16 Februari 2009

Romo Faustin Tewas Akibat Kekerasan

Oleh Hubert Uman


BAJAWA -- Hasil autopsi jenazah Romo Faustinus Sega Pr yang dilakukan Dokter Ahli Forensik dari Universitas Indonesia Mu’in Idris pada Sabtu (14/2) di Mataloko menyimpulkan, Pastor Pembantu Paroki Raja Kevikepan Bajawa ini tewas akibat kekerasan. Dia dihantam benda tumpul dan bukan karena penyakit seperti dikatakan penyidik Polres Ngada.

“Kesimpulan autopsi ini korban meninggal dunia akibat kekerasan benda tumpul. Kondisi tengkorak kepalanya menunjukkan bahwa Romo Faustin dipastikan tewas dihantam benda tumpul sebanyak tiga kali. Kekerasan di kepala dilakukan tiga kali. Penyebab lainnya korban dicekik di bagian leher. Ada penekanan pada tulang rawan di leher,” kata Dokter Ahli Forensik Mu’in Idris kepada wartawan sesaat setelah autopsi.

Dokter Mu’in Idris membantah keras kalau Romo Faustin meninggal dunia akibat penyakit. “Tidak benar ia (Romo Faustin) ada penyempitan pembuluh darah, serangan jantung, dan darah tinggi. Itu omong kosong. Juga kematian ini tidak ada kaitannya dengan masalah moral,” tegasnya kembali di Ruang Tamu Seminari Mataloko.


Penjelasannya di tempat ini dihadiri oleh Vikep Bajawa Rm Hengky Sareng Pr, Sekretaris KAE Rm Efraim Pea, Ketua JPIC Rm Ronny Neto Wuli, dan sejumlah imam lainnya. Hadir juga Petrus Salestinus dari TPDI, Silvester Manis dari Yayasan Bina Bantuan Hukum (YBBH) Veritas, dan Ketua DPP Paroki MBC Mathilde Pea Mole.

Sebagai dokter ahli forensik yang sudah berpengalaman melakukan autopsi, dokter Mu’in Idris mengatakan, di luar dugaannya, darah yang ada di tengkorak korban masih menggumpal. Biasanya kalau jenasah sudah berbulan-bulan, gumpalan darah di tengkorak kepala akibat benturan benda tumpul mencair.

Mengenai tempat kejadian perkara (TKP), menurut dokter Mu’in, kemungkinan TKP satunya bukan di tempat korban ditemukan. Sebelum meninggal dunia korban diperkirakan mengalami penderitaan yang cukup lama.

Autopsi jenasan Romo Faustinus Sega Pr ini sedianya dilaksanakan pukul 09.00. Begitu makam hendak digali, pihak keluarga dari Maumere yang tiba pagi itu melarang jenasah korban diautopsi. Pihak keluarga menangis di makam dan menolak makam digali.

Untuk menyamakan persepsi, Vikep Bajawa Rm Hengky Sareng Pr, Rm Ronny Neto Wuli, Rm Brechmans Ngaji Pr sejak pukul 11.00 mengadakan pertemuan dengan pihak keluarga di Ruang Prefek Seminari Mataloko. Pertemuan yang berlangsung tertutup itu memakan waktu cukup lama. Setelah ada kesepakatan, penggalian makam dilanjutkan pada pukul 12.30.

Pembongkaran makam diawali dengan upacara sabda yang dipimpin oleh Rm Brechmans Ngaji. Tidak mampu menahan rasa sedih, Romo Mans menyampaikan doa-doa yang dibawakannya sambil menangis. Pihak keluarga ikut bersedih dan menangis.

Usai upacara sabda, diadakan seremoni adat “zia ura ngana” (pembunuhan babi). Darah babi dipercikan oleh pihak keluarga ke makam korban sebelum digali.

Pembedahan jenasah dilakukan pukul 14.45. Dokter Mu’in didampingi seorang asistennya. Ikut juga menyaksikan autopsi dua dokter dari RSUD Bajawa Maria B S Nenu (Direktris RSUD Bajawa) dan dokter Agung. Pihak yang hadir juga pada waktu pembedahan jenasah Romo Faustin, Sekretaris KAE Rm Efraim Pea mewakili Bapak Uskup, Vikep Bajawa Rm Hengky Sareng Pr, Rm Ronny, Rm Mans, dan Carles Vian Baba (adik dari Rm Faustin) mewakili keluarga. Selama autopsi berlangsung Mataloko diguyur hujan.

Autopsi yang berlangsung aman dan tertib ini dijaga aparat keamanan Polres Ngada yang sangat ketat. Aparat Polres berada di setiap tempat dan bersenjata lengkap. Semua pihak yang tidak berkepentingan dengan autopsi dilarang masuk. Dibatasi dengan tali dan garis polisi (police line) yang diikat keliling. Warga berada kira-kira 50 meter dari makam. Pembongkaran makam tidak bisa disaksikan dengan baik karena berada di dalam tenda. Kendati demikian, warga tekun dan setia menunggu.

Pejabat pemerintah ikut bersama warga, Asisten I Setda Ngada Elias Djo, Kepala Kesbanglinmas Markus Watu, Kabag Tata Pemerintahan Philips Botha, Camat Golewa Kornelis Tuba, Kabag Humas Setda Ngada Yohanes Nahak. Hadir juga Ketua DPRD Ngada Thomas Dolaradho, anggota DPRD Ngada Lorensius Roga. Ikut menyaksikan Kapolres Ngada AKBP Erdy Swahariyadi.

Disambut Gembira
Penjelasan yang disampaikan oleh dokter Mu’in bahwa kesimpulan autopsi, korban meninggal dunia akibat kekerasan disambut isak tangisan para keluarga dari Rm Faustin dan warga yang sejak pagi menunggu dan menyaksikan jalannya rangkaian kegiatan autopsi.

Kecuali polisi, para pastor terutama Romo Hengky, Romo Ronny, Rm Efraim, Rm Gabriel Idrus Pr, Rm Mans (begitu Romo Brechmans Ngaji dipanggil), dan sejumlah imam, serta warga menyambut pemberitahuan dari Dokter Mu’in dengan gembira.

Baik Romo Ronny, Rm Mans, Rm Efraim, dan Silvester Manis yang semuanya dihubungi terpisah di Mataloko mengemukakan, hasil autopsi ini menggembirakan. Sekarang umat tidak bertanya-tanya lagi soal teka-teki kematian Romo Faustin. Penyebabnya sudah jelas. Akibat kekerasan.

Semua mereka sangat menyayangkan sikap aparat Polres Ngada yang selama ini mengabaikan hasil investigasi kematian Romo Faustin yang dilakukan oleh Tim Investigasi dan Advokasi yang dibentuk Keuskupan Agung Ende.

“Yang kami sesalkan temuan tim investigasi tidak ditindaklanjuti oleh Polres Ngada. Lebih lucu lagi, Kapolres Erdy Swahariyadi menilai temuan tim tidak ilmiah dan merupakan bentuk intervensi. Padahal kalau temuan tim dipakai, autopsi tidak perlu dilakukan,”kata Silvester Nong Manis.

Selama ini, tegas Romo Ronny, polisi selalu mengatakan bahwa belum cukup bukti. Harus autopsi. Sekarang dokter Mu’in sudah mengumumkan hasil autopsi, polisi tidak boleh tunggu lagi. Segera tangkap pelaku. Jangan tunggu-tunggu lagi.

Romo Mans mengatakan, Tim Investigasi Kematian Romo Faustin sangat puas dengan hasil autopsi ini. Autopsi ini tidak akan terjadi seandainya pihak Polres Ngada mau bekerja sama dengan Gereja.

“Sebagai orang yang turun langsung ke lapangan, tidak ada rekayasa dalam investigasi yang kami lakukan. Hasil investigasi benar-benar bisa dijadikan sebagai petunjuk yang bagus untuk mengungkapkan misteri kematin Romo Faustin,”kata Romo Mans.

Selaku utusan uskup, Romo Efraim mengatakan, peristiwa ini sangat menggembirakan. Syukur kepada Tuhan, karena doa para imam sudah terjawab. Kebenaran sudah terungkap yang selama ini membuat orang bertanya-tanya.

“Saya sudah sampaikan ke Bapak Uskup. Bapak Uskup menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada semua pihak yang terlibat menyukseskan autopsi ini. Sebab dengan hasil autopsi semua berita yang tidak benar dan upaya pembelokan dan pemutarbalikan fakta seputar kematian Romo Faustin diluruskan,” kata Romo Efraim.

Sebagai pribadi, demikian Romo Efraim, dirinya sangat berbahagia dengan pengumuman hasil autopsi yang dilakukan oleh Dokter Ahli Forensik dari UI ini. Sekarang tinggal bagaimana polisi menindaklanjuti hasil autopsi ini. Tidak boleh lagi ada manipulasi dalam proses selanjutnya.

Permintaan Keuskupan
Vikep Bajawa Romo Hengky Sareng mengatakan, dokter ahli forensik dari Universitas Indonesia Mu’in Idris datang melakukan autopsi jenasah Romo Faustin atas permintaan Tim Investigasi dan Advokasi yang dibentuk Keuskupan Agung Ende ke Kapolda dan tembusannya ke Kapolri.
Dalam permintaan tim, kata Romo Hengky, ada dua hal yang disampaikan yakni Kapolda menurunkan tim penyidik dan kalau terjadi autopsi, maka dokter forensik yang independen yaitu ahli forensik dari UI, Mu’in Idris yang melakukannya.

Tangkap Para Pelaku
Polisi diminta menangkap para pelaku yang diduga membunuh Romo Faustin. “Dengan hasil autopsi ini, polisi harus bekerja mengungkapkan pelaku,” kata Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesian(TPDI) kepada wartawan Flores Pos, Syarif Lamabelawa, Sabtu (14/2).

Selestinus yang ikut menyaksikan penggalian kubur jenazah Rm. Faustin menjelaskan, berdasarkan hasil deteski oleh ahli forensik dari UI ditemukan indikasi di jenazah korban berupa adanya tiga bekas biru di bagian kepala dan gumpalan darah yang masih utuh di otak dan bagian bawah tenggorokan.

Dengan fakta ini pula, polisi harus menangkap dan memroses para pelaku yang diduga membunuh korban, yang namanya sudah dikantongi oleh Polres Ngada.
Selestinus meminta para pelaku menyerahkan diri untuk memudahkan proses hukum atas kasus ini. Apabila masih ragu-ragu, TPDI dan LBH Veritas siap mendampingi dan memberikan advokasi terhdap para pelaku.

“Saat ini, saksi kunci Thresia Tawa berada di bawah lindungan Polres Ngada, dan untuk itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya Polres Ngada untuk menjaga keselamatannya. Karena dia menjadi saksi kunci, kita minta agar dia dijadikan sebagai tersangka dan segera ditahan,” katanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar