03 April 2009

Sakitnya Dikhianati

Oleh Reginald Piperno Pr


Pengalaman yang paling menyakitkan dalam kehidupan kita ialah pengalaman dikhianati. Apalagi jika pengkhianatan itu datang dari orang-orang yang sangat dekat dengan kita, orang-orang yang sangat dipercayai dan dikagumi, orang-orang yang sangat kita cintai atau pun dari orang-orang yang telah menjadi bagian dari belahan jiwa kita. Entah pengkhianatan itu datang dari sang suami, dari sang istri maupun dari kekasih yang sangat dicintai.

Pengalaman semacam ini seringkali meninggalkan rasa trauma yang mendalam bagi orang-orang yang dikianati. Apalagi jika pengkhianatan itu terjadi di depan mata kita. Sakit memang! Tapi apa mau dikata jika semuanya sudah terjadi. Cuma kata “Tiada maaf bagimu” yang bisa kita ungkapkan sebagai tanda kekesalan, kekecewaan dan rasa sakit hati. Memang benar kalau ada ada orang yang mengatakan bahwa “Pengkhianatan lebih kejam dari membunuh”.

Pengalaman dikianati juga dialami oleh Yesus. Ia dikhianati bukan oleh orang-orang farisi dan para ahli taurat yang selalu berseberangan dengan Dia selama hidupNya, bukan juga dari para penguasa bangsa Yahudi yang sering melihat Yesus sebagai batu sandungan bagi mereka dalam melaksanakan kekuasaannya, melainkan pengkhianatan itu datang dari “orang dalam”, datang dari orang dekat Yesus sendiri yakni Yudas Iskariot. Sebagai seorang bendahara dalam kelompok Yesus, Yudas tentu sangat dekat dengan Yesus. Ia sangat dipercaya oleh Yesus. Namun kepercayaan dibalas dengan pengkhianatan. Sebagai manusia, Yesus tentu merasa sakit. Sakit karena dikhianati oleh sahabat dan teman dekatNya sendiri. Sakit karena nyawaNya diobral dengan sangat murah yakni tiga puluh keping perak. Namun demi terlaksananya kehendak BapaNya, maka Yesus menerima pengkhianatan ini dengan penuh ketabahan dan kepasrahan diri. Ia tahu bahwa semua itu mesti terjadi atas diriNya sesuai dengan yang dikehendaki oleh BapaNya.

Injil Minggu Palem, mengetengahkan kepada kita tentang kisah sengsara yang dialami oleh Yesus, mulai dari taman Zaitun hingga ke puncak kalvari. Sebuah perjalanan yang berlinangkan air mata, berteteskan darah dan bertaburkan cacian dan umpatan. Orang-orang dekat Yesus satu persatu mulai pergi meninggalkan Dia. Petrus sang wadas yang sebelumnya menggebu-gebu untuk membela Yesus hingga tetes darah penghabisan, akhirnya tak berdaya di hadapan seorang wanita penjaga istana. Ia orang pertama yang kemudian mengkhianati Yesus. Ketika penjaga istana itu bertanya kepadanya, “Apakah engkau juga murid orang itu? Petrus dalam nada ketakutan berkata, “Aku tidak mengenal orang itu”. Cuma Maria ibuNya dan Yohanes murid kesayanganNya yang menyaksikan dari jauh seluruh peristiwa perjalanan Salib Yesus hingga ke puncak Golgota.

Godaan yang berujung pada pengkhianatan selalu terjadi di saat kita lengah, di saat kita lemah dan tak berdaya, di saat kita terombang-ambing dalam ketakpastian, di saat kita dikuasai oleh rasa takut. Petrus akhirnya mengkhianati Yesus karena dilanda rasa takut terhadap seorang wanita penjaga istana. Begitupun Yudas terpaksa mengkhianati Yesus karena tidak tahan terhadap godaan materi yakni uang.

Pengalaman kehidupan kita juga telah menunjukkan bahwa pengkhianatan sering terjadi karena kita tidak mampu mengendalikan diri kita. Seorang suami begitu gampang mengkhianati kesetiaan kepada istrinya karena tidak mampu mengendalikan diri.

Begitupun seorang istri, begitu mudah meninggalkan suaminya lantaran karena lemahnya pengendalian diri. Para imam, biarawan-biarawati akhirnya mengkhianati kesetiaan dan kaul-kaul kebiaraannya karena tidak mampu mengekang diri terhadap berbagai tawaran duniawi. Para pejabat juga begitu mudah mengkhianati sumpah dan janjinya kepada masyarakat karena tergoda akan kekayaan, nama besar dan kenikmatan duniawi.

Pengkhianatan-pengkhianatan semacam ini tidak mungkin terjadi kalau kita mampu mengendalikan diri, kita mampu menahan diri untuk tidak terlalu gampang tergoda dengan berbagai tawaran yang menggiurkan.

Selain itu, pengkhianatan juga tidak mungkin kita alami kalau kita tidak tunduk pada ketakutan. Kalau kita mampu mengendalikan diri, tidak tunduk pada rasa takut maka saya yakin berbagai pengkhianatan akan dapat diminimalisasi. Namun kalau kita tidak mampu mengendalikan diri dan pasrah pada ketakutan, maka sahabat, orang-orang dekat ataupun keluarga sendiripun akan kita khianati. Pengalaman pengkhianatan terhadap Yesus yang dilakukan oleh murid-muridNya, hendaknya menjadi pengalaman kita bersama. Karena kita seringkali dikhianati bukan oleh orang lain, tapi justru oleh orang-orang dekat, sahabat, orang-orang yang sangat kita percaya bahkan keluarga kita sendiri.

Pekan suci tahun ini akan kita lewati dalam nuansa yang agak lain, karena bersamaan dengan umat Kristen memasuki hari-hari berahmat ini, negara kita melaksanakan hajatan demokrasi lima tahunan yakni Pemilu legislatif. Masa-masa kempanye yang bertaburan janji-janji muluk dan tebar pesona dari para kandidat legislatif telah kita alami. Pengalaman dari pemilu ke pemilu selalu sama, janji-janji dari para calon legislatif hanya sebatas janji-janji muluk yang tak pernah terrealisasi. Sudah terlalu sering rakyat dikhianati. Sebagai rakyat kita tentu sakit. Karena itu kita diajak untuk tidak gampang tergoda dengan janji-janji muluk para kandidat, sebab semakin banyak janji, semakin besar pula peluang untuk mengkhianatinya.

Sebagai rakyat kita sudah mengalami bagaimana sakitnya dikhianati oleh para wakil kita. Selama masa kempanye kita disanjung bagai raja, tapi ketika duduk di kursi dewan, kita rakyat dilupakan bahkan dikhianati. Seperti orang-orang Yahudi yang menyanjung-nyanjung Yesus dengan teriakan , “Hosana Putera Daud !” ketika Ia memasuki kota Yerusalem, tapi kemudian mereka itulah yang balik berteriak, “Salibkanlah Dia, Salibkanlah Dia!” Begitu pun kita rakyat dipuja dan disanjung-sanjung ketika mereka membutuhkan suara kita tapi kemudian dilupakan dan diabaikan begitu saja ketika apa yang mereka inginkan sudah terwujud.

Tragis memang ! Habis manis sepah dibuang. Karena itu agar kita tidak dikhianati untuk kesekian kalinya, kritis dan bijak dalam memilih wakil-wakil kita yang akan duduk dikursi dewan adalah hal yang paling penting. Cukup sudah kita dikibuli dengan janji-janji manis.

Pekan suci yang akan kita alami dalam hari-hari ke depan ini adalah saat dimana kita kembali diajak untuk membangun komitmen kesetiaan kita kepada Kristus Sang Raja yang taat sampai mati. Komitmen kesetiaan itu harus kita tunjukkan dalam tindakan-tindakan konkret kita dalam kehidupan ini.

Setia terhadap janji-janji dan sumpah yang telah kita ucapkan, adalah wujud nyata dari kesetiaan kita kepada Kristus. Yesus sudah dikhianati oleh para muridNya, karena itu kita diajak untuk tidak memperpanjang deretan para pengkhianat Yesus dengan sikap dan tingkah laku kita dalam kehidupan ini. Pengkhianatan lebih kejam dari membunuh, karena itu agar kita tidak dikhianati maka belajarlah untuk tidak mengkhianati sesama kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar