17 April 2009

BENTARA: Dextro, Lalu Narkoba

Dugaan Peredaran Narkoba di Ende

Oleh Frans Anggal

Tiga pemuda asal Maurole diamankan masyarakat Dusun Pena, Desa Ndondo, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende. Mereka diduga mengedarkan pil ekstasi. Sehari sebelumnya, seorang siswi SMA tidak sadarkan diri setelah menelan pil yang diedarkan ketiga pemuda. Para murid SD juga ditawari, namun mereka menolak. Konon agar ‘manjur’, pil mesti dikonsumsi banyak-banyak, tidak hanya sebutir dua. Harga sebutir Rp20 ribu.

Benarkah itu ekstasi? Pemeriksaan laboratorium akan memastikannya. Menurut penuturan pelaku, pil itu mereka curi dari Puskesmas Maurole. Dalam kontak telepon antara Kapolres Ende dan Polsek Maurole sempat tersebut jenisnya. Dextromethorpan alias Dextro.

Kalau benar Dextro, sudah pasti ini bukan ekstasi. Dextro ‘hanyalah’ obat batuk biasa. Tergolong obat bebas, sama seperti Parasetamol. Bisa dibeli di mana saja tanpa resep dokter. Cukup aman pula, dengan syarat: ikut aturan pakai dan dosis yang tercantum dalam kemasan. Persyaratan penting ini justru sering tidak diperhatikan konsumen.

Kurangnya pendidikan dan terbatasnya kemampuan ekonomi menyebabkan banyak masyarakat kita tidak perhatikan hal-hal penting sebelum membeli obat. Asal murah. Masa lakunya tak diperiksa. Juga kemasan dan segelnya. Obralan penjual tentang khasiat obat mudah dipercaya. Padahal, terkadang penjual tak pedulikan khasiat. Yang penting laku dan untung.

Khusus bagi produsen dan pengedar narkoba, kondisi masyarakat seperti ini merupakan lahan subur. Dan, bagian yang paling subur dari lahan ini adalah remaja. Di kota-kota besar sudah terbukti. Pengguna terbanyak narkoba adalah remaja, terutama pelajar. Kalau kotanya bisa, kenapa desanya tidak. Di mana-mana remaja itu sama, rentan secara psikologis. Mudah dipengaruhi, suka ikut tren yang katanya ‘gaul’, agar tidak dicap ‘cemen’. Mereka pasar potensial yang sekaligus melanggengkan bisnis ini. Kalau sudah kecanduan semasih sekolah, sampai kuliah pun bahkan hingga dewasa mereka akan tetap menjadi pemakai.

Patut dapat diduga, dalam skenario seperti inilah tiga pemuda asal Maurole mengedarkan Dextro. Meski bukan narkoba, dalam dosis tertentu Dextro membawa efek seperi opium ringan memabukkan. Bila overdosis bisa menyebabkan kematian. Sudah terjadi di Bandung bulan lalu. Tiga tewas, 13 lainnya diselamatkan. Semuanya remaja. Dalam dua bulan terakhir, kasus Dextro marak di Jawa Barat.

Sekarang muncul di Ende. Apakah itu bukan kerjanya jaringan untuk menciptakan dan memperluas pasar? Ketika diamankan warga, salah seorang dari tiga pemuda Maurole itu langsung menelepon seseorang yang disebutnya Pak Ishak. “Pak, kami sudah ditangkap oleh masyarakat.” Mula-mula Dextro yang murah dulu. Setelah ketagihan, narkoba yang mahal akan gampang masuk. Remaja Flores terancam. Kita tetap terlelap?

“Bentara” FLORES POS, Jumat 17 April 2009


SENGGOL

Polisi Sikka: 4 buronan pencuri diduga sembunyi di Ende dan Larantuka.
Maka, mereka pasti pindah lagi.

Di Manggarai, saksi parpol yang tidak puas, memaki KPU.
Di sana, sapa juga bisa pake maki.

Proses hukum kasus Romo Faustin masih di Kejari Bajawa.
Boleh, asal tidak seperti polresnya.

Om Toki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar