Pardede mengatakan, karena Longginus adalah tahanan pengadilan maka itu menjadi tanggung jawab pengadilan. Namun dalam pengawasannya dikoordinasikan dengan pihak kejaksaan. Apalagi untuk menghadirkan terdakwa di sidang pengadilan menjadi tanggung jawab kejaksaan."Kalau mereka tidak hadirkan di sidang, yang rugi kejaksaan sendiri. Mereka yang menuntut terdakwa," katanya.

Kepala Kejaksaan Negeri Maumere Acep Sudarman menegaskan, pihaknya tidak bertanggung jawab atas sikap Longginus yang berkampanye dengan menyanyi dan berjoget di lapangan. "Itu tanggun gjawab pengadilan yang menahannya. Dia yang menahan kok orang lain bertanggung jawab," katanya.
Selengkapnya...

Membenah Yayasan, Menuai Mutu

*Yayasan-Yayasan Katolik Benahi Diri

Oleh Frans Obon

ENDE -- Pada pertemuan Musyawarah Pendidikan Katolik (Musdikat) II tahun lalu di SMAK Santo Petrus, yayasan-yayasan persekolahan Katolik dinilai tidak profesional, sehingga salah satu rekomendasi pertemuan tersebut adalah benahi manajemen yayasan-yayasan yang mengelola sekolah-sekolah Katolik.

Menjawabi ajakan itu, dalam pertemuan tiga hari (2-4 April) di Pondok Bina Olangari, yayasan-yayasan Katolik membahas bersama langkah-langkah pembenahan yayasan. Pertemuan ini yang mengambil tema “Membangun Profesionalisme Yayasan demi Meningkatkan Mutu Pendidikan Katolik di Kevikepan Ende”, adalah sebuah kesempatan sharing, membagi pengalaman bagaimana yayasan-yayasan Katolik itu memenej organisasi yayasan dan sekolah-sekolah asuhannya.

Ketua Panitia, yang juga Ketua Yayasan Persekolahan Umat Katolik Ende-Lio (Yasukel) Romo Herman E Wetu Pr pada awal pertemuan menegaskan peranan penting yayasan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Menurut dia, yayasan adalah salah satu instrumen yang berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kalau demikian besar pentingnya, maka membenahi majemen yayasan agar lebih profesional dalam mengorganisasi diri dan lembaga asuhannya adalah sebuah persyaratan mutlak. “Yayasan dituntut profesional dan OK di zaman global ini,” katanya.


Yayasan, menurut dia, bentuk perwujudan partisipasi masyarakat Katolik dalam mencerdaskan masyarakat. Lebih dari itu keterlibatan di bidang pendidikan merupakan karya kerasulan, mengambil bagian di dalam misi universal gereja. Romo Herman juga mengingatkan pentingnya Yayasan memahami pokok-pokok penting regulasi pemerintah mengenai yayasan dan sejarah awal pendirian yayasan, dan spiritualitas Katolik. Pertemuan ini, katanya, adalah kesempatan “saling bantu, saling belajar dan alat bantu untuk menyusun pedoman yayasan yang ideal bagi keuskupan dan lebih memperkaya lagi yayasan ke depannya”.

Dalam tempo tiga hari ini, pertemuan akan membahas materi mengenai manajemen profesional, undang-undang perpajakan, UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), rencana tindak lanjut, dan draf yayasan Keuskupan Agung Ende. Rencananya Sabtu (hari terakhir) Bupati terpilih Don Bosco Wangge akan memberikan masukan.

Pada sesi awal, Kamis kemarin, didahului sharing masing-masing yayasan, yang dipimpin P Hendrik Rua SVD dengan moderator Sr Clarina CIJ. Tiap yayasan diberi kesempatan membacakan sharing pengalaman pengelolaan selama ini, aset, sejarah, sarana dan prasarana, jumlah sekolah yang ada di bawah yayasan, rencana kerja dan rencana strategis ke depan, dan apa persepsi mereka mengenai manajemen profesional.
Setelah sharing, Sr Mary Florida CIJ mempresentasikan materi Manajemen Yayasan dengan moderator Amatus Peta. Suster Mary menyebutkan lima ciri manajemen profesional yakni adanya perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), staffing, leading, dan controlling. Menurut dia, planing mencakup strategi dan penentuan strategi. Pengorganisasian mencakup bagaimana sumber daya yang dimiliki diorganisasi dengan efektif dan efisien sehingga secara sinergis menghasilkan output yang bermutu. Unsur ini menekankan pula pentingnya analisis jabatan, deskripsi jabatan, komitmen, keahlian dan penempatan tenaga pada tempat yang benar.

Manajemen juga bertugas mengarahkan, memotivasi dan menggerakan kemampuan seluruh organisasi. Kontrol menyangkut standar penilaian, pengukuran, dan korektif. Manajemen profesional mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip umum, bukan berdasakan favoritisme, suku, etnis, dan agama. Manajer profesional bertugas memadukan tujuan yang saling bertentangan, bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan, berpikir konseptual dan analitis, jadi mediator, jadi politisi yang mengkampanyekan tujuan dan program organisasi, dan berani ambil keputusan pada saat-saat sulit. Dia juga menekankan manajemen profesional menekankan pentingnya efisiensi dan efektivitas.

Pertemuan hari ini fokus pada masalah perpajakan dan undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP).*

Selengkapnya...

Parpol Protes Bantuan Dana untuk Parpol Tertentu

Hari ini 31 Pimpinan Partai Politik Bertemu Bupati

Oleh Hubert Uman

BAJAWA -- Setelah mendapatkan bukti ada partai politik peserta pemilu di Kabupaten Ngada yang memberikan bantuan dana kepada 65 kelompok tani dan perorangan, 31 pimpinan partai politik dan para caleg pemilu 9 legislatif April rencananya, Kamis (3/4) menemui Bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea. Mereka ingin menanyakan kepada bupati tentang dana dari Pos Bantuan Keuangan Pemda Ngada yang penyalurannya dilakukan oleh partai politik tertentu.

Dalam pernyataan sikap para pimpinan Parpol yang akan disampaikan ke bupati dan kopinya diterima Flores Pos, Rabu (2/4) dijelaskan, dana Pos Bantuan keuangan Pemda yang sudah disalurkan ke kelompok tani sebesar Rp1.350.800.000. Setiap kelompok mendapat bantuan antara Rp10 juta hingga Rp37 juta lebih. Dana-dana ini dipakai oleh partai politik tertentu untuk kampanye (politik uang).

Kepada bupati para pimpinan partai politik mendesak untuk menjelaskan mekanisme penyaluran dana Pos Bantuan Keuangan Pemda Ngada. Mereka juga mendesak Panwaslu Kabupaten Ngada melakukan investigasi dan mendesak aparat penegak hukum, dalam hal ini jaksa melakukan pengusutan terhadap penyaluran dan penggunaan dana yang diduga terjadi penyimpangan ini.

Disebutkan, proposal yang dibuat kelompok dadakan ini ditujukan ke bupati. Tanggal realisasi keuangan mendahului disposisi bupati, anggota kelompok berasal dari lintas desa, kelompok penerima bantuan tidak terdata di desa/kelurahan, dan kelompok penerima bantuan diarahkan untuk memilih caleg dari partai politik tertentu. Bantuan disalurkan untuk kelompok ternak babi, sapi, dan kambing.

Pernyataan sikap para pimpinan Partai Politik ditandatangani antara lain, Kristoforus Sape dari Partai Hanura, Yanuarius W P dari Partai PPPI, Maria H Djeradut dari Gerindra, Anton S M Rasnan dari PKPI, Yoseph Bengu dari PKS, Yoseph Neko dari PAN, Bernadinus Dey Ngebu dari PKB, Ferdinandus Sedu Wea dari PPD, Lorianus Lengu dari PPDI, dan Soli Nono FX dari Partai Golkar.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah dan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Anton Repu, pada waktu dihubungi Kamis (2/4) belum bersedia memberikan keterangan. Flores Pos diminta untuk bersabar. Menunggu para pimpinan partai politik bertemu bupati.
Sementara menurut Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Bernard F. Burah kepada Flores Pos menjelaskan, ia tahu ada bantuan dana untuk kelompok ternak ini setelah diundang rapat membentuk tim klarifikasi. Tim ini untuk mengecek apakah betul kelompok-kelompok yang dibantu ada.

“Pada waktu ke lapangan, masyarakat juga tanya. Sebab mereka tahu dinas (Pertanian, Peternakan dan Perkebunan) yang berhubungan dengan bantuan ternak. Hampir semua kecamatan tanya lewat telepon. Secara teknis kami tidak tahu bantuan ini,” kata Bernard F.Burah, Kamis (2/4) di ruang kerjanya.

Kalau ada bantuan dari Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan untuk masyarakat, katanya, mekanismenya, dinas usulkan untuk dialokasikan dana pada APBD Ngada. Setelah disetujui dan ditetapkan dalam APBD, dinas melakukan pengujian lapangan, apakah kelompok yang mengajukan proposal benar-benar ada dan siap menerima bantuan. Misalnya, kelompok ternak sapi, dinas cek apakah ada pakan ternak atau tidak. Atau kalau peternak babi, apakah
Selengkapnya...

WWF Ekspos Hasil Kegiatannya di TWAL Riung

Oleh Hubert Uman

BAJAWA -- Setelah fase kegiatannya di Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau Riung berakhir, Kamis (2/4) WWF Indonesia mengekspos hasil kegiatannya sejak tahun 1999 hingga 2008. Tujuannya untuk memberikan masukan kepada Pemda Ngada dan masyarakat Riung guna mengambil langkah-langkah strategis bagaimana mengelola TWAL 17 Pulau Riung.

Ekspos dilakukan oleh Direktur Program Kelautan WWF Indonesia Wawan. Kegiatan dibuka oleh Bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea. Hadir dalam kegiatan ini, Ketua DPRD Ngada Thomas Dolaradho, Kepala Bappeda Ngada Kosmas D Lana, Kepala Dinas Perhubungan Antonius Ngadjaleza, Kepala Bapedalda Hilarius Sutanto, Kepala Dinas Perikanan Emanuel Dopo, Kabag Humas Administrasi Kemasyarakatan John Nahak, dan sejumlah pimpinan lainnya.

Bupati Nuwa Wea dalam sambutannya mengatakan, sumber daya alam sangat penting. Tetapi hal ini sering kita tidak sadari, sehingga kita memanfaatkan sumber daya alam (SDA) secara berlebihan. Kita tidak sadar hutan bakau penting untuk menahan abrasi. Kita babat seenaknya. Tangkap ikan menggunakan bahan peledak. Terumbu karang hancur.
Taman Wisata Laut Riung, kata bupati, merupakan kawasan konservasi yang terbagi dalam dua status yang berbeda. Cagar Alam Laut seluas 2000 ha, dan Taman Alam Wisata Laut (TWAL) 17 Pulau Riung seluas 9.900 ha. Status ini ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan RI No. 589/KPTS-II/1996, tertanggal 16 September 1996. Batas-batasnya belum jelas.

“Pemerintah sangat mendukung kegiatan konservasi yang dilakukan oleh WWF. Hanya konservasi harus ada manfaatnya bagi masyarakat,” kata Piet Nuwa Wea.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ngada Thomas Dolaradho mengatakan, apa yang dilakukan WWF membuka wawasan kita bahwa kita jangan lupa lingkungan, apalagi lingkungan yang mempunyai potensi pariwisata. “Kita sekali-sekali jangan lupa lingkungan. Dewan harapkan agar kerja sama WWF dengan pemerintah dalam rangka pengembangan sumber daya alam laut ini terus dilakukan,” kata Thomas Dolradho.

Direktur Program Kelautan WWF Indonesia Wawan mengemukakan, masalah konservasi merupakan tugas kita semua. TWAL Riung salah satu potensi sumber daya alam yang harus dikembangkan. TWAL 17 Pulau Riung sangat menjanjikan untuk sector pariwisata. Perlu ada komitmen bersama semua pihak untuk melindungi kawasan ini. Ke depan, apabila WWF masih bisa bertahan di TWAL Riung, perlu ada perjanjian kerja sama yang lebih baik dengan Pemda.

“Konservasi bukan berarti dilarang untuk disentuk atau dimanfaatkan. Hanya dianjutkan agar dimanfaatkan dengan baik. Konsep WWF, kalau kawasan ini tidak dikonservasi, satu saat ikan punah. Yang rugi masyarakat.

WWF Indonesia, menurut Wawan, mendapat pelajaran berharga dari pengelolaan TWAL Riung. Antara lain, pengelolaan suatu kawasan dilakukan harus berdasarkan pengetahuan ilmiah yang dipadukan dengan pengetahuan lokal. Pemakaian sistem lokal masyarakat dilakukan bersamaan dengan inisiatif pengelolaan bersama antara masyarakat dengan pemerintah. Dan penyuluhan melalui kelompok lebih efektif dalam mempengaruhi masyarakat.

Dampak kegiatan WWF Indonesia di Riung, kata Wawan, menurunnya penangkapan ikan dengan bahan peledak hingga 90 persen, berkurangnya alat tangkap yang merusak, terlibatnya masyarakat dalam tim patroli, ada peningkatan hasil tangkapan nelayan hingga 22 persen (tahun 2001), terbentuknya kelompok masyarakat peduli konservasi, dan ada dukungan dana dari APBD II Ngada untuk kegiatan patroli dan BKSD (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
Selengkapnya...

Pemilu Ditunda Bukan Karena Alasan Keagamaan

Untuk Flotim dan Lembata

Oleh Hubert Uman

BAJAWA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) NTT John Depa mengatakan, berdasarkan rapat pleno KPUD NTT pada 30 Maret lalu, pemilu lagislatif untuk Kabupaten Flores Timur dan Lembata ditunda dari tanggal 9 April ke 14 April. Penundaan dilakukan atas usulan penyelenggara KPPS dan PPK di dua kabupaten ini pada tanggal 20 Maret. Alasannya karena ada gangguan lain, dimana penyelenggara KPPS dan PPK terganggu karena Kamis Putih, tetapi bukan karena alasan keagamaan.

“Aspirasi selama ini yang minta pemilu ditunda datangnya dari luar penyelenggara. Sekarang penyelenggara sendiri yang mengusulkan pemilu di Flotim dan lembata ditunda. Ini kewenangan KPUprovinsi. Sebab apabila ada usulan dua kabupaten, KPU Provinsi yang menentukan,” kata John Depa di kantor KPUD Ngada.


Menurut John Depa, penundaan pemilu di Flotim dan lembata tidak mempengaruhi pelaksanaan Pemilu secara keseluruhan di NTT. Hanya waktu untuk rekapitulasi di dua kabupaten ini terganggu. Waktu normal untuk rekapitulasi 11-18 April. Di Flotim dan Lembata potong dua hari.

Ia ada di Bajawa, karena selama minggu menjelang pemilu KPU Provinsi NTT turun ke KPU kabupaten untuk melakukan koordinasi dan melihat dari dekat kesiapan di lapangan. Melakukan deteksi aspek-aspek yang krusial yang berkaitan dengan Pemilu, seperti apakah sosialisasi jalan atau tidak, apakah DPT (daftar pemilih tetap), dan lain-lain.

Menyinggung surat suara pengganti surat suara yang rusak, termasuk 20 ribu surat suara DPR-RI yang rusak di Ngada, John Depa mengatakan, untuk NTT seluruhnya sebanyak 300 ribu. Surat suara pengganti ini tiba di Kupang hari Kamis (2/4) melalui pesawat carteran. Untuk daratan Timor langsung didistribusikan. Sedangkan untuk kabupaten Ngada, Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat tiba Jumat (3/4) lewat kapal feri di Aimere.

Untuk DPT di Ngada, anggota KPUD Ngada Thomas M Djawa mengatakan, sudah diumumkan ke semua partai politik. Semua pihak yang terkait diserahkan. Dan bersama ketua KPUD NTT, minggu ini KPU membuat penjernihan. Cek satu per satu. Kalau ada nama yang dobel langsung dicoret.

“Soal DPT ini tidak yang manipulasi. Penjernihan dilakukan agar benar-benar DPT yang ada tidak bermasalah. Setelah penjernihan kita akan serahkan ke semua partai politik,” kata John Depa.

Selengkapnya...

Alumni STFK Ledalero

Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero berusia 40 tahun.

Oleh Frans Obon

MINGGU, 22 Maret 2009, beberapa orang alumni Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero berkumpul di gedung milik Suster Ursulin di Jln Wirajaya Ende. Ada Piet Puli, Alo Belawa Kelen, Frans Obon, Benyamin Ndaeng, Alex Reba, Yoseph Jarawaru, Alex Radja Seko, Gildus, Ambros Sewe dan Abdon Boli Wuwur. Yang lainnya belum sempat hadir karena kesibukan. Jumlah alumni STFK Ledalero di Ende sekitar 33 orang. Mungkin saja lebih dari itu. Belum terdaftar semua. Ini baru deretan para awam. Belum dihitung para pastor.

Tiap alumni mendapat sepucuk surat dari Pater Konrad Kebung Beoang SVD dan Pater Yanuarius Lobo SVD (bekas prefek saya di tingkat V). Isinya agar alumni STFK Ledalero “melihat kembali” almamaternya. Sumbangan alumni bisa macam-macam rupa: pikiran, finansial, doa, dan segala macamnya untuk kepentingan pengembangan sekolah tinggi filsafat ini ke depan.

Tanggal 22-23 Mei nanti ada pertemuan (sharing) para alumni di Ledalero. Pertemuan ini dalam rangka usia 40 tahun Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Kesempatan ini akan menjadi begitu penting untuk merasakan kembali denyut kehidupan almamater, sumbangannya bagi pembentukan jati diri alumni, dan momen merasakan bersama Gereja (sentire cum ecclesiae) apa yang menjadi kecemasannya, apa yang menjadi harapannya, dan apa yang menjadi impiannya ke masa depan untuk membentuk generasi baru di Flores.
Gagasan menyatukan alumni yang tersebar di mana-mana dan dalam bidang karya masing-masing disambut baik. Peserta pertemuan punya kata yang sama: Ledalero telah memberi kita dan apa yang dapat kita berikan untuk Ledalero. Dia ibarat ibu yang telah melahirkan anak-anaknya tanpa menuntut banyak bakti dari anak-anaknya. Alumninya telah dimatangkan oleh matahari dari ufuk timur yang bersandar di bukit Ledalero. Ibarat komoditas yang dipanen dengan matang, dijemur di bawah terik matahari. Hanya ada satu tujuan: menghasilkan “komoditas yang berkualitas”. Kualitas mungkin relatif. Tergantung pada penerimaan masing-masing orang. Segala sesuatunya diterima menurut cara si penerima dengan segala keunikan dan keterbatasannya. Dia ibarat talenta yang dibagikan: masing-masing orang menggenggam talenta menurut kemampuannya. Dia keluar dari Ledalero dengan talenta di tangan. Dia tanamkan itu di tempatnya masing-masing sehingga menghasilkan buah kebaikan di lingkungan sekitarnya.

Bisa juga ibarat benih. Ada yang jatuh di tanah yang subur. Ada yang setengah subur. Bahkan ada yang tumbuh di antara ilalang. Semua itu telah mewarnai kehidupan alumni Ledalero.

Tiap orang punya pengalamannya sendiri bagaimana dia meninggalkan Ledalero. Apa alasannya. Apa pula impiannya. Ke mana dia akan mencari tantangan baru. Ke mana perahu hendak berlayar. “Oh bayu senja, hembusan sang Ilahi. Bawa bidukku ke tepian yang cerah. Pantai umat tebusan” begitu lagu yang tiap kali menggema di Ledalero ketika para frater merayakan ekaristi.

Kita telah menerima dari Ledalero. Lalu, apa yang dapat kita berikan ke Ledalero. Ini satu pertanyaan penting. Menggema di hati tiap alumni. Tidak ada yang muluk-muluk.

Mungkin kita masih ingat mantan Gubernur NTT Herman Musakabe. Dia mengkampanyekan gerakan cinta almamater. Satu dari tujuh program strategisnya adalah meningkatkan sumber daya manusia NTT. Salah satu institusi yang melahirkan sumber daya manusia itu adalah institusi pendidikan. Pilihan ini adalah pilihan mendasar yang juga dilakukan oleh Gereja Katolik di Nusa Tenggara. Tiga bidang utama yang menjadi perhatian Gereja: pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Ketika masih kecil, kampung saya yang berada di jalur Reo-Ruteng, Manggarai saya selalu mendengar nama beken Suster Virgula SSpS dari Cancar. Dari kampung ke kampung dia bersama tim medisnya melayani dengan sungguh, sabar dan tekun penduduk-penduduk miskin di pedesaan. Dia ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang mau mendapatkan pelayanan kesehatan. Banyak para pastor juga tidak hanya melayani misa di paroki dan berdoa secara pribadi untuk mencapai kekudusan pribadi, tapi melayani umat dengan sekuat tenaga dalam hal ekonomi dan pendidikan. Mereka berjalan kaki dari sekolah ke sekolah. Sekolah menjadi medan karya pastoral yang bagus. Mereka membangkitkan swadaya umat untuk berpartisipasi dalam membangun pendidikan.

Sudah sejak awal Gereja menyadari arti penting gender. Gereja membuka sekolah untuk putri-putri Flores. Memberi mereka kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk mengenyam pendidikan dan menguasai keterampilan. Kita ingat SKKP. Sekolah-sekolah yang dikhususkan bagi putri.

Gereja Katolik memperkenalkan cara baru dalam pertanian. Bersama awam Katolik, Gereja Katolik membuka sekolah pertanian di Boawae. Sekarang tamatan sekolah ini banyak menjadi tenaga penyuluh lapangan (PPL) di birokrasi pemerintahan. Sampai sekarang sekolah itu masih aktif memproduksi tenaga terampil di bidang pertanian. Saya baru kembali dari sekolah tersebut dua pekan lalu untuk menghadiri Rapat Anggota Tahunan (RAT). Jumlah muridnya 400 orang. Datang dari berbagai daerah di NTT.
Sekarang banyak orang yang telah menikmati usaha ini, mengkritik model pendekatan pastoral ini dengan mengatakan, “pastor sak semen”. Kritikan ini mungkin ingin menekankan adanya proporsionalitas di dalam karya antara pewartaan iman dan pembangunan ekonomi. Namun di balik usaha itu, tampaknya ada keprihatinan mendalam dari para pastor mengenai kehidupan ekonomi umat. Kalau mau cari enak dan mau mencari kekudusan pribadi, duduk saja di pastoran, Menunggu orang datang. Atau pergi kunjung umat di stasi, kampung, atau sekolah-sekolah. Tapi banyak pastor tidak mau tidur nyenyak di pastoran. Mereka gelisah dengan kondisi ekonomi umat, kondisi kesehatan umat dan pola hidup umat. Mereka melakukan sesuatu. Mereka memberikan apa yang mereka bisa berikan. Tanpa menuntut lebih dari umat. Dan sampai sekarang banyak imam yang selalu gelisah melihat situasi umatnya.

Kita telah menerima semua itu dari tangan imam. Saya tidak ingin katakan semua hal mereka kerjakan untuk kita. Tapi mereka mengambil peran di bidang yang strategis, yang jadi simpul, yang bisa menggerakkan sesuatu. Saya kira mereka juga tidak berambisi jadi manusia super. Mereka miliki itu semua dalam “sebuah bejana tanah liat”. Namun mereka mempertaruhkan hidup mereka, mendedikikasi diri untuk kepentingan umat.

Kalau kita mengharapkan “persembahan” imam itu kepada umatnya baik dan bermutu, maka kita juga tidak bisa hanya ingin menerima buah yang baik, tanpa ikut ambil bagian dalam menanam dan menyiram. Paulus menanam, Apolos menyiram. Karenanya kita perlu ambil bagian di dalam proses mendidik para imam itu.

Dalam perayaan mengenang 100 tahun meninggalnya Santo Arnold Janssen, pendiri Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini) di aula Biara Bruder Santo Konradus Ende, 15 Januari 2009 lalu, Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota mengatakan dengan jelas bahwa umat Katolik Flores berbangga dengan mengirim banyak misionaris ke luar negeri. Sampai saat ini sekitar 200 imam dan bruder dari Serikat Sabda Allah bekerja di lima benua. Belum termasuk suster-suster SSpS dari Flores. Panggilan yang subur ini tidak terlepas dari devosi-devosi yang benar yang diwariskan serikat ini kepada umat Katolik Flores.

Namun Uskup Agung ini juga mengajak – dia sebut sebagai lontaran gagasan – umat Katolik Flores untuk memikirkan dan membahas di dalam komunitas basis apa yang dapat disumbangkan umat Katolik Flores untuk kepentingan para misionaris ini. Menolong dan membantu kesulitan mereka di tanah-tanah misi.

Ajakan ini sudah mulai menyata. Dalam pertemuan kami Minggu 22 Maret 2009 itu, Piet Puli bilang Dewan Pastoral Paroki Onekore sudah menyetujui bahwa sebagian dari keuangan Paroki akan disumbangkan bagi lembaga pendidikan calon imam tersebut. Saya kira ini berita bagus bahwa umat diajak untuk ikut bertanggung jawab. Karena yang dididik di lembaga itu adalah putra-putra mereka juga.

Alumni STFK Ledalero dan sebuah permintaan kecil dari almamater dalam rangka 40 tahun sekolah ini dapatlah dilihat dalam konteks keterlibatan di dalam proses pembentukan imam untuk menjawabi kebutuhan manusia modern saat ini. Imam-imam Katolik harus bisa menjawabi tuntutan zaman. Dia tidak boleh menarik diri dari peradaban modern. Tapi di masuk di dalamnya dan mengambil peran untuk mengarahkan perubahan itu di dalam terang Sabda Allah.

Kita boleh mengatakan, para imam tidak hanya manusia baru di dalam Kristus tapi manusia baru di dalam menghadapi tantangan zaman. Kemampuan mengelola arus zaman agar perahu kebaikan dan keadilan bersama itu tidak oleng kemoleng (meminjam istilah almarhum Pater Ozias Fernandes SVD saat masih kuliah dulu) menuju kebatilan. Tapi perahu dibawa oleh embusan Ilahi menuju kebaikan bersama (bonum commune). Dengan ini hendak saya katakan bahwa mungkin tidak terlalu fair jika kita menuntut pemberian yang terbaik dari almamater tanpa peduli dengan kondisi lembaga.

Alumni berada dalam satu wadah bukan saja untuk kepentingan dapur pendidikan imam. Tapi juga kepentingan para alumni itu sendiri. Mereka adalah buah yang bisa dipetik dari panti pendidikan imam tersebut. Mereka juga agen pastoral yang mesti memberi citra positif bagi perkembangan masyarakat.

Saat ini sudah banyak alumni Ledalero berada di dalam birokrasi, di sektor swasta dan sudah ada pula yang berada pada posisi-posisi strategis yang bisa mengarahkan perubahan di dalam masyarakat. Tantangan yang tidak ringan adalah bagaimana memberikan citra positif pada perkembangan masyarakat. Dalam hal apa saja. Terutama kebutuhan politik riil di Flores sekarang yakni perlunya nilai-nilai dan moralitas dalam berpolitik. Bagaimana politik diabdikan bagi kepentingan rakyat banyak. Bagaimana politik tidak merusak martabat manusia. Tidak merusak lingkungan alam dan lingkungan sosial. Dalam bahasa Injil, bagaimana mereka menjadi garam dan terang dunia. “Kalau garam jadi tawar, dengan apa ia akan diasinkan”. Jika lampu diletakkan di bawah kaki dian, dia tidak bisa dilihat orang. Pelita harus ditempatkan di atas kaki dian agar semua orang bisa melihatnya.

Berada dalam jaringan alumni tidak lain ingin memperbesar jaringan kerja sama agar memberi warna pada kehidupan sosial politik dan budaya di Flores. Alumni adalah buah yang dipetik dari tempat bersandarnya matahari: Ledalero.

Flores Pos |Feature |Alumni
|3 April 2009 |
Selengkapnya...

BENTARA: Bangun Sambil Bersihkan

Untuk Bupati-Wabup Ende Wangge-Mochdar

Oleh Frans Anggal

Empat hari lagi, 7 April 2009, bupati dan wabup terpilih Kabupaten Ende dilantik. Don Bosco M Wangge dan Achmad Mochdar. Mereka dilantik di tengah keadaan birokrasi Ende yang tersangkut banyak korupsi namun tanpa koruptor.

Dua kasus terakhir adalah pembelian alat uji kendaraan di Dishub dan pembelian mesin pompa air di PDAM. Kasus pertama sudah dihentikan penyidikannya oleh polisi dengan alasan tidak ditemukannya kerugian negara. Sedangkan kasus kedua sedang ‘dipingpong’. BAP-nya masih bolak-balik antara polisi dan jaksa.

Proses hukum kasus korupsi merupakan kewenangan aparat penegak hukum. Mulai dari penyelidikan dan penyidikan sampai persidangan dan penjatuhan vonis, polisi, jaksa, dan hakimlah yang sibuk. Sedangkan bupati dan wabup sibuk dalam tugas dan tangggung jawab yang lain.

Tugas dan tanggung jawab bupati dan wabup adalah membersihkan birokrasi dan menjaganya tetap bersih. Tentu harus bersih diri dulu. Kalau tidak, maka terjadilah dua sandiwara ini. Sandiwara pertama, maling melindungi maling. Yang melindungi, maling besar. Yang dilindungi, maling kecil. Kalau tidak dilindungi, maling kecil akan membuka kedok maling besar. Di dunia bandit benaran, pilihan cuma dua. Kalau tidak bisa dilindungi, ya dibunuh.

Di dunia bandit birokrasi, masih ada pilihan lain, sandiwara kedua. Kalau maling kecil tidak bisa dilindungi karena kasusnya sudah mulai diproses hukum maka maling besar berusaha meluputkan diri. Caranya, antara lain, seperti laku maling benaran: maling teriak maling. Kalau sudah begini, yang selalu jadi korban adalah maling kecil. Sedangkan maling besar luput atau diluputkan atas titah keuangan yang mahakuasa. Dalam banyak kasus korupsi, pelaksana teknislah yang langganan masuk bui. Sedangkan penentu kebijakan aman tenteram.

Wangge-Mochdar dilantik di tengah keadaan birokrasi Ende yang mungkin punya hikayat seperti ini. Maling pelihara maling. Maling luputkan maling. Maling teriak maling. Bila sudah di tangan maling, birokrasi pemkab akan ambruk. Sebanyak apa pun investasi, semua itu akan semu. Investasi memang meningkat, akan tetapi karena sejalan dengan korupsi maka produktivitasnya rendah. Tak diikuti pemeliharaan memadai. Mutu infrastruktur yang dihasilkan proyek investasi itu pun buruk. Kasus alat uji kendaraan dan kasus PDAM sudah cukup bercerita tentangnya.

Kita berharap, era Wangge-Mochdar menjadi era baru. Membangun sambil membersihkan. Bukan membangun sambil merampok. Karena itu, ‘kabinet’ harus bersih. Sebab, yang memelihara maling bakal kemalingan. Bisa-bisa ikut disangka maling. Dan, yang lebih buruk, bisa-bisa ikut-ikutan jadi maling.

“Bentara” FLORES POS, Jumat 3 April 2009


SENGGOL

Kasus Rm Faustin Sega Pr, Tim Polda NTT masih kerja tertutup.
Bukan berarti tutup-tutupi kasus.

Keluarga Rm Faustin tolak Kasat Reskrim Ngada masuk Tim Polda.
Cocoknya dia masuk Tim Nonton.

Lembata, rendah antusiasme masyarakat hadiri kampanye terbuka.
Bosan. Sejak SD, duduk dengar.

Om Toki

Selengkapnya...