Oleh Leonard Ritan
KUPANG (FP) -- Forum Cinta Toleransi Indonesia NTT kembali menggelar aksi demonstrasi di kantor gubernur, DPRD NTT dan KPU NTT sebagaimana dilaksanakan pada 12 Febaruari lalu yang intinya meminta agar pemilu legislatif (Pileg) di NTT dilaksanakan kemudian mengingat jadwal yang ditetapkan bertepatan dengan hari Kamis Putih bagi umat Kristiani.
Sebelum ke kantor gubernur dan KPU NTT, massa menggelar aksi di kantor DPRD NTT, Kamis (26/2). Setelah berorasi sejenak di halaman dewan, massa diarak menuju ruang rapat Kelimutu. Puluhan massa pendemo diterima oleh tiga anggota dewan masing-masing, Chen Putra Abubakar, Adrianus Ndu Uffi dan Maternus Bili.
Koordinator aksi, John Lewar pada kesempatan itu mengatakan, kebijakan KPU yang menetapkan pelaksanaan pemilu legislatif (Pileg) pada 9 April yang bertepatan dengan Hari Kamis Putih bagi umat kristiani dan bulan purnama bagi umat Hindu telah mencederai Pancasila dan UUD 1945. Selain itu mengangkangi prinsip-prinsip dasar demokrasi.
Karena itu, lanjut Jhon, KPU Pusat sebagai penyelenggara pemilu setidaknya bisa mempertimbangkan secara lebih rasional situasi atau keadaan yang bisa memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk bisa secara bebas berpartisipasi dalam proses demokrasi dimaksud. Untuk itu aspirasi dari masyarakat bawah yang menghendaki adanya penundaan jadwal pileg, setidaknya bisa direspon secara positif.
Frans Keraf pada kesempatan itu menegaskan, pelaksanaan pileg yang bertepatan dengan hari besar keagamaan, merupakan pembatasan penggunaan hak oleh sebagian warga negara dan bentuk ketidakadilan dalam berdemokrasi. Karena itu, forum ini menolak pelaksanaan pemilu dengan menawarkan sejumlah solusi.
Tuntutan sebagian besar masyarakat NTT untuk menunda jadwal pileg merupakan representatif suara masyarakat NTT. Karena kebijakan jadwal pileg yang jatuh pada 9 April itu menghalangi umat untuk melaksanakan kewajiban agama dan menghalangi hak warga negara untuk menggunakan hak pilih.
Kebijakan KPU untuk menempatkan TPS di sekitar tempat-tempat ibadah, merupakan pembunuhan terhadap makna demokrasi yang sedang berkembang, karena bertentangan dengan peraturan KPU nomor 3/2009 pasal 22 (2).
“Kebijakan itu menghalangi umat untuk melaksanakan kewajiban agama. Juga menghalangi warga negara untuk menggunakan hak pilih,” tandas Frans.
Pada kesempatan itu Frans menawarkan solusi agar dapat diberlakukan pemilu susulan. Oleh karena kondisi khusus demikian dapat diklasifikasikan sebagai “gangguan lain” yang menyebabkan pemilu legislatif tidak dapat dilaksanakan. Mengingat gangguan lain itu merupakan gangguan yang dapat diprediksi sebelumnya, regulasi semestinya memperhatikan semua gangguan yang dapat diprediksi. Walaupun hal tersebut sempat luput dari perhatian KPU pusat pada saat penetapan regulasi sebelumnya.
Frans menambahkan, usulan penundaan ini sebagai bentuk kepekaan terhadap kondisi masyarakat NTT pada saat pelaksanaan pileg. Sehingga masyarakat NTT dapat menjalankan kewajiban ibadah keagamaan secara baik tanpa harus terganggu oleh pelaksanaan pileg maupun sebaliknya.
Anggota DPRD NTT, Adrianus Ndu Uffi pada kesempatan itu mengatakan, dirinya mendukung usulan forum agar pileg di NTT diberlakukan pemilu susulan. Usulan penundaan pileg di NTT oleh FCTI NTT harus didukung karena bertentangan dengan nilai-nilai dasar demokrasi, Pancasila dan UUD 1945.
“Kita harapkan usulan penundaan pileg ini mendapat dukungan dari pimpinan dewan dan seluruh maasyarakat NTT,” tandas Adrianus.
Anggota DPRD NTT lainnya, Chen Putra Abubakar berjanji akan meminta pimpinan dewan agar segera memanggil pemerintah provinsi guna menjelaskan hasil pertemuan mereka dengan pemerintah dan KPU Pusat beberapa waktu lalu bersama para tokoh agama.*
27 Februari 2009
Forum Cinta Toleransi, Tunda Pemilu di NTT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar