09 Februari 2009

Mahasiswa dan Warga Todabelu Datangi Dewan

Oleh Hubert Uman

BAJAWA - Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Ampera) Ende yang terdiri dari mahasiswa asal Ngada dan Nagekeo, bersama puluhan warga Kelurahan Todabelu dan Desa Ratogesa Kecamatan Golewa, Senin (9/2) mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ngada.
Mereka minta DPRD Ngada mendesak Bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea agar segera menangani masalah semburan lumpur di sumur panas bumi Daratei Mataloko.
Menurut mereka, sekitar 100 warga telah merasakan dampak buruk eksplorasi panas bumi Daratei Mataloko.

Massa tiba di Bajawa pkl. 12.00 dan tidak bisa langsung masuk ke halaman DPRD. Karena puluhan anggota Polres Ngada sudah memagari pintu gerbang.
Selama sejam massa berorasi di depan pintu gerbang kantor bupati dan DPRD. Spanduk yang mereka bawa bertulis: stop pencemaran lingkungan, PLTPB Mataloko sengsarakan rakyat, kembalikan hak rakyat.
Polisi melarang mahasiswa masuk gedung DPRD karena sebagian besar anggota DPRD tidak masuk. Yang ada hanya Wakil Ketua DPRD Ngada Joseph Soladopo, Ketua Komisi C Joseph Dopo, dan anggota Dewan Kristina Bupu.
Setelah dilakukan negosiasi, massa diizinkan masuk dan menyampaikan orasi di halaman gedung DPRD Ngada. Orasi dibawakan oleh Aleksander Lape dan Kristian Minggu.
Mereka menuding Dewan dan pemerintah Kabupaten Ngada telah berkonspirasi mendatangkan investor untuk mendapatkan komisi proyek. Pemerintah dan Dewan sudah menjadikan daerah ini sebagai proyek untuk mendatangkan keuntungan.
Massa kecewa karena Dewan tidak langsung menerima mereka untuk berdialog. Bahkan anggota Dewan belum bersedia untuk berdialog karena sebagian besar anggota Dewan belum masuk. Para anggota Dewan masih reses. Terjadi perbedaan pendapat antara mahasiswa dan anggota Dewan.
Menurut Dewan, dialog menunggu semua anggota Dewan hadir. Sementara mahasiswa mendesak hari itu juga dialog dilakukan.
“Sangat ganjir wakil rakyat menolak rakyat yang datang. Demokrasi belum jalan di Ngada. Tidak bisa tunda. Hari ini harus dialog,”tegas Kristian Minggu dengan suara keras.
Sikap keras mendesak anggota DPRD Ngada melayani para pendemo untuk berdialog, akhirnya dilayani Wakil Ketua DPRD Ngada Joseph Soladopo.
Dialog berlangsung di ruang siding utama DPRD Ngada. Anggota Dewan yang hadir, wakil ketua Joseph Soladopo, ketua Komisi C Joseph Dopo, dan anggota Dewan Kristina Bupu. P
impinan dewan lainnya mengikuti reba di Kampung Bajawa bersama Bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea. Dari eksekutif yang hadir, Sekda Ngada Simon David Bolla, Kadis Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Ngada Benny Djawa dan sejumlah stafnya.
Pernyataan sikap para mahasiswa dan warga menyebutkan, mendesak bupati Ngada menuntut pihak investor PLTPB Mataloko mengambil langkah-langkah konkrie menanggulangi bencana, bupati menuntut investor PLTPB membayar ganti rugi kepada semua warga yang terkena musibah luapan Lumpur panas, mencabut kembali MoU terkait dengan persetujuan adanya pengelolaan PLTPB Mataloko, mendesak bupati melikuidasi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ngada karena kurang berperan mengatasi masalah semburan panas bumi Mataloko.
Sebab akibat eksplorasi panas bumi Mataloko, demikian mahasiswa, warga setempat menderita penyakit kulit, seng atap rumah berkarat dan cepat rusak, tanaman mati, dan hewan juga mati. Keadaan warga ini tidak diperdulikan pemerintah.
Menanggapi pernyataan pendemo, baik Wakil Ketua Joseph Soladopo maupun Joseph Dopo dan Kristina Bupu mengatakan, Dewan bukan tidak mempunyai kepedulian terhadap semburan lumpur panas di Mataloko. Dewan sudah melihat. Fraksi-fraksi DPRD Ngada sudah mendesak pemerintah untuk memperhatikan warga yang terkena dampak semburan dan eksplorasi panas bumi Mataloko.
“Tetapi sekecil apapun aspirasi masyarakat, prinsipnya Dewan selalu menanggapinya. Dewan sudah sering mengingatkan pemerintah agar jangan menganggap sepele semburan di panas bumi Mataloko,”kata Soladopo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar