13 Maret 2009

Utusan Masyarakat, Tolak Tambang Harga Mati

*Bupati Jelaskan Sikap Pemerintah

Oleh Maxi Gantung

LEWOLEBA (FP) - Utusan masyarakat yang menolak tambang bertemu Bupati untuk menyatakan sikap mereka menolak rencana pemerintah dan perusahaan tambang. Mereka mengatakan menolak tambang telah jadi harga mati bagi masyarakat.
Namun Bupati Lembata Andreas Duli Manuk mengatakan, dia tidak melarang atau meminta agar masyarakat menarik kembali sikap menolak soal tambang. Tugas pemerintah, kata Bupati, menjelaskan rencana pemerintah mengenai tambang.
Rabu (11/3) di rumah jabatan bupati, Bupati Manuk menerima dua kelompok masyarakat yakni utusan dari masyarakat Atadei Timur dan para kepala desa, BPD Kecamatan Lebatukan. Saat itu bupati didampingi Wakil Bupati Andreas Nula Liliweri, para asisten, kepala dinas, kepala bagian Setda Lembata dan beberapa staf dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lembata. Moderator pertemuan Sekda Lembata, Petrus Toda Atawolo.

Dua kelompok ini membawa pernyataan sikap masyarakat menolak tambang. Pernyataan sikap masyarakat di kawasan Leragere dan Dikesare dibawa oleh para kepala desa dan BPD. Sedangkan dari Kecamatan Atadei dibawa belasan utusan tokoh masyarkat dan tokoh pemuda. Mereka didampingi Pater Marselinus Vande Raring SVD dari JPCI SVD.
Sebelum dialog dengan Bupati, mereka membacakan pernyataan sikap mereka masing-masing. Pernyataan sikap tolak tambang dari masyarakat kawasan Leragere, yang ditandatangani tujuh kepala desa dan tujuh ketua BPD dibacakan Kepala Desa Ledotodokowa, Paulus Ola Atu.
Dalam surat pernyataan sikap nomor istimewa/MKLGNB/II 2009 yang dibacakan Paulus Ola Atu ditegaskan, berdasarkan kesepakatan masyarakat di kawasan Leragere, tanggal 28Februari 2009 dengan tegas menolak rencana masuk dan beroperasinya industri pertambangan di wilayah Nuba Buto/kawasan Leragere.
Mereka juga minta kepada pemerintah Kabupaten Lembata untuk tidak menerbitkan perpanjangan SK Bupati Lembata tentang ijin eksplorasi.
Berdasarkan surat PT Pukuafu Indah C/O”Merukh Enterprises nomor 23-2/GYMN-SP/PI/KPKons/XI/2008 tanggal 6 November 2008 yang ditujukan kepada bupati Lembata tentang kuasa pertambangan konstruksi selama 3 tahun diperpanjang untuk kawasan Leragere yang merujuk pada surat permohonan ijin khusus luas wilayah permohonan perpanjangan KP eksplorasi untuk pembangunan sarana eksplotasi blok Hadakewa Timur nomor 22-1/GYN/PI/IZIN KHUSUS/X/2008 tertanggal 20 Oktober 2008 perihal permohonan ijin khusus luas wilayah permohonan perpanjangan KP Eksplorasi untuk pembangun sarana eksplotasi blok hadakewa seluas 11.700 hektar.
Menolak dengan tegas rencana pertambangan , menolak kegiatan sosialisasi dan seluruh rangkaian kegiatan lain yang mengikutinya. Meminta pemerintah Kabupaten Lembata segera mencabut SK Bupati Lembata No. 101 tahun 2006 tentang pembentukan tim teknis rencana pembangunan industri pertambangan terpadu PT Puku Afu Indah dan Pemerintah Kabupaten Lembat junto SK nomor 101.a/2006 tentang pembentukan tim teknis dan rencana pembangunan industri pertambangan terpadu PT Puku Afu Indah dan Pemerintah Kabupaten Lembata dan tidak meneribitkan SK perpanjangan kontrak karya dengan PT Merukh Enterprises. Minta Bupati Lembata menetapkan SK definitif hak kelola kawasan hutan bagi masyarakat kawasan Leragere.
Sementara itu enam butir pernyataan sikap masyarakat Atadei sama dengan sikap dari masyarakat kawasan Leragere. Namun dari masyarakat Atadei tambah satu poin yakni meminta pemerintah Kabupaten Lembata segera membatalkan penambangan dan pemboran panas bumi di titik-titik baru di wilayah Lembata umumnya dan Atadei Khususnya.
Pernyataan sikap dari masyarakat Desa Dikesare yang dibacakan Sekretaris Badan Permuswaratan Desa (BPD) Desa Dikesare, Fransisko Making menyebutkan, pernyataan sikap penolakan masyarakat Dikesare untuk kedua kalinya. Bagi mereka tolak tambang adalah harga mati, karena itu segala kegiatan lanjutannya, studi amdal, studi kelayakan dan lain sebagainya juga ditolak masyarakat.
Bupati Lembata, Andreas Duli Manuk mengatakan dia tidak melarang atau meminta masyarakat untuk mencabut kembali pernyataan mereka. Namun sebagai bupati dia menjelaskan kepada masyarakat soal latar belakang rencana pertambangan. Industri pertambangan merupakan salah satu program di Kabupaten Lembata.
Bupati Manuk mengatakan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) disusun berdasarkan visi-misi bupati terpilih. RPJMD tersebut sudah mendapat persetujuan DPRD Lembata dan ditetapkan dengan perda nomor 02 tahun 2007.
Eksekutif selaku penyeleggara pemerintahan menjalan program yang terarah dan telah mendapat persetujuan dari DPRD. Ia juga mengingatkan bahwa sistem demokrasi kita adalah sistem perwakilan. “Saya menjalankan amanat perda nomor 2 tahun 2007, kalau saya tidak jalankan amanat itu saya bukan bupati,” katanya.
Bupati pada kesempatan itu menjelaskan, indeks pembangunan manusia Lembata masih rendah, pendapatan asli daerah juga rendah, pelayanan air minum juga terbatas, tingkat kematian ibu juga tinggi. Sepuluh tahun Lembata jadi kabupaten PAD-nya Rp11 miliar.
Rendahnya PAD karena sumbernya masih konvensional seperti pajak bumi dan bangunan. Kalau hanya bersumber pada pendapatan konvensional PAD Lembata tidak mungkin meningkat.
Meski begitu, kata Bupati, hasil evaluasi pemerintah pusat, ada dua daerah otonom yang masuk dalam kuadran 1 dan 40 kabupaten masuk dalam kuadaran II termasuk Lembata, sisanya harus dievaluasi lagi. Bupati Manuk mengatakan ada tiga domain penting dalam pembangunan yakni masyarakat, swasta dan pemerintah. Pemerintah tidak bisa kerja sendiri karena itu butuh pihak swasta.
Bupati Manuk mengatakan ada isu dia sudah dapat uang dari Meruk, sudah jual tanah Lembata. Semuanya itu tidak benar. “Saya tegaskan, tidak pernah jual tanah ke Merukh .“ Sampai sekarang dia juga belum keluarkan surat ijin konstruksi kepada Merukh. Padahal Merukh sudah membuat permohonan kepada pemerintah untuk minta surat ijin konstruksi pertambangan.
“Sampai sekarang saya belum keluarkan surat ijin konstruksi itu” katanya, berulang kali.
Terlepas dari penolakan masyarakat, katanya, urusan tambang itu tidak mudah seperti yang kita pikirkan. Butuh waktu dan proses. Bisa saja setelah jabatannya berakhir atau dirinya meninggal dunia tambang baru bisa dijalankan. Namun yang paling penting adalah dirinya sudah meletakkan dasarnya.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar