28 Mei 2009

Menyingkirkan “Kutukan Sumber Daya Alam”

Oleh Marina Litvinsky
Sindikasi Pantau

WASHINGTON (IPS) – EMPAT negara bergabung dengan Program Transparansi Industri Tambang (EITI), sebuah upaya global yang meletakkan standard kongkret mengenai manajemen pendapatan yang transparan dari sektor minyak, gas, dan pertambangan.

Albania, Burkina Faso, Mozambik, dan Zambia bergabung dalam daftar 26 negara kandidat yang saat ini menerapkan proses EITI, ujar dewan pengurus EITI mengumumkan Senin lalu di Washington.

“EITI memberikan sebuah cetak biru yang sangat dibutuhkan kepada pemerintah dan warga demi dialog yang logis mengenai pengelolaan sumber daya alam,” ujar Karin Lissakers, direktur lembaga nirlaba Revenue Watch Institute.

”Tanpa dialog yang sehat antara masyarakat sipil dan pembuat kebijakan, negara-negara kaya minyak dan mineral akan tetap rentan terhadap segala bentuk eksploitasi ekonomi, politik, dan sosial, serta konflik,” ujarnya.

Dewan pengurus EITI menggelar serangkaian pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan di Washington pekan lalu, yang diselenggarakan oleh Bank Dunia. Bank Dunia jadi penyokong EITI sejak didirikan pada 2002.

”Saya mendorong agar lebih banyak negara Afrika dan wilayah lain di dunia menjalankan proses EITI dan tahu manfaat transparansi yang lebih besar dalam sektor industri ekstraktif,” ujar Somit Varma, direktur Bank Dunia yang nenangani minyak, gas, dan pertambangan.

”Tapi ia hanya terwujud jika negara-negara itu menggunakan hak milik secara penuh terhadap inisiatif yang bersifat sukarela ini. Bank Dunia berkomitmen mendukung negara-negara dalam upaya ini,” ujarnya.

Juga diumumkan tiga negara baru yang akan jadi donor untuk mendukung penerapan EITI melalui Bank Dunia.

Saat ini sepuluh negara donor dan Komisi Eropa menyediakan dana untuk EITI Multi-donor Trust Fund (MDTF), dikelola Bank Dunia, yang memberikan bantuan pelaksanaan. Sepuluh negara itu adalah Australia, Belgia, Kanada, Finlandia, Prancis, Jerman, Belanda, Norwegia, Spanyol, dan Inggris.

Finlandia hanya bergabung sebagai negara donor, sementara Amerika Serikat dan Swiss akan segera bergabung dengan kelompok donor.

Tema penting pada serangkaian pertemuan itu adalah merencanakan validasi EITI, yang akan mengawasi mekanisme penerapan negara. Duapuluh satu kandidat negara EITI menghadapi tenggat waktu hingga Maret 2010 untuk menyelesaikan validasi EITI.

Melalui EITI, negara mengajak perusahaan, masyarakat sipil, dan wakil pemerintah mengawasi dan menghitung pembayaran yang diberikan kepada pemerintah oleh perusahaan tambang yang beroperasi di negara mereka.

Negara yang memenuhi seluruh laporan dan indikator operasional sesuai pedoman EITI dan menyelesaikan proses validasi dengan teliti dianggap memenuhi EITI, yang menunjukkan bahwa standard laporan pendapatan suatu negara di sektor pertambangan sudah mencapai level transparansi yang lebih baik.

Pada Februari lalu , Azerbaijan yang kaya minyak disebut-sebut sebagai negara pertama yang memenuhi EITI.

”Sungguh mengesankan melihat upaya negara-negara yang menerapkan EITI untuk mempersiapkan validasi dan memenuhi standard EITI. Masyarakat internasional menghargai upaya semacam ini serta mendukung negara dan pemangku kepentingan yang menerapkan EITI,” ujar Dr Peter Eigen, ketua dewan pengurus EITI.

Menurut Bank Dunia, 3,5 milyar orang tinggal di negara-negara yang kaya minyak, gas, dan mineral.

Selama ini Afrika, yang melimpah dengan sumber daya alam, menderita oleh apa yang disebut “kutukan sumber daya alam”. Pengeksporan sumber daya ini berkontribusi terhadap kemiskinan, korupsi, konflik, dan kerusakan lingkungan yang meluas di seluruh negeri.

Pada 2000, situasi di Afrika jadi sorotan ketika Majelis Umum PBB mengakui “konflik berlian” sebagai faktor penting yang memperpanjang perang brutal di sebagian Afrika. Di Angola dan Sierra Leone, misalnya, uang dari konflik berlian dipakai untuk membeli senjata dan kegiatan ilegal lainnya oleh kelompok pemberontak.

Di Republik Demokratik Kongo, kelompok bersenjata mendapat keuntungan dari penjualan “mineral-konflik” seperti timah, tantalum, tungsten, dan emas, yang dipakai sebagai bahan elektronik di seluruh dunia. Dengan kekerasan, mereka mengendalikan pertambangan dan meminta uang suap, atau pajak, dari pengangkut dan pembeli lokal maupun internasional, serta mengontrol perbatasan.

Anggota-anggota EITI melihatnya sebagai cara untuk menarik investasi asing yang sangat dibutuhan, yang berkurang dalam kecenderungan ekonomi yang menurun saat ini.

“Perusahaan tambang adalah mitra yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan,” ujar Ernest Bai Koroma, president Sierra Leone, saat upacara pencangkulan tanah pertama African Minerals Company, Ltd baru-baru ini.

“Kemitraan antara mereka dan pemerintah berjalan baik dan dalam suasana penuh kepercayaan dan integritas,“ ujarnya. “Itulah sebabnya pemerintahan saya memutuskan untuk meningkatkan transparansi dalam eksploitasi sumber daya mineral melalui keanggotaan kami dalam Program Transparansi Industri Tambang (EITI) dan baru-baru ini mengkaji hak-hak mineral.”

Tapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, agar warga benar-benar merasakan manfaat sumber daya alam di negaranya. Yakni, seluruh pihak dalam proses ekstraksi dan penjualan harus mengungkapkan data lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Bergabung dengan EITI adalah langkah awal, dan selebihnya mengirim sinyal kuat atas komitmen pemerintah dalam transparansi,” ujar Obiageli Katryn Ezekwesili, wakil presiden Bank Dunia wilayah Afrika, dalam sebuah editorial untuk The Independent.

“Berbuatlah lebih banyak, agar warga memperoleh manfaat dari pendapatan tambang. Transparansi dibutuhkan dalam seluruh arus sumber daya alam, dari bagaimana kontrak diputuskan dan diawasi, pajak dan royalti dibayarkan, hingga pilihan investasi dibuat dan dijalankan,” ujarnya.

Awal bulan ini, dalam upaya membendung aliran uang dari sumber mineral yang memicu perang saudara di Kongo, Senat Amerika Serikat mengumumkan UU bipartisan baru. UU ini akan memaksa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk menjejaki dan membuka negara yang sumber mineralnya biasa dipakai dalam produk-produk elektronik.

“UU Mineral-Konflik Kongo” mewajibkan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat, yang menjual produk-produk dengan bahan timah, tantalum atau tungsten, mengungkapkan negara asal mineral itu kepada Komisi Sekuritas dan Bursa. UU ini juga mewajibkan Departemen Luar Negeri untuk mengawasi secara ketat keuangan kelompok bersenjata di wilayah kaya mineral di Kongo bagian Timur.*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar