14 April 2009

DOA Kita Tejawab

Oleh P Pieter Djoka
Instruktur pada BP4D NTT


Aku minta kekayaan agar aku bahagia
Namun Ia memberi kekurangan agar aku
bijaksana.
Aku minta kuasa agar aku dipuja sesama
Namun Ia memberi kelemahan agar aku
tergantung pada-Nya
Aku minta segala sesuatu agar aku menikmati
kehidupan.
Namun Ia memberi kehidupan agar aku
menikmati segala sesuatu.
Akuminta kesehatan agar aku mengerjakan
yang lebih besar.
Namun Ia memberi anugerah agar aku
mengerjakan yang lebih baik.
Aku tak selalu memperoleh apa yang aku
minta
Namun doaku selalu terjawab

INILAH sepenggal doa saya dan keluarga untuk Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Ende Periode 2009-2014, Don Bosco Wangge dan Achmad Mochdar (Paket DOA) yang dilantik, 7 April 2009, bertepatan dengan hari raya memperingati St Yohanes Baptista de la Salle, (Yes 49 : 1-6, Yoh 13 : 21-33, 36-38) seturut Kalender KWI 2009.

Babak Baru
Peristiwa sejarah ini menandai babak baru perjuangan masyarakat Kabupaten Ende (Ende Lio Sare Pawe bukan Ende Sare Lio Pawe) seperti diungkapkan Bupati Don Bosco Wangge didampingi Ibu ketika tatap muka bersama IKKEF Kupang, 17 Februari 2009 lalu di Hotel Oriental Kupang.

Menurutnya “tantangan utama Kabupaten Ende saat ini adalah kemiskinan, dengan jumlah KK miskin 26.612 KK (Pos Kupang, Jumat, 20 Februari 2009 09, hlm 16). Cita-cita paket DOA diharapkan bisa menjawab kebutuhan sekitar 250.883 warga Ende lima tahun ke depan.

Hasil penghitungan suara Pilkada Kabupaten Ende, perolehan suara paket DOA, 55.074 atau 41.94%, dgn total suara 131.320, total pemilih 157.061, ikut memilih 135.322, tidak ikut memilih 21.846, suara tidak sah 4.002, persentase ikut pilih 83,60% (Sumber KPUD Ende, Pos Kupang, Sabtu,25 Oktober 2008).

Berbagai intrik, manuver dan konsensus politik yang pernah tercipta di antara petarung kekuasaan berubah menjadi harapan menggembirakan yang membentangkan kebeningan masa depan politik Ende. Maka ‘kelahiran’ paket pemimpin baru dari rahim politik ini mesti disertai keyakinan politik meretas berbagai problem rakyat.
Dengan pemilihan secara langsung diharapkan keduanya mampu mempresentasekan kondisi, karakteristik dan harapan rakyat secara lebih demokratis.

Kekurangan Kemampuan
Masyarakat kita bukanlah masyarakat miskin, namun yang ada hanyalah kekurangan kemampuan untuk mengoptimalkan potensi. “Poverty is lack of abilities” (Dr Ignas Kleden, Seminar Festival Ledalero, 2008). Dikatakan potensi-potensi yang ada umumnya tidak disentuh sama sekali, dengan demikian kita akan tetap miskin dan berpotensi untuk menjadi lebih miskin.

Kekurangan kemampuan sebagaimana digambarkan di atas, akan membawa masyarakat menuju kemiskinan. Robert Chambers menyebut 5 aspek ketidakberuntungan (disadvantages) yg membuat orang sulit mendapatkan kelayakan hidup antara lain kemiskinan (poverty), fisik yg lemah (physical weakness), kerentanan (vulnerability), keterisolasian (isolation) dan ketakberdayaan (powerlessness). Kelima aspek tersebut saling terkait dan tidak bisa dilepaskan satu dari yang lain.

Agenda Masyarakat
Melaksanakan pembangunan merupakan suatu cara untuk mengatasi kemiskinan dan permasalahannya. Pembangunan yg dimaksudkan merupakan wujud pelayanan pemerintah dalam mencapai masyarakat sejahtera dan pada hakikatnya usaha pembangunan merupakan proses perubahan sosio–ekonomis yg bertujuan meningkatkan taraf hidup, kualitas kehidupan dan martabat manusia. Hakikat tersebut menunjukkan bahwa pembangunan merupakan cara menuju sejahtera sehingga pembangunan merupakan suatu keharusan. Namun pembangunan dan kompleksitas permasalahannya menunjukkan bahwa betapa tidak mudahnya usaha tersebut.

Pencarian jawaban atas pertanyaan di atas akan membawa kita untuk terus bertanya akan realitas esensial dalam lingkungan kemasyarakatan kita, mengapa terjadi demikian. Akhirnya kita bertanya dan bertanya, adakah masalah dalam pembangunan kita?

Mengapa kemiskinan masih ada? Permasalahan pembangunan memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi ia mempunyai syarat untuk mencapai perubahan yaitu terobosan baru. Perlu di atasi dengan pemberdayaan.Pemberdayaan seluruh komponen yang memiliki keterkaitan dengan pembangunan, karena itu berarti pemberdayaan seluruh masyarakat. Pemerintah sebagai lembaga terwakilnya masyarakat, yang bertujuan menumbuhkan sikap keterbukaan publik yang harus tampak dalam setiap keputusan.

Masalah-masalah yang membiangi kegagalan atau disorientasi antara lain pertama dominasi peran pemerintah di mana tren dari dan oleh pemerintah. Tren ini menyebabkan dominasi peran pemerintah dan konsekuensinya pemerintalah yang sibuk dengan segala properda yg telah dicanangkan dan kesibukan itu secara jujur menyebabkan kebijakan seringkali sikap pro birokrasi dan pejabat politik serta mengorbankan kepentingan masyarakat miskin yg berarti menomorduakan masyarakat dalam pembangunan, masyarakat bukan sebagai pelaksana dan subyek melainkan sebagai sasaran dan obyek dari pembangunan.

Kedua, adalah semangat birokrat. SKPD harus dikurangi karena selama ini APBD Kabupaten Ende lebih banyak dipakai untk biaya pegawai sehingga yg diperuntukkan bagi rakyat menjadi berkurang (Pos Kupang, Jumat 20 Februari 2009, hlm 16). Semangat birokrat pada umumnya selalu membawa kesempatan untuk melakukan KKN. Hal ini terlihat dengan adanya penyimpangan dana pembangunan.

Ketiga, penyimpangan dalam mengartikan kemiskinan. Setiap orang boleh mendefinisikan kemiskinan, demikian pun pemerintah boleh berdefinisikan tentang kemiskinan. Namun definisi tidak akan pernah menyentuh aspek dalam kemiskinan, karena tidak mencerminkan keadaan yg dialami. Definisi lebih merupakan penjelasan dari pengamatan, bukan pengalaman. Akan tetapi kita membutuhkan definisi itu untuk memberi dasar bagi pengambilan keputusan bagi keterarahan pembangunan.

Mengapa Definisi Kemiskinan Penting?
Alan dan Carol Walker memberikan dua alasan. Pertama, seberapa jauh pemerintah mengakui kemiskinan itu ada, pentingnya keterbukaan dari pemerintah terhadap realitas, kedua dipakai untuk penanggulangan kemiskinan guna mempengaruhi kebijakan, apa yang harus dipakai dan konsekuensi orang miskin diperlakukan.

Tentang realitas buram dalam masyarakat kita di tengah bergulirnya roda pembangunan ini, Mahatma Gandhi pernah berujar bahwa paling kurang ada 7 dosa sosial dalam pembangunan yang menghantui perjalanan sebuah masyarakat 1) Kekayaan tanpa kerja (reichtum ohne Arbeit). 2) Kenikmatan tanpa hati nurani (Genus ohne Gewissen). 3) Kesadaran tanpa karakter(Wissen ohne Charakter). 4) Bisnis tanpa moral (Gesschoft ohne moral). 5) Pengetahuan tanpa kemanusiaan(Wissenschaft ohne character). 6) Agama tanpa kurban (Religion ohne Opfer) dan 7) Politik tanpa prinsip (politik ohne prinzipien )(Ernst & Engel: Sozial Ethik Konkret, 2006). Ketika ketujuh dosa sosial ini dan juga dosa-dosa sosial lain bekerja secara intens dalam sebuah masyarakat sebagai sebuah organisme, maka yang terjadi adalah adanya kanker sosial yang menciptakan masyarakat yang sakit dan miskin.

Logika ini mungkin berlaku, pembangunan yang berlandaskan pada ideologi yang sakit menciptakan aparat pembangunan yang sakit. Aparat yang sakit menciptakan agenda pembangunan yang sakit dan akhirnya melahirkan pembangunan yang sakit. Hasil dari pembangunan yang sakit adalah masyarakat sakit dan miskin. Ketika masyarakat yang miskin dan sakit-sakitan tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol roda pembangunan, maka yang terjadi adalah tak ada kontrol sosial pembangunan dan terjadilah pesta sakit aparat yg sakit. Hasil dari pesta pembangunan aparat yang sakit dan bermodalkan dana pembangunan untuk mengusahakan kesejahteraan rakyat melahirkan ribuan koruptor dan mafia pembangunan yang sakit. Maka terjadilah rantai makanan orang sakit dan penyakit sosial dalam masyarakat kita menjadi sulit disembuhkan.
Bernard Yack (2003) menulis, demokrasi perwakilan yang dilaksanakan melalui pemilu, berpotensi menampakkan sosok kedaulatan rakyat tetapi sekaligus membungkamnya (the people is the sovereign that cannot exercise its sovereignty). Artinya di satu sisi kedaulatan rakyat secara prosedural ditegakkan tetapi secara substansi yang terlihat justru pembelengguan hak-hak rakyat.

Kerumitan tantangan pembangunan harus di-handle dengan kemampuan kepemimpinan membuat perencanaan perihal apa yang mau dilakukan lima tahun ke depan untuk Ende. Dalam inovasi kepemimpinan, ini disebut upaya memetakan dan mewujudkan impian lewat perencanaan yg matang sebagai alat mewujudkan visi misinya (Bass, 2000; Kaufman, 1995; Gib, 1954).

Selain kemiskinan, juga masalah kesehatan dan pendidikan. Sekitar 1.500 lebih anak yang mengalami kurang gizi atau gizi buruk. Begitupun ketersediaan tenaga dokter, terutama dokter ahli yg terbatas membuat pelayanan belum optimal. ”Di bidang pendidikan, sedang berjalan menuju jurang kematian. Tahun 70-an sampai ’80-an Ende menjadi tolok ukur pendidikan di NTT tapi saat ini Ende menduduki urutan 17 dari Kab/Kota di NTT dala m bidang kelulusan siswa. engatasi masalah pendidikan, Bupati mengajak orang asal Ende di Kota Kupang dan warga Kabupaten Ende ntuk mengijinkan anak-anak mereka menjadi guru karena saat ini Ende masih kekurangan guru terutama guru SD. Masyarakat Ende berharap Bupati Don secara perlahan dapat mengembalikan harumnya Ende sebagai Kota sejarah, Kota Pendidikan dan tidak kurang penataan kembali perencanaan Kota Ende.

Tinjau Ulang
Menurut hemat saya, terdapat tiga hal yang perlu dilakukan. Pertama, menentukan kerangka kotanya. Kedua, menentukan fungsi-fungsi utama daerah perumahan, pertokoan dan rekreasi. Ketiga, bentuk kotanya. Hal penting lainnya melibatkan para stakeholders dalam pengambilan keputusan-keputusan berkaitan dengan struktur, fungsi utama kota, bentuk kota itu. Bila ke depan ini kita menginginkan kota yang berwawasan lingkungan maka ada kaitan dengan perilaku manusia. Jadi manusia perlu merubah perilakunya, teruma perilaku yang melihat proses-proses kota itu sebagai proses linear. Barang-barang dari luar luar kota itu dipakai, kemudian sampahnya dibuang. Ini harus kita tinggalkan dan mengubahnya menjadi proses-proses yang sifatnya sekuler sehingga bisa dipakai berulang-ulang Bila gaya konsumsi kita terhadap sumber daya itu bersifat linear, maka kita tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah atau meningkatkan mutu lingkungan kita. Jika kita menginginkan ekosistem yg berwawasan lingkungan maka perilaku warganya harus diperbaiki.

Rekomendasi saya adalah kita perlu melihat akar masalahnya secara proporsional. Yang perlu dilakukan sekarang itu adalah mengadakan evaluasi kembali seluruh perencanaan yang ada. Terutama karena dasar dari seluruh perencanaan tata kota yang ada pada tahun sebelumnya yang hanya mengejar keuntungan ekonomi. Sekarang kota perlu direncanakan kembali. Pertama, meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kedua, tentunya mengembalikan lagi perhatian pada mutu lingkungan hidup. Saya kira ini bisa dilakukan. Nah, yang kemudian menjadi masalah adalah ketika kesalahan seperti ini tidak dikoreksi. Katanya penyimpangan akan dievaluasi tapi kenyataan tidak, justru dibenarkan, yang pada mulanya untuk kepentingan umum, tapi lebih banyak motifnya untuk kepentingan komersial. Sekarang kita lihat, kali yang sebenarnya lurus, karena ada kepentingan bisa dibelokkan. Karena dibelokkan aliran airnya terganggu akibat terjadi banjir. Akhirnya masyarakat Ende tak selalu memperoleh apa yang mereka minta. Namun doa mereka selalu terjawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar