17 April 2009

Partai Demokrat Berhati-hati Tentukan Mitra Koalisi

Jakarta, Antara
Partai Demokrat akan sangat cermat dan hati-hati menentukan mitra koalisinya jika berhasil memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 dalam membentuk pemerintahan mendatang agar realitas koalisi saat ini tidak terulang.

"Kami akan lebih cermat. Pusing juga kepala kita kalau ada partai yang ikut koalisi tetapi ikut menyerang pemerintah seperti yang sudah terjadi," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI Sutan Batugana di Gedung Dewan Perwkilan Daerah (DPD) di Senayan Jakarta, Rabu.

Sutan mengemukakan, koalisi yang dibangun saat ini memang campur-aduk. Setiap partai yang ikut koalisi pendukung pemerintah memiliki kepentingan sendiri. Akibatnya, ada partai pendukung koalisi justru menyerang kebijakan pemerintah.

"Kalau sudah begitu, pusing juga kepala kita," katanya dan menambahkan, pihaknya menginginkan koalisi didasarkan pada komitmen yang kuat dan berdasarkan kontrak politik yang tegas.

Dengan koalisi permanen yang didasarkan pada kontrak politik yang tegas, maka pemerintah akan bisa bekerja optimal. Dalam koalisi saat ini dimana ada parpol peserta koalisi tetapi menyerang kebijakan pemerintah, kinerja pemerintah seolah terbebani dari dalam.

Dalam koalisi saat ini, sebenarnya Partai Demokrat sudah banyak "mengalah" karena menyadari bahwa modal utamanya hanya sekitar 7,5 persen hasil Pemilu 2004. Namun sikap "mengalah" Partai Demokrat itu justru menyebabkan partai peserta koalisi tidak konsisten menjaga komitmennya.

"Koalisi saat ini memang kurang solid karena anggota koalisinya saling serang. Koalisi nanti harus ‘berdiri sama tinggi duduk sama rendah’," katanya.

Partai Demokrat juga tidak keberatan menteri-menterinya berlatar belakang parpol. "Bahkan ada Dubes yang berlatar belakang partai lain, namun demi kepentingan bangsa, Partai Demokrat bisa menerima," katanya dan menambahkan, salah satu Dubes RI Amris Hassan adalah kader PDIP.

Mengenai besarnya prosentase dilihat dari perolehan suara kursi di parlemen, Sutan berpendapat, idealnya memang 50 persen plus satu. Tetapi untuk mewujudkan sebuah pemerintahan yang kuat dan bisa bekerja secara optimal, maka koalisi idealnya sekitar 60 persen dari kekuatan politik di parlemen.

Prosentase kekuatan koalisi sebesar 60 persen itu untuk mengantisipasi apabila pengambilan keputusan di parlemen dilakukan melalui mekanisme suara terbanyak (voting). Apalagi dalam voting ditentukan berdasarkan jumlah orang, bukan fraksi.

"Ini juga untuk mengantisipasi apabila ada anggota fraksi yang mendukung koalisi tidak masuk," katanya.

Sikap kritis anggota DPR yang partainya menjadi pendukung koalisi pemerintah sebenarnya bukan hal tabu. Yang merepotkan apabila sikap kritis itu terlalu tajam sehingga menimbulkan gambaran seolah-olah koalisi terpecah atau tidak solid.

Untuk menjaga sikap dan komitmen agar koalisi tetap solid, maka perlu diumumkan partai mana yang tetap konsisten mendukung koalisi dan partai yang mulai tidak loyal.

Mengenai cawapres yang akan mendampingi Yudhoyono pada pemerintahan mendatang, Sutan mengemukakan, hal itu sepenuhnya diserahkan kepada Yudhoyono untuk menentukan pilihan. "Apapun keputusan beliau akan kami ikuti," katanya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan kelanjutan duet Yudhoyono-Kalla, Sutan mengemukakan, duet ini cukup ideal tetapi hal itu tentu akan diperhitungkan lagi secara matang oleh Yudhoyono.

Menurut Sutan, selama hampir lima tahun duet Yudhoyono-Kalla, keduanya telah terlihat saling mengisi. Yudhoyono berlatar belakang militer, tetapi "performance"nya sipil. "Sedangkan Kalla berlatar belakang sipil tetapi langkahnya kadang seperti militer," katanya.

Namun Sutan menyatakan, penilaiannya itu semata-mata didasarkan apa yang sudah terjadi dalam duet Yudhoyono-Kalla. Sedangkan cawapres yang akan mendampingi Yudhoyono sepenuhnya diserahkan kepada Yudhoyono.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar