28 Mei 2009

Temuan BPK di Biro Umum Bukan Korupsi

Oleh Leonard Ritan

KUPANG (FP) - Kepala Biro Umum Setdaprov NTT, Bruno Kupok menegaskan, laporan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT atas penggunaan anggaran pada tahun anggaran (TA) 2008 senilai Rp 237,614 juta bukanlah korupsi tapi berkaitan dengan administrasi.

Penegasan Bruno ini disampaikan kepada wartawan di ruang kerjanya ketika dimintai keterangan tentang temuan BPK Perwakilan NTT, Jumat (22/5).

Ia menjelaskan, laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah Provinsi NTT TA 2008 yang dilaksanakan oleh BPK RI memuat tiga laporan yakni laporan keuangan yang memuat opini BPK, laporan atas pengendalian intern, dan laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu, laporan hasil pemeriksaan BPK RI juga memuat pendapat atau opini wajar dengan pengecualian. Bila merujuk pada aspek opini wajar dengan pengecualian, sebenarnya bukan dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan.

”Saya katakan, temuan BPK itu tak ada kaitan dengan korupsi, tapi lebih pada komponen pengeluaran rutin. Karena perbedaan pemahaman penggunaan anggaran yang berbeda, sehingga BPK sarankan agar dilakukan perbaikan administrasi. Sehingga permasalahan yang sama tak terulang lagi. Logikanya, penyimpangan tak mungkin memuat tentang opini wajar dengan pengecualian,” tandas Bruno.

Menurutnya, tak semua temuan BPK atau Inspektorat Jenderal (Irjen) masuk dalam kategori penyimpangan penggunaan anggaran. Karena dari total temuan dimaksud, bisa saja semuanya merupakan administrasi. Kalaupun ada aspek penyimpangan penggunaan anggaran, persentasenya sangat kecil. Sehingga harus dicermati secara detail, jangan hanya lihat pada total angka akhir temuan.

Tentang temuan di biro yang dipimpinnya, Bruno katakan, sebenarnya temuan itu masuk dalam biaya pemeliharaan rutin. Pada saat pemeriksaan, BPK sarankan agar nomenklatur pembiayaan pada komponen tersebut diubah. Sehingga pembiayaan komponen dimaksud tak berdampak pada penambahan aset yang berpengaruh terhadap neraca.

”Ini bukan salah Biro Umum, tapi tim anggaran eksekutif karena biro hanya melaksanakan anggaran sesuai nomenklatur yang ditetapkan dalam anggaran. Seharusnya, Biro Keuangan sebagai sekretaris tim anggaran eksekutif harus melihat secara jeli permasalahan ini,” ujar Bruno.

Walau demikian, tambah Bruno, temuan BPK itu harus menjadi catatan bagi tim anggaran eksekutif untuk disesuaikan dengan saran yang diberikan BPK. Sehingga penggunaan anggaran pada tahun anggaran berikutnya, tak lagi memunculkan permasalahan yang sama. Apalagi, BPK merupakan lembaga auditor eksternal yang mana hasil auditnya memiliki kekuatan dan berlandasaskan hukum.

Kepala BPK Perwakilan NTT, M. Yusuf Guntur menyampaikan, temuan BPK itu pada prinsipnya bersifat pasif. Artinya, tak dijadikan untuk proses hukum. Ini bukan berarti BPK tinggal diam menyaksikan sikap pemerintah yang tak menindaklanjutinya. Karena banyak saran yang diberikan terkesan tak diindahkan, BPK akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memproses hasil temuan dimaksud.

Berdasarkan catatan, hingga 31 Desember 2008 lalu, sebanyak 32 saran dalam proses tindak lanjut senilai Rp 37,201 miliar lebih dan 113 saran yang belum ditindaklanjuti senilai Rp 56,027 miliar lebih. Ini merupakan angka yang cukup besar, dan bila tak ditindaklanjuti akan berdampak pada kerugian negara/daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar