13 Maret 2009

KPU Perbolehkan Penandaan Lebih dari Satu

Oleh Leonard Ritan


KUPANG (FP) - KPU sebagai penyelenggara pemilu telah mengambil sejumlah kebijakan jika pada saat pemungutan suara, pemilih memberi tanda contreng lebih dari satu, yakni pada gambar partai dan nama atau nomor urut caleg. Tanda-tanda lain yang juga dianggap sah sesuai peraturan KPU nomor 03/2009 selain contreng adalah kali, garis datar dan coblos.
Ketua KPU NTT, Jhon Depa kepada wartawan di Kupang, Sabtu (7/3) mengatakan dalam rapat kerja nasional KPU yang dihadiri seluruh KPUD tingkat provinsi dan kabupaten dan kota se-Indonesia telah memprediksikan sejumlah kemungkinan yang bakal terjadi pada saat pemungutan suara. Kalau pemilih memberi tanda pada partai dan nomor urut dan nama calon, suara tersebut diberikan kepada caleg bersangkutan. Ini bisa dilakukan masing-masing satu kali atau lebih.

Sedangkan, jika pemilih menandai lebih dari satu kali pada lambang partai, suara tersebut diberikan untuk partai bersangkutan. Penentuan caleg terpilih bila parpol tersebut mendapat satu atau lebih kursi, merupakan kewenangan parpol bersangkutan. Namun bisa diprediksikan, caleg yang berhak ditetapkan adalah yang berada pada nomor urut muda.
“Suara dianggap tak sah, bila pemilih menandai lebih dari satu caleg atau gambar partai yang berbeda. Sebagai penyelenggara pemilu, kami hanya sosialisasikan satu tanda saja yakni contreng, walau tanda lain seperti kali, garis datar dan coblos pun dianggap sah” tandas Jhon.
Ia menyampaikan, pemberlakuan suara terbanyak dihitung setelah penetapan perolehan kursi tiap parpol. Artinya, caleg yang bersangkutan dalam daerah pemilihan bersangkutan yang akan ditetapkan sebagai calon terpilih berdasarkan jumlah perolehan suara. Jika seorang caleg memperoleh suara terbanyak dari caleg parpol lain tapi tak ditetapkan memperoleh kursi, tak ada pemberlakuan suara terbanyak bagi caleg bersangkutan.
Juru Bicara KPU NTT, Djidon de Haan mengungkapkan, sebanyak delapan lembaga pemantau independen telah mengambil formulir untuk memantau pemilu dan tiga lembaga untuk melakukan quick count terhadap pelaksanaan pemilu. Semua lembaga pemantau dan lembaga yang melakukan quick count harus mentaati semua ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan aturan, lanjut Djidon, hasil quick count tak boleh diumumkan sehari sebelum pemungutan suara, karena bisa berdampak pada sikap pemilih. Jika merujuk pada aturan sebenarnya lembaga pemantau harus mengikuti seluruh tahapan pemilu. Karena lembaga yang ada hanya memantau pada hari pemungutan suara, penyelenggara pun mengizinkannya.
Pada kesempatan itu Djidon menyebutkan, dari 38 parpol peserta pemilu dan 40 calon anggota DPD RI, sebanyak 12 parpol dan empat calon anggota DPD yang belum melaporkan rekening khusus dana kampanye. 12 parpol dimaksud yakni Partai Hanura, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Kebangkitan Nasional, PNI Marhaenisme, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Republik Nusantara. Partai Serikat Indonesia , Partai Keadilan Persatuan, Partai Kedaulatan, Partai Karya Perjuangan, dan Partai Pemuda Indonesia . Sedangkan empat calon anggota DPD RI, yakni Anton Yohanis Balla, Fransiskus X. Assan, Mikael Laba Kleden, dan Wilhelmus Ngete.
Djidon mengatakan, pelaporan rekening khusus dana kampanye ini berdasarkan Pasal 138 ayat (1 dan 2) UU 10 dan peraturan KPU nomor 161 tentang rekening kampanye. Bagi parpol atau calon anggota DPD RI yang tak melaporkannya, tak diikutkan sebagai peserta pemilu pada daerah tersebut. Batas akhir laporan rekening khusus ini Senin (9/3) pukul 23.59 .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar